Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Diva Setyaningtyas

Waspadai Wasting : Masalah Gizi dengan Resiko Kematian Tertinggi!

Eduaksi | Monday, 27 Nov 2023, 22:01 WIB
Seorang bayi menjalani pemeriksaan malnutrisi di sebuah rumah sakit di Distrik Kishim, Provinsi Badakshan, Afghanistan Timur Laut (UNICEF).

Kata "wasting" masih asing di telinga kita. Sebenarnya apa sih wasting itu?

Pengertian Wasting

Jenis malnutrisi dan ukuran referensinya (UNICEF).

Menurut artikel yang diterbitkan UNICEF pada tahun 2023, wasting adalah permasalahan gizi kurang dan gizi buruk yang ditandai dengan badan sangat kurus yang dialami oleh anak-anak. Mereka memiliki berat badan rendah jika dibandingkan terhadap tinggi badannya dan atau kecilnya lingkar lengan atas (LiLA). Wasting pada anak merupakan akibat buruknya asupan nutrisi dan/atau penyakit yang dapat mengancam nyawa. Anak-anak yang menderita wasting memiliki kekebalan yang lemah, rentan terhadap keterlambatan perkembangan jangka panjang, dan menghadapi peningkatan risiko kematian, terutama ketika wasting sudah parah.

Wasting dapat menyebabkan gagalnya tumbuh kembang anak. Jika anak mengalami ketidaksesuaian atau kegagalan tumbuh kembang, tidak teridentifikasi, dan tidak mendapat tindakan yang baik, maka anak tidak dapat mencapai pertumbuhan yang maksimal. Hal tersebut dapat berdampak pada berkurangnya kualitas generasi penerus bangsa di masa depan (Menteri Kesehatan RI, 2014). Pada tahun 2017, hampir 51 juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami wasting dan 16 juta anak mengalami wasting parah (UNICEF, 2018).

Hubungan antara Wasting dan Stunting

Anak dengan wasting dan stunting dibandingkan dengan anak normal (UNICEF).

Wasting dan stunting adalah masalah gizi yang saling terkait, dimana kedua bentuk masalah gizi ini memiliki faktor risiko yang sama dan saling memperburuk kondisi satu dan lainnya. Selain risiko kematian yang tinggi, anak wasting yang tidak ditangani dengan baik berisiko 3 kali lebih tinggi menjadi stunting dan anak stunting berisiko 1,5 kali lebih tinggi menjadi wasting dibandingkan dengan anak gizi baik. Risiko kematian akan meningkat jika anak mengalami dua permasalahan gizi ini (wasting dan stunting) secara bersamaan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wasting

Faktor-faktor penyebab wasting (UNICEF).

Wasting dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ketahanan pangan keluarga dan adanya penyakit infeksi (De Onis & Branca, 2016). Ketahanan pangan keluarga sangat berpengaruh pada terpenuhinya asupan gizi pada anak. Tidak hanya mempengaruhi gangguan pertumbuhan fisik, terpenuhi atau tidaknya asupan gizi pada anak juga mempengaruhi kualitas kecerdasan dan perkembangan di masa mendatang. Oleh karena itu peran makanan yang bernilai gizi tinggi sangat penting seperti pada makanan yang mengandung energi, protein (terutama protein hewani), vitamin (vitamin B kompleks, vitamin C, vitamin A), dan mineral (Ca, Fe, Yodium, Fosfor, Zn) (Merryana, 2014).

Infeksi juga memberikan kontribusi terhadap defisiensi energi, protein, dan gizi lain karena menurunnya nafsu makan sehingga asupan makanan berkurang sehingga memberikan efek negatif pada pertumbuhan anak. Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak balita adalah demam, diare, dan infeksi saluran pernafasan atas. Kenyataannya, kekurangan gizi dan penyakit infeksi sering terjadi pada saat bersamaan. Anak kurang gizi mempunyai daya tahan penyakit yang rendah, mudah jatuh sakit, dan akan menjadi semakin kurang gizi disebut juga dengan Infection Malnutrition (Namangboling, 2017).

