Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Shafira Angeliqa Putri

Fenomena Bunuh Diri dalam Kajian Paradigma Stigma

Edukasi | Thursday, 16 Nov 2023, 11:56 WIB

Masyarakat dikagetkan dengan maraknya mahasiswa bunuh diri yang meningkat di Indonesia akhir tahun ini. Bunuh diri bisa terjadi karena ketidakmampuan seseorang dalam menghandle pikiran dan emosinya. Setiap orang pastinya memiliki keinginan dan harapan di dalam hidupnya tetapi jika keinginan dan harapan itu tidak bisa dicapai akan ada rasa kecewa dan marah. Hal itu wajar terjadi pada setiap orang khususnya mahasiwa yang masih di tahap labil akan masalah yang dihadapinya, terlebih pada saat seorang mahasiswa yang tinggal jauh dari ligkungan aslinya.

Kartika Sari Dewi, S.Psi., M.Psi, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro menjelaskan bahwa kesehatan mental merupakan penyakit seperti pada umumnya ada yang kondisi akut ada juga yang kronis. Ide-ide tentang bunuh diri biasanya muncul ketika mahasiswa sudah ada ditahap depresi itu termasuk keadaan yang sudah kronis.

“Semakin seseorang tumbuh dewasa, seseorang akan mempunyai tuntutan kehidupan yang semakin banyak juga hal itu mengakibatkan terjadinya penekanan terhadap seseorang dan itu yang membuat orang akan nekat melakukan percobaan bunuh diri bisa dari faktor ekonomi, percintaan, lingkungan dan sebagainya. Karena dengan itu mereka mengira semua masalah akan cepat selesai tetapi ada juga yang beranggapan bunuh diri adalah solusi dari sebuah pelarian “

Dalam seminggu di bulan Otober 2023 lalu sudah terjadi dua kali peritiwa mahasiswi yang bunuh diri, peristiwa ini terjadi pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta diduga mahasiswi mengalami stress mahasiswi tersebut meminum obat sakit kepala 20 butir sekaligus pada Ahad malam, 1 oktober 2023. Dugaan tersebut diperkuat dari ditemukannya bungkus obat tersebut.

Dari tekanan mental, stress, depresi yang ditemukan pada seorang mahasiswa paradigma stigma dapat membuatnya enggan mencari bantuan karena takut dianggap lemah atau tidak mampu mengatasi masalahnya. Jika dari lingkungan tersebut memiliki pandangan yang lebih terbuka dari kasus tersebut memungkinkan mahasiswa mengurugkan niatnya melakukan hal tersebut, karena akan merasa lebih nyaman mencari dukungan kesehatan mental tanpa rasa takut di cap sebagai orang yang “gagal” oleh lingkungannya.

Oleh karena itu lingkungan menjadi salah satu faktor penting untuk keberlangsungan hidup seorang mahasiswa agar terhindar dari rasa stress juga depresi. Dalam kasus seperti ini sangat penting untuk kita saling merangkul satu sama lain agar tidak pernah terulang lagi kejadian seperti sebelumnya. Semoga kejadian seperti ini menjadi pengingat untuk meningkatkan kesadaran kita dalan mendukung kesehatan mental mahasiswa, semua orang harus merasa nyaman untuk mencari bantuan dan berbicara tentang masalah yang mereka hadapi tanpa rasa takut atau malu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image