Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Slamet Samsoerizal

Survei: Alam Lebih Mungkin Atasi Perubahan Iklim daripada Rekayasa Geoengineering

Teknologi | Sunday, 05 Nov 2023, 18:47 WIB
Alam mampu atasi dirinya dalam mengatur iklim (Earth/SSDarindo)

Perubahan iklim masih menjadi salah satu tantangan utama, yang memicu berbagai solusi dan intervensi yang diusulkan. Di tengah-tengah diskusi tersebut, sebuah makalah penelitian yang tayang pada jurnal Global Environmental Change, menyoroti sentimen publik terhadap berbagai strategi mitigasi perubahan iklim.

Dikutip dari laman Earth, penelitian ini menyoroti kecenderungan yang signifikan di antara orang-orang terhadap solusi alami seperti penanaman pohon dan konservasi hutan hujan dibandingkan dengan metode teknologi seperti geoengineering.

Media sosial sebagai lensa opini publik

Penelitian komprehensif ini melibatkan analisis lebih dari 1,5 juta unggahan media sosial dari platform X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter). Dengan menggunakan model bahasa berbasis Ai atau kecerdasan buatan yang canggih, para peneliti dari University of Cambridge, Mercator Research Institute, International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), dan Boston University telah mengidentifikasi pola yang jelas dalam respons emosional publik terhadap berbagai solusi perubahan iklim. Khususnya, solusi yang dilabeli sebagai geoengineering.

Geoengineering menimbulkan "rasa takut dan jijik"

Unggahan yang berkaitan dengan istilah geoengineering sering kali dibarengi dengan sentimen negatif seperti “jijik" dan "takut". Istilah ini sering dikaitkan dengan strategi teknologi radikal. Ini termasuk penyemprotan aerosol ke atmosfer atau penggunaan layar luar angkasa tenaga surya. Ide-ide seperti ini tampaknya menimbulkan rasa khawatir yang besar dalam wacana publik.

Sebaliknya, upaya-upaya berbasis alam, termasuk pelestarian ekosistem penyimpan karbon seperti hutan hujan, hutan rumput laut, dan rawa gambut, mendapatkan ekspresi yang lebih positif, terutama "kegembiraan". Temuan ini mencerminkan kenyamanan dan preferensi yang lebih luas terhadap strategi alami untuk mengatasi perubahan iklim.

Asisten Profesor Ramit Debnath adalah Cambridge Zero Fellow di University of Cambridge dan salah satu penulis studi ini. Dia menekankan pentingnya media sosial dalam menangkap semangat zaman dari opini publik. Debnath menyatakan bahwa percakapan di media sosial menawarkan banyak data yang dapat menginformasikan bagaimana publik yang memberikan suara dapat terlibat dalam solusi iklim yang diusulkan.

Urgensi aksi iklim

Temuan penelitian ini dilatarbelakangi oleh peringatan mendesak dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). IPCC menegaskan bahwa mengurangi emisi gas rumah kaca saja tidak cukup untuk mencegah perubahan iklim yang parah.

Rekayasa iklim aktif, baik melalui penghilangan gas rumah kaca atau manajemen radiasi matahari, dianggap perlu untuk mencegah kenaikan suhu melebihi 2 derajat Celcius. Ini adalah ambang batas suhu yang diakui untuk mencegah fenomena cuaca yang membawa bencana.

Para peneliti dengan cermat menyisir postingan pengguna X yang mencakup rentang waktu 2006 hingga 2021, memeriksa wacana publik tentang 20 teknologi iklim yang sedang berkembang. Mulai dari restorasi ekosistem dan penghijauan hingga metode yang lebih invasif, seperti memodifikasi produksi awan dan mengelola radiasi matahari.

Finn Müller-Hansen adalah penulis utama dari Mercator Research Institute on Global Commons and Climate Change (MCC). Dia menunjukkan keterbatasan metode survei tradisional dalam menangkap opini publik yang otentik. Pendekatan penelitian ini mengungkapkan lebih banyak tentang keterlibatan publik yang sesungguhnya dengan isu-isu ini.

