Religius Tapi Nakal, Bukti Memudarnya Nilai Pancasila Pada Masa Kini
Eduaksi | 2023-11-23 06:50:00Dosen Pengampu : Dr. Ira Alia Maerani, S.H, M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung)
Penulis : Azizah Rahmatunnisa' (Mahasiswi S1 Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa Dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Sultan Agung)
Religius tapi nakal, sebuah paradoks yang kini tengah menjadi isu panas dan juga polemik dalam sosial, sebuah fakta yang pedas dan pahit, seakan menguliti kenyataan yang tersembunyi pada kehidupan masyarakat indonesia. Namun apakah fakta ini bisa menjadi pembenaran atas bobroknya kehidupan bermasyarakat bangsa indonesia pada masa kini dan apa hubungan hal ini dengan ideologi utama kita yaitu Pancasila.
Sebelum kita membahas pada topik utama, ada baiknya kita mengingat sebentar apa itu makna religius yang sebenarnya. Dalam kamus KBBI yang menjadi kamus rujukan utama dalam bahasa kita, religius bermakna keagamaan atau yang bersangkut paut dengan religi atau agama, dalam makna luas yang kita pahami religius biasanya disematkan pada seseorang yang begitu alim atau taat dalam beragama. Dalam sebuah riset yang dikembangkan oleh Pew's Global Attitude Survey menyebutkan bahwa Indonesia berada pada tingkat kedua yang menggangap bahwa agama adalah faktor penting dalam kehidupan dengan kadar nilai 93 tepat dibawah negara Ethiopia.
Namun mengapa pada realitanya kriminalitas seakan meningkat setiap harinya, tiada hari tanpa kasus kriminal terbaru yang kita lihat dalam layar kaca ataupun guliran media sosial yang tak pernah henti.
Padahal dalam benak siapapun kata religius rasanya tak pantas jika kita sandingkan dengan kata kriminal, apalagi dipadukan dalam kehidupan sosial sebuah bangsa. Maka saat ini mari kita coba untuk memahami sudut permasalahan ini dalam sudut pandang 5 sila utama Pancasila sebagai ideologi dasar negara Indonesia.
Dalam pembacaan Pancasila, sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, disini kita sudah mampu membayangkan betapa para Founding Fathers kita meletakkan religi atau agama menjadi dasar awal dalam perumusan ideologi, maka bagi saya pribadi hal ini sudah mampu menyambungkan permasalahan ini menjadi sudut pandang dalam ideologi kita.
Pahami terlebih dahulu bahwa religius pantas disematkan ketika seseorang memang taat pada agama yang dianutnya, terlepas dari agama apapun yang dianutnya saya rasa tidak ada agama yang secara terbuka mengizinkan terjadinya kriminalitas dalam agama mereka, entah itu pencurian, judi, pemerkosaan, korupsi, narkotika dan lain sebagainya.
Jadi rasanya lucu bahwa fakta seseorang berhak dianggap religius ketika dia bahkan tidak mendalami nilai agamanya, masih berbuat kerusakan yang dalam agama dinilai telah melanggar larangan Tuhan itu sendiri. Dia melakukan kriminalitas ditambah jarang menyambangi tempat ibadah, dan bahkan parahnya jika ditanya sudahkah ia mengerjakan ibadah dalam agamanya secara konsisten, jawabannya adalah nihil, lalu manusia tipe seperti itu apakah memang berhak kira proyeksikan sebagai contoh orang religius.
Kita bahkan bisa melihat dari pancasila yang kita gaungkan mencerminkan bahwa orang yang beragama baik (sila pertama), pastinya akan bersifat adil dan beradab (sila kedua), bertoleransi baik dan menjaga persatuan (sila ketiga), mampu memimpin dengan kebijaksanaan dan kemusyawaratan (sila keempat), dan ketika keempat aspek ini sudah berkumpul dalam pribadi bangsa indonesia maka pastinya akan tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apa itu mudah? sama sekali tidak, itu adalah hal yang sangat sulit, berada pada tingkat moralitas yang tinggi. Namun ini sudah menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia telah kehilangan nilai prinsip utama bagi bangsa Indonesia, kalau diibaratkan negara adalah kereta api, roda penggeraknya adalah hukum perundang-undangan, maka rel yang digunakan sebagai jalur adalah Pancasila. Kereta yang tidak berjalan lancar pada jalurnya tidak akan mampu bergerak dengan sempurna.
Lalu dari manakah awal letak masalahnya? entah itu menjadi tugas bersama untuk mencari tahu dimanakah titik permasalahan semua hal ini. Yang pasti lakukan dari hal kecil terlebih dahulu seperti mulai membenahi pribadi lalu lingkungan terdekat, hal yang kecil jika dilakukan konsisten dan bersama maka akan menciptakan impact yang besar juga. Dengan hal itu mari kita berharap bahwa suatu hari negara ini mampu kembali pada jalurnya sehingga bisa memberikan kenyamanan juga ketentraman bagi rakyat dan juga anak cucu kita kelak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.