Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image SABILLAH FIRDA MAHARANI MALAWAT

Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial Dari Sudut Pandang Hukum Positif dan Hukum Islam

Eduaksi | Thursday, 16 Nov 2023, 19:59 WIB
Ilustrasi sosial media (sumber:https://www.belajarlagi.id/post/panduan-lengkap-belajar-social-media-marketing)

Pencemaran nama baik adalah tindakan merusak reputasi atau citra seseorang dengan menyebarkan informasi palsu, merendahkan, atau menciptakan persepsi negatif terhadap mereka. Ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari gosip hingga penyebaran berita palsu di media sosial atau platform online lainnya.

Akhir-akhir ini marak kasus-kasus pencemaran nama baik melalui media sosial dan platform online seperti facebook,twitter dan lain lain.

Pencemaran nama baik lewat media sosial internet. Bahkan bisa dikatakan hampir setiap hari sebenarnya terjadi kasus serupa, yang hal ini disebabakan semakin bebasnya masyarakat dalam mengekpresikan pendapatnya melalui internet dalam hal ini media sosial. Penggunaan media sosial yang tidak bijak bisa berujung pada sanksi dan konsekuensi negatif. Banyak platform memiliki kebijakan penggunaan yang harus diikuti, dan melanggarnya dapat mengakibatkan tindakan hukum pidana.

Secara umum, tindakan pencemaran nama baik di media sosial dapat dianggap sebagai bentuk fitnah atau pencemaran nama baik dalam hukum pidana. Hukuman yang mungkin diterapkan bisa berupa denda, hukuman penjara, atau keduanya, tergantung pada hukum yang berlaku di yurisdiksi tersebut.

Selain itu, beberapa negara memiliki undang-undang khusus yang mengatur kejahatan cyber, yang mencakup tindakan pencemaran nama baik atau penghinaan online. Penting untuk memahami undang-undang yang berlaku di wilayah atau negara tertentu dan berkonsultasi dengan ahli hukum.

Sebelum adanya media sosial pengaturan tentang pencemaran nama baik diatur dalam ketentuan-ketentuan pasal-pasal KUHP sebagai berikut :

Pasal 310 KUH Pidana, yang berbunyi : (1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“. (2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan Hukum pidana terkait pencemaran nama baik di media sosial bisa bervariasi antar negara atau yurisdiksi. Beberapa negara memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur kejahatan difamasi atau pencemaran nama baik dalam konteks online, sementara negara lain mungkin menggunakan undang-undang yang lebih umum untuk menangani kasus ini.tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.

Pasal 315 KUHP, yang berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Setelah adanya internet maka diatur dalam ketentuan Undang-undang ITE, yaitu : Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, Pasal 45 UU ITE, yang berbunyi : (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Bahwa pencemaran nama baik, yang secara langsung maupun melalui media sosial/internet adalah sama merupakan delik aduan, yaitu delik yang hanya dapat diproses oleh pihak kepolisian jika ada pengaduan dari korban. Tanpa adanya pengaduan, maka kepolisian tidak bisa melakukan penyidikan atas kasus tersebut.

Sedangkan untuk delik aduan sendiri berdasarkan ketentuan pasal 74 KUHP, hanya bisa diadukan kepada penyidik dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak peristiwa tersebut terjadi. Artinya setelah lewat jangka waktu 6 (enam) bulan, kasus pencemaran nama baik secara langsung maupun melalui media sosial / internet tidak lagi bisa dilakukan penyidikan. Oleh karenanya bagia nda yang merasa dicemarkan nama baiknya baik secara langsung maupun melalui media sosial internet harus mengadukannya dalam jangka waktu tersebut.

Selain itu suatu kalimat atau kata-kata yang bernada menghina atau memcemarkan nama baik, supaya bisa dijerat pidana harus memenuhi unsur dimuka umum, artinya jika dilakukan secara langsung harus dihadapan dua orang atau lebih, dan jika melalui media sosial harus dilakukan ditempat yang bisa dilihat banyaka orang semisal wall facebook, posting group, dan lain sebagainya. Kalimat hinaan yang dikirim langsung ke inbox atau chat langsung tidak bisa masuk kategori penghinaan atau pencemaran nama baik, karena unsur diketahui umum tidak terpenuhi.

Sedangkan dalam hukum pidana Islam, termasuk dalam konsep "pencemaran nama baik" atau "qadzaf," ditegaskan bahwa menuduh seseorang melakukan perbuatan zina tanpa bukti yang kuat dapat menjadi suatu pelanggaran serius. Konsep ini didasarkan pada prinsip keadilan dan perlindungan terhadap martabat dan reputasi individu.

Pencemaran nama baik dalam hukum pidana Islam dapat terjadi dalam beberapa bentuk, termasuk fitnah (tuduhan palsu) atau ghibah (menggunjing). Hukuman yang mungkin diterapkan tergantung pada berbagai faktor, termasuk seriusnya tuduhan, bukti yang ada, dan dampak yang dihasilkan dari pencemaran nama baik tersebut.

Pada umumnya, untuk menegakkan hukum pidana Islam terkait pencemaran nama baik, diperlukan bukti yang kuat dan terpercaya. Jika seseorang dinyatakan bersalah melakukan pencemaran nama baik, hukuman yang mungkin diberikan termasuk hukuman fisik, denda, atau keduanya, sesuai dengan hukum yang berlaku di negara atau yurisdiksi yang menerapkan hukum pidana Islam.

Penting untuk dicatat bahwa praktik dan implementasi hukum pidana Islam dapat bervariasi antara negara-negara yang menerapkannya, dan penggunaan hukuman fisik seperti cambuk dapat menjadi kontroversial dalam konteks hak asasi manusia. Beberapa negara yang menerapkan hukum pidana Islam mungkin memiliki persyaratan bukti yang ketat untuk menghindari penyalahgunaan sistem hukum, sementara yang lain mungkin memiliki interpretasi yang lebih luas terkait hukuman dalam kasus pencemaran nama baik.

Demikian sekilas tentang tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial/internet dari sudut pandang hukum positif maupun islam.

Sumber Referensi:

1 Ari, W. (2012), kebijakan kriminalisasi delik pencemaran nama baik di Indonesia, Volume 7.Nomor 1, Januari 2012. Hlm 2

2 Chazawi, A. (2013), Hukum Pidana Positif Penghinaan, Malang: Bayumedia Publishing, hlm. 3

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image