Analisis sentimen mengungkapkan adanya kesenjangan

Analisis sentimen memberikan gambaran yang kompleks. Hampir 800.000 unggahan yang membahas "geoengineering" menunjukkan dominasi sentimen negatif dibandingkan sentimen positif.

Namun, ketika berfokus pada strategi tertentu, preferensi yang jelas muncul untuk teknik penghilangan gas rumah kaca daripada strategi manipulasi matahari.

Penelitian ini diakhiri dengan sebuah rekomendasi penting. Para penulis sangat menyarankan untuk menghindari penggunaan istilah "geoengineering", yang sering disalahpahami dan mencakup berbagai upaya mitigasi iklim baik secara alami maupun teknologi.

Ada kecemasan publik yang signifikan terkait dengan geoengineering. Karena sentimen yang kuat ini, mungkin ada baiknya para ilmuwan dan pembuat kebijakan mengubah haluan. Mereka harus mengklarifikasi kekhawatiran ini, atau beralih untuk mempromosikan solusi berbasis alam yang saat ini mendapat lebih banyak dukungan publik.

Mendengarkan suara publik

Secara ringkas, wawasan dari penelitian ini menekankan perlunya mereka yang berada di bidang ilmiah dan pembuatan kebijakan untuk secara aktif mempertimbangkan opini publik ketika mempromosikan dan menerapkan strategi aksi iklim. Dengan publik yang tampaknya lebih mendukung solusi berbasis alam, ada peluang untuk menyelaraskan inovasi ilmiah dengan sentimen publik untuk mendorong upaya kolaboratif dalam memerangi perubahan iklim.

Lebih lanjut tentang Geoengineering

Geoengineering, yang juga dikenal sebagai rekayasa iklim, merupakan bukti kecerdikan manusia dan sejauh mana kita siap untuk melindungi planet kita. Ini adalah intervensi skala besar yang disengaja dalam sistem alam Bumi untuk melawan perubahan iklim.

Konsep ini telah berkembang dari alur cerita fiksi ilmiah menjadi pertimbangan ilmiah yang serius, seiring dengan semakin mendesaknya upaya untuk melawan pemanasan global. Selain itu, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kata "geoengineering" telah mendapatkan konotasi yang sangat negatif di seluruh dunia.

Memahami Geoengineering dan pembagiannya

Geoengineering dibagi menjadi dua kategori utama: Penghapusan Karbon Dioksida (CDR) dan Manajemen Radiasi Matahari (SRM). Masing-masing menggunakan metode dan teknologi yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama. Kedua strategi ini bertujuan untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap ekosistem bumi dan masyarakat.

Strategi Penghapusan Karbon Dioksida bertujuan untuk mengurangi tingkat CO2 di atmosfer, mengatasi akar penyebab pemanasan global. Metode-metode ini meliputi:

a. Penghijauan dan Reboisasi: Menanam pohon dalam skala besar untuk menyerap CO2 melalui fotosintesis.

b. Bioenergi dengan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (BECCS): Menggabungkan produksi energi biomassa dengan teknologi penangkapan karbon untuk menyerap CO2.

·c. Penangkapan Udara Langsung (Direct Air Capture/DAC): Menggunakan proses kimiawi untuk menangkap CO2 secara langsung dari udara sekitar dan menyimpannya di bawah tanah.

d. Pemupukan Laut: Menambahkan nutrisi ke lautan di area tertentu untuk meningkatkan pertumbuhan fitoplankton yang menyerap CO2.

