Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dadang A. Sapardan

Prioritas Program Desa Terkait Stunting

Didaktika | Sunday, 19 Nov 2023, 13:05 WIB
Dadang A. Sapardan (Camat Cikalongwetan Kab. Bandung Barat)

Beberapa hari berselang dalam sebuah kegiatan sempat bertemu dengan beberapa Kepala UPTD yang membidangi kesehatan. Dalam kegiatan tersebut bahasan mengarah pada fenomena perkembangan stunting yang masih terjadi. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan penurunan stunting di wilayahnya masing-masing. Pemangku kepentingan pada level pusat sampai daerah menerapkan strategi tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat pada wilayahnya. Dalam pertemuan dengan dua kepala Puskesmas tersebut dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan sinergitas dan konsentrasi program dari berbagai pemangku kepentingan guna mendorong penurunan stunting. Selain itu, pemahaman terhadap pemangku kepentingan terutama level desa perlu terus digulirkan agar anggaran desa yang diterapkan untuk program penurunan stunting benar-benar mengarah secara efektif dan efisien.

Pada Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Pimpinan Daerah se-Indonesia, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menyampaikan arahan tentang berbagai langkah strategis yang harus dilakukan oleh para pimpinan daerah. Salah satu arahan yang disampaikan Presiden, terkait dengan fokusnya pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mendorong penurunan stunting.

Selanjutnya, pada Rapat Koordinasi Nasional dengan Penjabat Kepala Daerah, Presiden mengungkapkan pula beberapa hal yang substansinya relatif sama dengan ungkapannya pada rakor terdahulu. Salah satu program yang harus dilakukan oleh setiap penjabat kepala daerah adalah fokus pada upaya penurunan stunting.

Beranjak dari dua rapat koordinasi tersebut, stunting menjadi core program yang harus mendapat perhatian serius dari berbagai pemangku kepentingan. Perhatian khusus diperlukan dalam upaya mendorong penurunan stunting pada masing-masing wilayah yang menjadi daerah kerjanya. Dalam konteks ini pemahaman yang dibutuhkan terkait dengan intervensi yang dilakukan.

Permasalahan stunting sebagaimana diungkapkan Presiden merupakan tantangan yang berkenaan dalam persiapan menyongsong kehidupan kemasadepanan bangsa. Kehidupan yang penuh tantangan dan persaingan, terutama sekaitan dengan prediksi banyak pihak bahwa bangsa Indonesia akan menjadi salah satu negara yang berada pada level atas. Hal itu dimungkinkan karena negara ini tengah diberi anugrah bonus demografi dengan dominasi usia kerja (working age).

Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidakmampuan orang tua memenuhi kebutuhan primer rumah tangga.

Beberapa indikator yang harus menjadi perhatian antara lain (1) proporsi rumah tangga miskin dan rentan yang memperoleh bantuan sosial pemerintah, (2) prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita, (3) insidensi tuberkulosis, (4) persentase merokok penduduk usia 10–18 tahun, (5) angka rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas, (6) harapan lama sekolah, (7) Indeks Pembangunan Pemuda, (8) persentase angkatan kerja berpendidikan menengah ke atas, serta (9) proporsi pekerja yang bekerja pada bidang keahlian menengah dan tinggi.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, di mana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Stunting bukan hanya urusan tinggi badan yang tidak mencapai standar normal tetapi yang paling berbahaya adalah dampak dari stunting yang mengarah pada rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan kemuncuan penyakit-penyakit kronis.

Berdasarkan data tersebut, target yang harus dicapai pada tahun 2024 adalah penurunan kasus stunting harus berada pada angka 14%. Untuk mencapai angka tersebut bukanlah perkara mudah. Seluruh pemangku kepentingan harus bergotong royong untuk menerapkan berbagai program optimal dalam mendorong penurunan stunting. Semuanya harus bisa bersinergi guna bergerak melalui berbagai program terintegrasi. Program yang diterapkan harus mengesampingkan ego sektoral. Angka capaian pada 14% bukanlah angka yang sulit dicapai, sepanjang semuanya bergerak bersama untuk melakukan penurunan kasus stunting..

Sekaitan dengan paparan di atas, penanganan stunting yang melanda penduduk harus ditangani dengan cermat melalui intervensi kebijakan pemerintah pusat sampai dengan daerah. Dalam kaitan dengan ini, pelibatan jaringan harus sampai tingkat pemerintah paling bawah, baik desa, RW, dan RT. Melalui intervensi secara kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan, kasus stunting dimungkinkan untuk mengalami penurunan mencapai angka 14% bahkan dapat mencapai angka lebih rendah lagi dari target yang ditetapkan.

