Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahdan Amaral al

Syarat Menjadi Pemimpin dalam Perspektif Hukum Islam

Lainnnya | Friday, 17 Nov 2023, 20:48 WIB
https://www.ldkmuh.or.id/wp-content/uploads/2023/08/pemimpin.jpg

Masalah kepemimpinan merupakan tema yang selalu menarik untuk diperbincangkan dan tak akan pernah habis untuk dibahas. Ia akan selalu hidup dan digali setiap zamannya, dari generasi ke generasi guna mencari rumusan sistem kepemimpinan yang aktual dan tepat untuk diterapkan pada zamannya. Hal ini mengindikasikan bahwa paradigma pemimpin adalah sesuatu yang dinamis dan mempunyai kompleksitas yang tinggi, terlebih lagi Indonesia akan memasuki tahun politik yang di mana pergantian presiden, kepala daerah, dan lain sebagainya itu terjadi, karna Indonesia termasuk negara dengan sistem presidential, maka pergantian presiden menggunakan suara/dipilih rakyat atau lebih sering disebut dengan pemilihan umum (pemilu).

Dalam hal ini warga negara memiliki hak untuk memilih dan dipilih merupakan suatu hak asasi yang dijamin dalam UUD NRI Tahun 194. Pemilu atau pilkada merupakan salah satu cara penyaluran hak asasi manusia yang sangat prinsipal yaitu hak untuk memilih dan dipilih sebagaimana tercantum dalam Pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.

Pemilu merupakan bagian dari proses rakyat memilih pemimpin negara. Selain memilih pemimpin negara sebagai Lembaga eksekutif juga memilih DPR sebagai lemabaga legislatif dan kepala daerah sebagai eksekutif daerah.

Berbicara tentang pemilu terdapat suara rakyat yang akan memilih, baik itu Lembaga eksekutif maupun legislatif. Hal ini tidak lepas dari beberapa calon yang akan melanjutkan kinerja orang sebelumnya atau bisa jadi ia yang mencalonkan diri membuat gebrakan baru dengan kebijakan-kebijakan baru yang akan dibuatnya.

Dan agar dapat diikutkan dalam pemilihan, maka harus mencalonkan diri ke KPU dengan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Akan tetapi banyak diantara calon yang gagal untuk tahap pencalonan, karena ada salah satu syarat/kriteria yang tidak dipenuhi yaitu syarat tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Adanya syarat tersebut banyak calon merasa haknya dirugikan oleh undang-undang tersebut, misalnya Agus, yang merupakan mantan napi korupsi yang pada akhirnya mempersoalkan frasa mantan terpidana korupsi, ia merasa bahwa undang-undang berlaku tidak adil pada mantan napi.

Pokok putusan tersebut yakni menetapkan bahwa pasal 4 ayat (3), pasal 11 ayat (2) huruf d, dan lampiran model B.3 fakta integritas sebagaimana diajukan oleh pemohon, bertentangan dengan undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sehingga peraturan ini tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan tidak berlaku untuk umum.

Legalitas mantan napi sebagai kandidat yang akan turut serta dalam pemilihan kepala negara dan pemilihan umum sensitive untuk dibicarakan. Iktikad baik Lembaga penyelenggara pemilu dalam menghasilkan calon terbaik dalam pemilihan kepala negara dan pemilihan umum lainnya harus didukung.

Iktikad baik tersebut harus memperhatikan sumber hukum yang berlaku demi tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Legalitas mantan napi sebagai kandidat tidak terlepas dari putusan Mahkamah Konstitusi yang dalam beberapa putusannya bersifat konstitsional bersyarat terhadap kandidat yang pernah dinyatakan bersalah melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Dengan adanya putusan tersebut maka peluang mantan napi untuk mengikuti pencalonan sebagai kepala daerah terbuka lebar bagi siapapun. Perihal pencalonan mantan napi sebagai kepala negara, apakah mnasih relevan atau masih rancu tentang peraturan atau undnag-undang yang ada atau justru malah menimbulkan masalah baru jika dikaitkan dengan perspektif hukum islam.

