Hukum Bayi Tabung dalam Pandangan Islam
Agama | 2023-11-13 13:57:38
Pada masa sekarang banyak pasangan suami istri yang tidak bisa memiliki keturunan karena beberapa faktor tertentu. Kebanyakan pasangan suami istri yang tidak bisa memiliki keturunan biasanya melakukan proses bayi tabung.
Bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) adalah salah satu metode medis yang dilakukan oleh pasangan yang sulit atau tidak bisa memiliki keturunan. Proses ini dilakukan dengan cara mempertemukan sel sperma suami dan sel telur istri di luar tubuh sampai membentuk embrio. Setelah itu embrio tersebut ditanamkan ke Rahim istri.
Pada persoalan ini, apakah ajaran Islam membolehkan pasangan suami istri melakukan proses bayi tabung?. Dalam ajaran Islam, proses bayi tabung diperbolehkan oleh kebanyakan ulama. Dengan syarat sel sperma dan sel telur tersebut berasal dari pasangan suami istri yang sah.
Proses bayi tabung bisa menjadi haram hukumnya jika sperma atau ovumnya didapatkan dari pasangan yang bukan suami istri yang sah. Karena dengan cara tersebut sama saja dengan berhubungan intim antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina).
Hukum bayi tabung juga bisa menjadi haram apabila seorang suami mengeluarkan spermanya dengan cara muhtaram. Sperma muhtaram adalah sperma yang keluar atau dikeluarkan dengan melakukan cara yang dilarang oleh syar’i.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menjelaskan bahwa hukum bayi tabung dalam islam harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1. Dilaksanakan atas keinginan suami dan istri
2. Proses tersebut dilakukan saat masih dalam status suami istri yang sah
3. Dilaksanakan sebab keadaan darurat agar bisa memilki keturunan
4. Perkiraan dokter yang memungkinkan akan memberikan hasil dengan cara tersebut.
Selain itu, dalam proses bayi tabung agama Islam juga menyarankan tenaga medis yang membantu proses tersebut adalah dokter Perempuan yang muslim. Namun jika tidak ada dokter Perempuan yang muslim, maka proses tersebut boleh dibantu oleh dokter Perempuan yang bukan muslim.
Dalam dasar hukum di Indonesia, pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 16 Ayat 1 dan 2, disebutkan:
(1) Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri dalam mendapatkan keturunan.
(2) Upaya kehamilan di luar cara alami sebagai mana yang disebut pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga Kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
c. Pada sarana Kesehatan tertentu.
Adapun peluang seorang istri melahirkan bayi yang sehat setelah melakukan proses bayi tabung tergantung beberapa faktor, yaitu:
1. Usia istri
Semakin muda usia istri, maka semakin besar kemungkinan istri tersebut hamil dan melahirkan bayi yang sehat.
2. Sejarah kehamilan
Seorang istri yang pernah melahirkan akan lebih mungkin untuk bisa hamil dalam menggunakan bayi tabung dibandingkan Wanita yang belum pernah melahirkan.
3 .Faktor gaya hidup
Seorang istri yang memiliki gaya hidup yang kurang baik biasanya memiliki sedikit sel telur yang bisa diambil pada proses bayi tabung dan mungkin bisa mengakibatkan keguguran.
Proses bayi tabung juga memiliki dampak resiko yang bisa terjadi, diantaranya adalah tekanan darah yang tinggi,preeklamsia,retardasi pertumbuhan,pendarahan dan tingkat kelahiran prematur.
Oleh karena itu, untuk pasangan suami istri yang ingin melakukan proses bayi tabung sebaiknya mempelajari terlebih dahulu dampak dan resiko yang akan terjadi dan harus mengikuti prosedur-prosedur yang sudah ditentukan oleh dokter agar bayi bisa dilahirkan dengan selamat dan sehat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
