Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rizky Ramadhan Fuldya

Paul Anjing Penurut

Sastra | 2023-11-16 21:44:16
https://pin.it/6JzGoU

Di pendestrian jalan M.H. Thamrin engan bisingnya suara kendaraan yang membunyikan klakson untuk segera berjalan ketika lampu lalu lintas berganti warna menjadi hijau.

Ratusan, ribuan, bahkan jutaan manusia melewati jalan M.H. Thamrin. Ada yang baru saja turun dari bis kota, menunggu tukang ojek, berolahrga, dan berjalan menuju kantor terdekatnya.

Tak hanya dengan kendaraan, tersisir debu-debu jalanan, asap kendaraan yang membuat napas terasa berat, dan rindang dedaunan yang berjatuhan di sudut jalan raya.

Pendestrian itu dibuat semenarik mungkin, agar para manusia yang melewati jalan itu merasa sangat nyaman

Namun pada hari itu tak seperti biasanya, kulihat anjing yang tertidur pulas di dekat tempat perhentian bis transjakarta.

Orang-orang tak memerdulikan anjing yang terlihat kotor, berliur, berjamur itu. Anjing yang malang!

Kubiarkan anjing itu karena sangat kotor, segera aku melewatinya. Matanya terbelalak, seakan mau mencabiku dengan kuku dan taringnya yang sangat tajam.

Tak kuhiraukan tatapan mata sadis itu melihatku.

Ia menghampiriku, berlari sangat cepat. Aku menyiapkan sebatang kayu dan segenggam batu untuk mengusir anjing itu. Tapi ia tidak menggonggong.

Wajah masam terlihat ingin mendekatiku. Mungkin karena aku mempunyai bau khas yang disukai binatang. Entah apa gerangan aku mulai tak takut dengan tatapan ganasnya.

Tanpa sadar aku menghampirinya, orang sekitar menatapku sinis! Mengelus anjing kotor jalanan yang tak punya tuan dan tak tau kembali pulang.

Terlantar! Ia hanya terlantar di sudut kota Jakarta. Kupikir ia hanya buangan dari pemilik lamanya.

Peduli setan aku dengan cibiran dan tatapan orang sekitarku, justru saat ini yang lebih kutakutkan itu manusia yang hanya bisa memandang diriku sebagai manusia yang tak bersih karena terkena kotoran dan liur bau dari anjing jalanan.

Tak mau ambil pusing, segera kubawa anjing ini kerumahku.

Pertama-tama aku membawanya ke toko peliharaan terdekat untuk membersihkannya agar terlihat lebih menawan seperti anjing peliharaan.

Penjaga toko begitu ramah walaupun melihat anjing jalanan yang kubawa.

“Duh kamu kotor sekali, habis main dari mana sih?” Tanya penjaga toko.

“Bukan habis main ini mba, tadi saya ketemu dijalan, kirain anjing buduk yang mau gigit saya, eh taunya malah minta dimandiin,” ucapku.

“Walaupun situ bilang anjing buduk tapi mau juga bawa-bawa nih anjing,” ucapnya.

“ahahaha begitulah, kasian saya juga ngeliatnya,” ucapku.

Sedikit ledekan dari penjaga toko peliharaan yang membuatku melepas penat dari penatnya kota Jakarta yang tak lepas dari masalah.

“Ngomong-ngomong mau dikasih nama siapa mas anjingnya?” tanya penjaga toko.

Aku tak paham betul nama-nama hewan yang beredar dimanapun.

“Hhmm siapa ya, saya juga bingung nih mba mau ngasih nama apa. Ini aja baru pertama kali nyelamatin hewan kaya gini,” jawabku.

Penjaga toko hanya berdiam, kurasa ia akan memberi saran untuk menamakan anjing ini.

“Gimana kalo namanya Paul?” tanya penjaga toko.

“Wah boleh tuh, keren juga lu ngasih nama,”

Gelak tawapun lepas karena celotehanku.

Paul namanya. Anjing itu kuberi nama Paul, ia terlihat senang dengan namanya.

Beberapa waktu terlewat menunggu Paul yang sedang dibersihkan, ia muncul dari celah gorden coklat.

Takjub, ternyata paul begitu bersih sampai aku tak mengenalinya.

Wajah sumringah itu membuatku tersenyum senang melihat Paul yang bahagia.

Karena merasa terselamatkan, paul sangat mematuhi apa yang kusuruh.

Jika aku sedang bosan, aku mengajak Paul untuk sekedar berjalan di taman kota yang rimbun. Berlari mengitari kota di tengah kemacetan kendaraan yang penuh sesak.

Sampai lupa akan waktu yang telah berlarut sampai gelap menyelimuti.

Sampai seterusnya paul tetap begitu.

Ia sempat kuberi pesan, entah mengerti atau tidak. Akan tetapi sepertinya ia mengerti apa yang kukatakan.

Sebelumnya aku berpesan padanya.

“Paul, kalau aku sedang bosan hiburlah aku, kalau aku sedang sedih hiburlah aku, lakukan saja tanpa disuruh. Mungkin itu yang namanya inisiatif,”

“Ohiya walaupun aku tau kamu lagi istirahat dan tertidur, aku tetap memintamu untuk menghiburku,”

Aku mengira ia tak akan mengerti apa yang kuucapkan.

Paul memang terlihat senang denganku, ia selalu menghiburku sehabis berlari mengitari kota denganku.

Ia tak tampak terlihat lelah, walaupun kadang kulihat kakinya gemetar, tubuhnya melemas. Paul tetap saja melakukannya dengan senang hati.

Aku membayar kesenangan itu dengan makanan dan kasih sayang yang telah kuberikan pada Paul.

Agar ia terlihat lebih sehat dan bugar seperti anjing peliharaan yang sepantasnya dan lucu menggemaskan.

Terkadang aku suka mengucap padanya.

“Kita sudah seperti keluarga paul, aku bukan tuanmu dan kau bukan anak buahku. Kita itu keluarga paul!”

Ia hanya menggonggong senang mendengar ucapanku yang tak karuan.

Lama kelamaan ia mempunyai inisiatif seperti yang aku katakan tempo hari. Kurasa ia jadi “Anjing Penurut” yang manut dengan tuannya.

Bahkan terlihat seperti manusia yang telah diberi nilai kertas untuk memotivasinya dengan realita yang menjadi angan-angan di masa tua.

Ah! Tapi binatang tidak seperti manusia yang dipenuhi nilai moral yang dibuat oleh manusia itu sendiri, tetapi binatang hanya mengikuti tuannya kemanapun ia senang dan sangat setia pada tuannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image