Selain faktor faktor tersebut diatas, terdapat pula faktor lain penyebab wasting di level masyarakat yaitu kemiskinan, karakteristik keluarga, dan sosio demografi yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di masyarakat. Dampak kemiskinan terhadap gizi buruk anak sangat besar. Rumah tangga dan individu miskin tidak dapat mencapai ketahanan pangan, memiliki sumber daya perawatan yang tidak memadai, serta tidak dapat memanfaatkan (atau berkontribusi untuk menciptakan) sumber daya untuk kesehatan secara berkelanjutan. Karakteristik keluarga berkaitan dengan pembagian pangan masing masing anggota keluarga. Seharusnya anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dapat diprioritaskan asupan pangannya agar asupan anak terpenuhi dan kejadian wasting dapat ditekan.

Sosiodemografi yang meliputi jenis kelamin dan usia juga dapat dijadikan faktor penyebab wasting. Anak laki-laki yang umumnya lebih banyak bergerak membutuhkan lebih banyak zat gizi seperti energi dan protein daripada anak perempuan. Perbedaan usia selaras dengan cepatnya pertumbuhan anak. Pertumbuhan pada usia balita dan prasekolah lebih lambat dibandingkan pada masa bayi namun pertumbuhannya stabil. Sehingga demografi dapat dijadikan parameter pembagian prioritas asupan makan anak.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian wasting adalah pendidikan orang tua, pekerjaan, dan pendapatan keluarga. Pendidikan orang tua khususnya ibu akan berpengaruh terhadap pengasuhan anak, karena dengan pendidikan yang tinggi pada orang tua akan memahami pentingnya peranan orang tua dalam pertumbuhan anak. Ibu yang berpendidikan lebih baik cenderung lebih mudah menerima informasi gizi dan menerapkan pengetahuannya dalam mengasuh anak dan dalam praktik pemberian makanan. Pada penelitian Putri dan Wahyono di Indonesia, menunjukkan bahwa pendidikan ibu berhubungan dengan kejadian wasting. Ibu yang tidak bekerja dinilai akan mempunyai waktu yang banyak untuk mengasuh dan memperhatikan anaknya. Asupan gizi anaknya juga akan diperhatikan. Penelitian Agedew dan Shimeles di Ethiopia, menyebutkan bahwa proporsi anak wasting lebih tinggi pada ibu yang bekerja.

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Kemampuan orang tua untuk membeli bahan makanan bergantung terhadap besar kecilnya pendapatan orang tua. Selain itu tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Orang tua dengan pendapatan terbatas menyebabkan daya beli makanannya rendah sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan pada akhirnya berakibat buruk terhadap status gizi anak balitanya. Sebaliknya semakin tinggi pendapatan orang tua maka kebutuhan gizi anggota keluarga dapat terjamin (Alqustar, 2014). Hasil dari analisis hubungan antara status ekonomi orang tua dengan status gizi balita yaitu status 19 ekonomi orang tua mempengaruhi status gizi anak balita usia 1-5 tahun di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.

Sebenarnya masalah dasar dari timbulnya masalah gizi khususnya wasting adalah ketidakmampuan pengelolaan negara dalam mengelola proses politik, sehingga banyak menimbulkan penyalahgunaan wewenang, sehingga pelaksanaan program pembangunan negara tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang. Selanjutnya ketidakcakapan para pemimpin dalam mengelola negara yang mengakibatkan banyak penyalahgunaan anggaran yang berdampak pada rendahnya mutu pendidikan, rendahnya kualitas SDM, negara tidak mampu membuka lapangan kerja sehingga tingginya angka pengangguran dan memunculkan kemiskinan.

Dampak-dampak Wasting

Dampak-dampak wasting (UNICEF).

Setelah mengetahui faktor-faktor penyebab wasting pada anak, kita juga harus mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan dari kejadian wasting itu sendiri. Berikut ini paparan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh wasting yang tidak ditangani dengan segera :

1. Kekebalan (Sistem Imunitas) Tubuh Rendah

Anak yang menderita wasting memiliki sistem imunitas yang rendah sehingga mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, batuk pilek, dan pneumonia. Tidak hanya itu, apabila anak wasting menderita penyakit infeksi maka kondisinya dapat lebih parah dan lebih sulit untuk sembuh dibandingkan anak gizi baik.

2. Gangguan Pertumbuhan Fisik

Anak wasting berisiko mengalami gangguan pertumbuhan fisik, termasuk pertumbuhan tinggi badan dikarenakan kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan untuk bertumbuh. Jika kondisi ini berlangsung dalam waktu yang lama, anak tersebut memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami stunting, yaitu kondisi di mana tinggi badan lebih pendek bila dibandingkan anak seusianya.