Sebagai umat muslim yang bertaqwa tentunya perlu melihat dan memahami bagaimana pandangan-pandangan atau konsep-konsep penyelesaian suatu permasalahan hukum dari kacamata hukum Islam.

Dalam kacamata hukum Islam, suatu perbuatan dinamai Jarimah (tindak pidana, peristiwa, atau dekil) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain, harta benda, keamanan, tata aturan Masyarakat, nama baik, ataupun hal yang lain yang perlu diperlihatkan dan dijunjung tinggi keberadaannya.

Mantan napi merupakan orang yang dulu pernah melakukan perbuatan tindak kriminal yang merugikan orang lain dan telah menjalani hukum pidana. Dalam Islam orang yang pernah melakukan perbuatan tercela ataupun dosa dianggap sebagai cacat moral sehingga hak-haknya tidak bisa diperoleh secara penuh kecuali telah bertaubat, dan mengerjakan perbuatan baik sebagai penghapus dosa.

Dalam konsep siyasah dusturiyah yang merupakan dari fiqih siyasah yang mencakup masalah perundang-undangan dan hak umat, di negara Islam mencakup seluruh rakyat baik muslim maupun lafir zimmy, naik kaya maupun miskin, yang pejabat maupun bukan. Mereka semuanya mempunyai hak-hak yang harus dijamin, dihormati, dan dilindungi oleh pemerintah. Termasuk hak-hak mantan napi yang sudah bertaubat dia juga berhak untuk mendapatkan perlindungan, jaminan atas hak-hak asasi dari pemerintah.

Dengan demikian mantan napi merupakan orang yang telah melewati masa hukuman atau sanksi yang diperoleh dari putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam kurun waktu tertentu di Lembaga pemasyarakatan sebagai konsekuensi dari tindak pidana yang telah dilakukan dan sudah mendapatkan Kembali kemerdekaannya untuk kembali ke dalam masyarakat.

Sedangkan islam tidak membeda-bedakan dalam kedudukan, ras, agama, maupun status sosialnya dalam Masyarakat. Sehingga mantan napi maupun bukan memilik hak-hak yang sama dalam pandangan Islam apabila ia benar-benar telah bertaubat.

Lalu, apakah ada kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam perspektif Islam?

Dalam Islam terdapat beberapa kriteria menjadi pemimpin yang ideal, menurut ibn Khaldun syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin, yaitu;

1. Berilmu, karena ia menjadi pelaksana hukum Allah SWT. Ia harus mujtahid dan tidak bertaklid

2. Adil, pemimpin adalah jabatan tertinggi, selain menduduki dan meliputi jabatan keagamaan juga jabatan politik di Tengah-tengah umat dan negara

3. Mempunyai kemampuan, keberanin dalam menegakkan hukum

4. Sehat badan

5. Bertanggung jawab

Kelima syarat tersebut perlu untuk dipenuhi sebelum memilih atau seseorang diberi mandat untuk menjabat sebagai kepala negara atau pemimpin.

Berhubung kita akan memasuki tahun politik, maka dari itu pilihlah pemimpin yang tepat dan dengan kriteria yang sesuai dalam pandangan Islam. Terlebih kita sebagai anak muda untuk terlibat aktif dalamn pemilihin ini dan golput bukan solusi yang tepat, anak muda harus punya pilihan karena, ketika kesempatan tersebut diabaikan.

Sementara ada partai politik yang memiliki banyak pendukung setia terus diajak untul memilih, maka partai tersebut memilik kesempatan untuk memenangkannya, tidak peduli partai tersebut berkualitas atau tidak, tetapi karena memiliki jumlah suara yang tinggi maka partai tesebut yang berhasil memenangkan pemilu.

Maka pilihlah pemimpin dengan tepat guna menjadikan Indonesia sebagai negara yang unggul dan maju

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image