Manajemen Radiasi Matahari: Memantulkan panas matahari

Teknik-teknik Manajemen Radiasi Matahari tidak mengurangi gas rumah kaca, melainkan memantulkan sebagian energi matahari kembali ke angkasa untuk mendinginkan bumi. Pendekatan SRM meliputi:

a. Injeksi Aerosol Stratosfer: Meniru efek pendinginan letusan gunung berapi dengan menyuntikkan partikel reflektif ke dalam stratosfer.

b. Pencerahan Awan: Menyemprotkan air laut ke atmosfer untuk meningkatkan reflektifitas awan, yang pada gilirannya memantulkan lebih banyak sinar matahari menjauh dari Bumi.

c. Reflektor Berbasis Ruang Angkasa: Menempatkan cermin atau perangkat pemantul lainnya di orbit untuk membelokkan sinar matahari sebelum mencapai Bumi.

Perdebatan mengenai implementasi Geoengineering

Menerapkan Geoengineering bukannya tanpa kontroversi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, para pendukung berpendapat bahwa, dengan lambatnya kemajuan dalam mengurangi emisi, geoengineering mungkin diperlukan sebagai langkah sementara untuk menghindari dampak iklim yang dahsyat. Namun, para penentang memperingatkan adanya konsekuensi yang tidak diinginkan dan potensi konflik geopolitik terkait tata kelola dan penggunaannya.

Pertimbangan etika dan lingkungan

Pertimbangan etis dari geoengineering sangat kompleks. Ada kekhawatiran tentang bahaya moral dari geoengineering, yang menunjukkan bahwa hal tersebut dapat mengurangi tekanan politik dan publik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain itu, risiko lingkungan seperti perubahan pola curah hujan atau pengasaman lautan akibat peningkatan kadar CO2 tidak dapat diabaikan.

Tata kelola dan regulasi

Sifat global dari sistem iklim berarti bahwa efek Geoengineering dapat melintasi batas-batas negara, yang mengarah pada kebutuhan akan tata kelola dan regulasi internasional. Keputusan mengenai kapan, bagaimana, dan oleh siapa teknik geoengineering harus digunakan merupakan hal yang menantang dan membutuhkan tingkat kerja sama global yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Masa depan Geoengineering

Dengan dampak perubahan iklim yang semakin nyata, geoengineering tetap menjadi alat yang diperdebatkan namun berpotensi penting dalam upaya global untuk mengekang bencana lingkungan. Oleh karena itu, teknologi ini menuntut penelitian ilmiah yang ketat, pertimbangan yang cermat terhadap risiko dan manfaat, serta diskusi yang transparan dalam skala internasional.

Penelitian dan eksperimen

Penelitian berkelanjutan dan eksperimen skala kecil sangat penting untuk memahami kelayakan dan efek geoengineering. Para ilmuwan secara aktif melakukan uji coba lapangan untuk berbagai teknik, terutama untuk Penghapusan Karbon Dioksida, yang secara umum dianggap tidak terlalu berisiko dibandingkan dengan Manajemen Radiasi Matahari.

Untuk melangkah maju secara bertanggung jawab, perlu ditekankan sekali lagi bahwa harus ada upaya bersama untuk melibatkan masyarakat dalam memahami peran potensial Geoengineering dalam strategi iklim. Mengedukasi masyarakat tentang manfaat dan risiko yang mungkin terjadi akan sangat penting untuk membangun konsensus masyarakat dan pengambilan keputusan yang terinformasi.

Panggilan untuk pengelolaan yang bertanggung jawab

Singkatnya, Geoengineering menawarkan rencana B untuk perubahan iklim. Teknologi ini menawarkan serangkaian tindakan darurat yang mungkin harus kita terapkan jika semuanya gagal. Namun, implementasinya harus dilakukan dengan hati-hati, transparansi, dan kerja sama internasional.

Kita harus menyeimbangkan inovasi dengan pengelolaan planet kita, memastikan bahwa Geoengineering tetap menjadi pengaman bagi masa depan kita. Bukan penopang yang menunda tindakan yang diperlukan untuk melawan akar penyebab perubahan iklim. ***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image