Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image zahrotul mujahidah

Cerpen: Bingkisan yang Tak Sampai

Sastra | Thursday, 23 Nov 2023, 15:23 WIB
Sumber gambar: wartakota.tribunnews.com

Rumah tua dengan halaman yang asri kulihat dengan jelas. Bunga-bunga bermekaran dengan ragam warna. Aku sangat menikmati suasana teduh di lingkungan itu.

Kurasa tak ada yang berubah dari pemandangan rumah tua itu. Masih seperti dulu. Hanya warna cat saat ini sudah mulai memudar dan mengelupas.

Rumah tua nan sederhana itu adalah tempat tinggal guruku. Guru yang mengajariku saat aku belajar di Sekolah Dasar. Bu Darsih namanya. Beliau guru yang sangat ramah dan baik hati. Karena jasa beliaulah aku bisa bersekolah.

Saat usia masuk SD, aku hanya ikut simbok dan bapak ke sawah. Sawahnya pun bukan milik keluarga. Simbok dan bapak hanya menggarap tanah kemudian nanti kalau panen akan ada bagi hasil.

Simbok dan bapak sebenarnya ingin menyekolahkanku. Namun karena rumah kami sangat jauh dari sekolah, aku tak disekolahkan. Mereka tidak tega kalau melihatku berangkat sendiri ke sekolah dengan jarak sekitar enam kilometer-an.

Suatu hari, selepas shalat Dhuhur, tiba-tiba perempuan berpakaian warna khakhi berjalan ke arah simbok dan bapak di gubuk. Perempuan itu juga mengajakku bersalaman dan bertanya siapa namaku.

“Saya Nurma, Bu,” jawabku.

Kemudian simbok dan bapak mempersilakan perempuan itu duduk di galar bambu (tempat duduk yang dibuat dari bambu) gubuk kami. Perempuan itu ternyata seorang guru dan memperkenalkan diri dengan nama Bu Darsih. Beliau menanyakan kepada orang tuaku, kenapa aku tak bersekolah.

“Jarak rumah kami jauh dari sekolah, Bu. Dan kami tak punya kendaraan untuk mengantarkan Nurma ke sekolah,” jawab bapak.

Perempuan itu mengangguk.

“Bagaimana kalau Nurma saya antar jemput, Bu-Pak?” tanya Bu Darsih.

Tanpa jawaban dari simbok dan bapak, aku langsung menjawab, “Saya mau, Bu!”

“Kamu benar ingin sekolah, Nur?” tanya Bapak.

Aku mengangguk dan gembira sekali.

***Hari berikutnya aku mulai berangkat sekolah. Karena aku belum punya seragam merah-putih, aku mengenakan pakaian rapi. Tak lama setelah aku bersiap-siap, Bu Darsih sampai depan rumah.

Kami segera berangkat, menuju ke sekolah.
Sesampai di sekolah, aku melihat anak-anak seusiaku sudah berada di halaman sekolah.

Seragam baru terlihat jelas di mataku. Aku jadi minder dan membalikkan badanku.

“Kau mau ke mana, Nurma?” tanya Bu Darsih.

“Saya mau pulang, Bu guru.”

Bu Darsih mendekati dan memegang pergelangan tanganku. Aku dituntunnya ke ruang guru. Beliau memintaku duduk di salah satu kursi.

Aku menuruti perkataan beliau. Aku duduk sambil memerhatikan segala hal yang ada di dalam ruang guru.

“Nurma, ini Bu Darsih kasih seragam ya. Kamu boleh ganti seragam atau dikenakan besok pagi,” Bu Darsih memberikan dua pilihan.

Tentu saja aku memilih untuk berganti seragam dengan dibantu Bu Darsih.

Selama kurang lebih enam tahun aku diantar jemput Bu Darsih. Namun kalau beliau berhalangan atau sakit, biasanya digantikan guru lainnya.

Jasa Bu Darsih sangat berharga untukku. Di masa-masa berikutnya aku melanjutkan sekolah dan kuliah dengan jalur prestasi. Alhamdulillah sekali langkahku dipermudah. Hingga aku akhirnya lulus kuliah dan bekerja di sebuah sekolah swasta, menjadi guru di sana.

Aku menjadi guru karena inspirasi dari Bu Darsih yang sangat menyayangi dan memerhatikanku juga teman-temanku.

***

Sesampai di teras rumah Bu Darsih, kuketuk pintu dengan pelan. Dari dalam muncul sosok perempuan sebaya denganku. Aku tersenyum padanya.

“Wah, Nurma. Kaukah itu?” tanya perempuan itu. Dia adalah putri Bu Darsih, Ernita. Aku dulu sering bermain dengannya kalau aku bermain ke rumah Bu Darsih. Kebetulan kami tidak satu sekolahan.
Aku dan Ernita berpelukan, melepas rasa kangen.

“Gimana kabar Bu Darsih, Nit?”

Ernita tak menjawab pertanyaanku. Wajahnya sendu.

“Ibu sudah tiada, Nurma. Seminggu yang lalu.”

***

Bingkisan untuk Bu Darsih kupegang dan kuletakkan di meja. Sebuah bingkisan yang tak sampai kepada guru kesayanganku. Aku tahu, kini aku hanya bisa mendoakan beliau. Orang sebaik beliau semoga kelak masuk surga-Nya.

___Branjang, 23 November 2023
#hari guru nasional #inspirasi guru #cerpen guru #selamat hari guru



Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image