Dagelan Politik, Berhentilah Berharap pada Demokrasi
Politik | 2023-11-08 22:18:54DAGELAN POLITIK, BERHENTILAH BERHARAP PADA DEMOKRASI.
Selain mengikuti perkembangan berita perang Palestina dengan zionis Yahudi, kita juga harus tetap waspada dengan pergolakan politik dalam negeri. Hiruk pikuk persiapan Pemilu 2024, komunikasi politik, kampanye di medsos, saling sanjung dan kritik, menjadi fenomena yang lumrah kita temui akhir – akhir ini. Ada satu hal yang mengejutkan, tentang berita pencopotan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Ia hanya dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK, tetapi tidak dipecat sebagai anggota Hakim MK.
Berikut kutipan dari artikel CNN Indonesia "Mahfud MD soal Anwar Usman Tak Dipecat MKMK: Justru Putusan yang Tepat" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231108154534-12-1021606/mahfud-md-soal-anwar-usman-tak-dipecat-mkmk-justru-putusan-yang-tepat.
"Menurut saya itu justru putusan yang tepat, karena kalau misalnya Ketua MK yang sudah jelas-jelas melakukan pelanggaran berat itu dicopot dengan tidak hormat dari jabatan hakim, dia boleh mengusulkan pembentukan MKMK baru untuk banding. Itu berisiko, bisa dibatalkan keputusan MKMK itu," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (8/11).
Mahfud menegaskan putusan MKMK terhadap Anwar telah tepat lantaran tak bisa diganggu gugat dan bersifat final sejak putusan diucapkan. Menurutnya, Anwar juga dijatuhkan sanksi tidak boleh mengadili perkara sengketa pemilu di MK.
"Tapi kalau dicopot dari jabatannya dan dilarang menyidangkan perkara hasil pemilu, wah itu sudah tepat, dia enggak bisa minta banding, sudah final mengikat dan berlaku sejak tadi malam," ujarnya.
Penulis pribadi menganggap cukup masuk akal alasannya tidak dipecat, agar tidak bisa melakukan banding. Tetapi yang membuat terheran – heran adalah penjelasan berikut ini :
Lantas pertanyaan besarnya, apakah putusan MKMK bisa berpengaruh ke putusan MK soal syarat usia capres-cawapres jika nantinya Anwar Usman cs dinyatakan melanggar etik?
Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai apapun putusan MKMK nantinya tak akan bisa untuk mengubah putusan MK soal syarat usia capres-cawapres.
Baginya, MKMK hanya bertanggung jawab untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan kode etik Hakim Konstitusi.
“Putusan MKMK tidak akan pernah bisa mengubah Putusan MK, karena itu mandat dari UUD 1945 dan UU MK," kata Julius kepada CNNIndonesia.com, Minggu (5/11).
Meski begitu, Julius menjelaskan putusan MKMK nantinya bisa menggali relasi antara legal error atau penyelundupan hukum dalam putusan MK melalui judiciary misconduct atau pelanggaran prosedur/hukum acara.
Sehingga, bila nantinya ditemukan hakim MK bersalah atas pelanggaran etik, putusan MKMK bisa jadi titik tolak terhadap pengujian baru atas putusan MK yang janggal tersebut.
"Putusan MKMK bisa dan harus jadi titik tolak terhadap pengujian baru atas Putusan MK yang penuh pelanggaran dan kejanggalan tadi," kata Julius.
Senada dengan Julius, Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Fahri Bachmid berpendapat tak ada argumentasi hukum yang memadai putusan MKMK dapat membatalkan produk putusan MK.
Baca artikel CNN Indonesia "Apakah Putusan Etik Anwar Cs Bisa Gugurkan Putusan MK soal Cawapres?" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231106092529-12-1020378/apakah-putusan-etik-anwar-cs-bisa-gugurkan-putusan-mk-soal-cawapres.
Aneh bukan, bagi penulis yang awam dengan sepak terjang politik praktis di ranah demokrasi ini, sangat tidak masuk di logika. Bagaimana mungkin pejabat yang dicopot jabatannya karena membuat keputusan yang salah, tetapi hasil keputusannya tetap dianggap sah dan berlaku.
Tapi itulah kenyataannya, hukum buatan manusia ini tidak mempunyai standar benar salah yang bisa memuaskan logika, menentramkan akal, apalagi sesuai dengan fitrah manusia. Hukum dibuat sesuai kepentingan, bisa diutak – atik, dirubah dan diatur semaunya. Begitulah manusia, itulah yang terjadi dalam sistem demokrasi. Demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, hanyalah jargon omong kosong. Demokrasi sudah keliru dari asasnya. Dalam demokrasi, manusia yang membuat aturan, semaunya sendiri atau kesepakatan dengan kelompoknya. Demokrasi tidak berasal dari agama, bahkan tidak ada hubungannya sama sekali.
Ini sangat bertentangan dengan sistem Islam. Dalam Islam hanya Allah yang berhak membuat hukum, manusia hanya diminta menjalankan, menerapkan, dan standarnya jelas, berasal dari perintah dan larangan Allah SWT yang telah disampaikan melalui Al Qur’an maupun hadits Rosulullah saw, Ijmak para sahabat Rosulullah saw, dan qiyas. Apa – apa yang diperintahkan Allah dan RosulNya maka ikutilah, apa – apa yang dilarang maka tinggalkanlah. Standarnya adalah halal dan haram. Apa yang dihalalkan maka boleh diambil atau dilakukan, apa yang diharamkan maka harus ditinggalkan, berbeda dengan system demokrasi, manusia bisa membuat aturan, bahkan dengan voting, contoh satu kasus yang pernah terjadi di DKI Jakarta terkait saham di Perusahaan minuman keras, dalam Islam jelas bahwa miuman keras adalah haram, tapi dengan alasan bahwa keuntungan dari Perusahaan tersebut bisa mendatangkan pemasukan bagi kas APBD DKI, akhirnya DPRD bersikukuh mempertahankan saham tersebut, meskipun Gubernurnya ingin melepaskan. Inilah contoh nyata bahwa demokrasi tidak bisa digunakan sebagai jalan untuk menerapkan aturan Allah. Demokrasi tidak dirancang untuk itu. Demokrasi bisa diatur sesuka hati manusianya yang sedang menjadi penguasa, seperti pada kasus batasan usia capres dan cawapres ini. Jadi berhentilah berharap pada demokrasi yang telah gagal menghadirkan rasa keadilan, tidak memuaskan akal, tidak menentramkan hati, bertentangan dengan fitrah manusia.
Demokrasi hanya akan menghasilkan dagelan politik, permainan elit penguasa, yang berlomba – lomba mencari dukungan rakyat. Setelah berkuasa, jangan harap mereka berpihak pada rakyat. Mau bukti ? Lihatlah beraneka ragam kasus yang terjadi di negeri ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.