Kenyataan masih memperlihatkan bahwa intervensi yang dilakukan masih harus terus dibenahi sehingga treatment yang dilakukan efektif dan efisien. Dalam konteks intervensi, terdapat dua ranah yang harus dilakukan oleh setiap pemangku kepentingan, yaitu ranah intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Kedua ranah tersebut harus dipahami secara mendasar oleh setiap pemangku kepentingan, sehingga program yang dijalankan benar-benar berkontribusi dalam upaya melakukan penurunan stunting.

Berkenaan dengan intervensi spesifik, Kemenkes merilis bahwa untuk melakukan intervensi spesifik terdapat 11 (sebelas) program yang harus dilaksanakan. Kesebelas program dimaksud adalah skrening anemia, konsumsi tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri, pemeriksaan kehamilan, konsumsi tablet tambah darah bagi ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronik, pemantauan pertumbuhan balita, pemberian ASI eksklusif bagi bayi, pemberian MP-ASI kaya protein hewani bagi Baduta, tata laksana balita dengan asupan gizi, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi, edukasi untuk bebas buang air besar sembarangan.

Sedangkan intervensi sensitif merupakan langkah atau program yang berupaya mengurangi penyebab tidak langsung dari lahirnya warga stunting. Intervensi sensitif mengarah pada upaya penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi, serta peningkatan akses pangan bergizi.

Kedua intervensi dimaksud bukanlah pekerjaan mudah, manakala harus dilakukan secara parsial oleh satu atau dua pemangku kepentingan saja. Guna menekan laju-berkembangnya stunting, harus terbangun sinergitas dari seluruh pemangku kepentingan dengan intensifikasi komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi. Melalui penguatan tersebut akan ditemukan formulasi siapa berbuat apa dan siapa berbuat di mana.

Dalam konteks pemerintahan desa/kelurahan, upaya yang harus dilakukan adalah membuat kebijakan untuk menyusun dan menerapkan program intervesi yang benar-benar mengarah pada treatment efektif dan efisien sehingga kasus stunting di desa mengalami penurunan. Mengacu para Permendesa Nomor 7 Tahun 2023 tentang Rincian Prioritas Penggunaan Dana Desa diungkapkan bahwa dalam upaya melakukan pencegahan dan penurunan stunting, pemerintah desa dapat menerapkan beberapa program berikut: pemberian makanan tambahan dan beragam, bergizi, seimbang, dan aman dan berbasis potensi sumber daya lokal bagi anak usia balita dan ibu hamil; penyediaan, pemeliharaan, dan pengembangan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi aman; pengadaan media KIE tentang haka nak, gizi, kesehatan iu dan anak serta isu anak lainnya, keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; pengadaan alat kesehatan dasar dan alat peraga untuk posyandu; pendayagunaan lahan pekarangan keluarga dan tanah kas desa untuk pembangunan kendang, kolam, dan kebun dalam rangka penyediaan makanan sehat dan bergizi untuk keluarga sasaran stunting; konsolidasi data layanan dan data keluarga sasaran stunting; pemberian insentif; kegiatan pencegahan dan penurunan stunting lainnya.

Seluruh program yang dipaparkan di atas tentunya bukanlah program yang harus diterapkan oleh pemerintah desa. Program-program tersebut merupakan panduan yang dapat digunakan dan bersifat opsional. Setiap pemerintahan desa dapat menetapkan program yang dianggap mendesak sehingga menjadi program prioritas desa.

Sekalipun demikian, program pemberian makanan tambahan dan beragam, bergizi, seimbang, dan aman dan berbasis potensi sumber daya lokal bagi anak usia balita dan ibu hamil harus menjadi prioritas kebijakan. Hal itu patut dilakukan dalam upaya mendorong penurunan kasus stunting. Perencanan penerapan kebijakan disusun setelah pemerintahan desa melakukan verifikasi dan validasi terhadap data penderita stunting atau data potensial pengidap stunting. Program ini diterapkan dengan malihat ruang-ruang yang selama ini tidak terintervensi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Penerapan kebijakan untuk melakukan penurunan stunting menjadi tantangan pemerintah desa yang harus dijawab dengan program nyata. Penerapan program intervensi sensitif, terutama pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk masyarakat penderita dan rentang stunting harus menjadi prioritas. ****DasARSS.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image