Bagaimana Nasib Harta Anak Yatim?
Agama | 2023-11-27 23:24:33Sosok Ayah merupakan pemimpin yang dibutuhkan dalam membina sebuah keluarga. Kepergiannya tentu berdampak besar bagi keluarga, terutama sang anak. Ketika hal tersebut terjadi maka hilanglah peran ayah dalam membimbing sang anak ke jalan yang lurus. Harta sepeninggalannya pun belum tentu dapat dikelola dengan baik dan benar sesuai aturan agama. Apalagi jika anak tersebut memiliki sosok ibu yang kurang mampu dalam mengelola harta atau menjadi yatim piatu secara bersamaan, lalu bagaimana dengan harta orang tua yang masih ada?
Anak yatim merupakan bagian dari masyarakat yang membutuhkan perhatian khusus, dan islam memberikan pedoman yang jelas mengenai bagaimana kita seharusnya bersikap terhadap mereka. Salah satu petunjuk utama dapat ditemukan dalam Surah An-Nisa ayat 6, yang memberikan tuntunan tentang pengelolaan harta anak yatim dan tanggung jawab wali dalam mengasuh mereka. Surat tersebut berbunyi:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ، وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا، وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ، فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ، وَكَفَى بِاللهِ حَسِيبًا
“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. Dan janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas.”
Berdasarkan ayat tersebut, mari kita telaah lebih mendalam sebagai acuan dalam pengelolaan harta anak yatim yang telah ditinggal oleh sang ayahanda.
· Menguji Kemampuan Anak Yatim
“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya.”
Ayat ini dimulai dengan arahan untuk menguji anak yatim hingga mencapai usia kematangan atau umur nikah. Ujian ini bukanlah semata-mata ujian akademis, tetapi juga ujian kematangan pikiran dan kepribadian karena dianggap telah dewasa atau sempurna secara akal sehingga dapat membedakan mana yang benar dan salah. Hanya setelah mereka dianggap cukup matang, harta tersebut dapat diserahkan kepada mereka.
Contoh ujiannya adalah seperti sengaja memberi uang dalam jumlah yang telah direncanakan, lalu wali mengamati bagaimana pengelolaan anak yatim pada uang tersebut. Jika dirasa mereka telah cukup kompeten dalam mengelolanya, maka itu adalah saat yang pas bagi wali untuk menyerahkan harta anak yatim secara ikhlas.
· Kebijaksanaan Wali dalam Mengelola
Pengelolaan harta anak yatim bukan hanya tanggung jawab, tetapi juga amanah. Ayat ini mengajarkan bahwa penyerahan harta harus dilakukan dengan bijaksana dan hati-hati, menyerukan bahwa dilarang bagi wali untuk menggunakan harta anak yatim untuk kepuasannya sendiri dan hendaknya berlaku adil. Apabila sang wali memiliki ekonomi yang amat kurang, maka ia dapat memanfaatkan harta anak yatim tersebut sewajarnya atau sesuai jerih payah sang wali dalam merawat anak yatim tersebut. Dalam pengelolaan harta mereka, wali berkewajiban untuk memberikan laporan yang jelas mengenai bagaimana harta tersebut dikelola dan digunakan. Hal ini bertujuan untuk menjaga keadilan dan mencegah penyalahgunaan harta anak yatim, serta mengantisipasi adanya fitnah dalam pengelolaan harta terebut.
· Penyerahan Harta
Ketika anak yatim sudah pantas untuk mengelola harta mereka, bagaimana dengan proses penyerahannya? Tentunya Islam mendorong keterlibatan orang-orang yang bijaksana dan berkompeten dalam penanganan masalah ini. Para ahli keuangan, tokoh masyarakat, atau individu yang memiliki pemahaman yang baik tentang hukum Islam dapat menjadi pihak yang memberikan saksi sebagai sarana untuk melindungi hak-hak anak yatim. Saksi dapat membantu memastikan bahwa proses penyerahan keseluruhan harta dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan tidak ada penyelewengan.
· Peringatan Kekuasaan Allah
“Dan cukuplah Allah sebagai pengawas.”
Pada ujung ayat ini, kita diingatkan bahwa Allah adalah Pengawas yang Maha Adil. Kekuasaan-Nya mencakup segala peristiwa, dan setiap tindakan akan dihisab di hadapan-Nya. Ini menjadi peringatan penting bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan harta anak yatim. Baik para wali, anak yatim, maupun saksi apabila terdapat keingkaran dari pengelolaan hingga penyerahan harta jika tidak teradili pada pengadilan manusia, maka ingatlah bahwa sesungguhnya sebuah pengadilan ada di tangan Allah Swt.
Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa Surat An-Nisa ayat 6 telah memberikan tuntunan yang mendalam mengenai pengelolaan harta anak yatim. Dengan mengikuti pedoman ini, masyarakat muslim diharapkan dapat menjalankan tanggung jawab mereka terhadap anak yatim sesuai dengan ajaran Islam. Pengelolaan yang adil, transparan, dan bertanggung jawab akan membantu menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan anak yatim, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang penuh kasih sayang dan keadilan.
Dosen Pengampu: Dr. Hamidullah Mahmud, M.A.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.