3. Gangguan Perkembangan Otak

Zat gizi adalah kunci penting dalam mendukung perkembangan otak balita. Sama seperti stunting, asupan gizi pada anak yang mengalami wasting juga terganggu, yang berisiko bagi perkembangan otak yang optimal, kemampuan belajar, serta produktivitas kerja di masa depan.

4. Berisiko terkena Penyakit Tidak Menular saat Usia Dewasa

Sama halnya dengan stunting, anak yang mengalami wasting memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita penyakit tidak menular, seperti diabetes dan penyakit jantung, saat usia dewasa.

5. Kematian

Dari semua bentuk masalah gizi anak, wasting, khususnya gizi buruk memiliki risiko kematian yang paling tinggi, yaitu hingga hampir 12 kali lebih tinggi dibandingkan anak gizi baik. Risiko kematian yang tinggi pada anak gizi buruk dikarenakan kekebalan (sistem imunitas) tubuh yang rendah sehingga apabila menderita penyakit infeksi, kondisinya akan lebih parah dan lebih sulit untuk sembuh hingga dapat menyebabkan kematian.

Pencegahan Wasting

Langkah-langkah pencegahan wasting (UNICEF).

Menurut artikel yang diterbitkan UNICEF, peran kita dalam pencegahan wasting pada anak dapat dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut :

1. Pemberian Makanan yang Tepat bagi Balita

Pemberian ASI eksklusif sejak bayi berusia 0-6 bulan, tanpa makanan dan minuman lain bahkan air putih sekalipun, karena ASI telah mengandung semua zat gizi penting yang diperlukan untuk mendukung tumbuh kembang bayi secara optimal. Setelah 6 bulan, makanan pendamping ASI yang berkualitas dalam jumlah, jenis, dan frekuensi yang cukup dapat diberikan kepada balita, dilanjutkan dengan pemberian ASI hingga anak berusia 2 tahun atau lebih.

2. Pemberian Imunisasi Dasar yang Lengkap

Pada usia balita, daya tahan tubuh anak belum terbentuk dengan sempurna, sehingga imunisasi sangat penting untuk memberikan perlindungan bagi balita dari penyakit- penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

3. Memberikan Vitamin A Dua Kali dalam Setahun

Selain imunisasi, pemberian vitamin A bermanfaat untuk memperkuat daya tahan tubuh anak dan mencegah penyakit yang sering terjadi pada balita seperti campak dan diare yang bisa menyebabkan wasting. Kapsul vitamin A biasanya tersedia setiap bulan Februari dan Agustus di posyandu atau layanan kesehatan terdekat lainnya. Pastikan untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan setempat mengenai jadwal dan ketersediaan vitamin A ini di daerah Anda.

4. Segera Bawa Balita Sakit ke Fasilitas Kesehatan Terdekat

Balita yang sakit disarankan untuk segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat agar mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Penanganan balita sakit perlu dilakukan segera agar tidak sampai mengganggu tumbuh kembang anak.

5. Rutin ke Posyandu

Rutin ke posyandu atau fasilitas kesehatan lain untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita. Kunjungan ke posyandu sebaiknya dilakukan setiap bulan, untuk deteksi dini jika terjadi gangguan tumbuh kembang anak.

6. Menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat dalam Keluarga

Menerapkan pola hidup bersih dan sehat, seperti mencuci tangan dengan sabun dengan air mengalir, tidak buang air besar sembarangan, serta menjaga kebersihan lingkungan rumah agar tidak menjadi sarang bakteri dan virus penyebab penyakit yang dapat berkontribusi terhadap kondisi wasting.

Dengan memahami faktor dan dampak wasting pada anak membawa kita pada kesadaran betapa pentingnya tindakan dalam mencegahnya. Mari bawa anak balita kita ke posyandu atau fasilitas kesehatan terdekat secara rutin! Ayah dan Bunda akan mendapatkan banyak manfaat bahkan tanpa biaya sepeserpun! Pertumbuhan dan perkembangan anak, serta deteksi dini wasting, stunting, dan gizi buruk dapat terpantau dengan baik!

-Diva Setyaningtyas & Debita Entin Vindira

Mahasiswa Ilmu Gizi Universitas Jenderal Soedirman

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image