Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image alia nuripa

Perjalanan Rasa dalam Bahasa Inggris

Gaya Hidup | 2023-11-03 00:43:42
Dokumen : Pribadi

Nomor Antrean A23 di Loket satu” begitulah kiranya suara informasi dari pihak Bank untuk memanggil nasabahnya. hari ini jadwal aku untuk membayar uang semester kuliah, tepatnya semester empat. Sudah dua tahun aku melewati masa-masa kuliah yang sangat menyenangkan dan berada di jurusan yang memang aku inginkan dengan teman-teman baru dari sifat dan karakter yang sangat unik. Oke kembali lagi di salah satu Bank swasta, “kak ini mau bayar uang kuliah” begitulah percakapanku dengan salah satu petugas Bank di sana.

Jumat pagi jadwalku menemui Wali Dosen untuk menandatangani surat kuliahku di semester empat, aku menunggu di depan ruang dosen dengan salah satu temanku yang memang kita satu wali dosen. Tak terasa lalu-lalang mahasiswa sudah banyak pertanda hari semakin siang, hingga aku mendengar salah satu temanku berkata “Di semester ini ada kuliah Bahasa. Inggris yah”, dengan memegang kertas jadwal semester baru. Seketika aku terdiam “ah semoga saja jadwalnya berbeda” tak lama dari itu aku dipanggil oleh Wali Dosenku , kertas jadwal perkuliahan semeter ini sudah ku pegang, tapi aku tak berani untuk membukanya dan berharap tidak ada kuliah Bahasa inggris di semester ini.

“Bertemu dengan bahasa itu lagi?, bertemu dengan kekesalan lagi” itu yang selalu aku ucapkan ketika membuka kertas jadwal kuliahku. Aku memilih jurusan ini memang bertujuan untuk menghindar dari segala apapun yang berhubungan dengan Bahasa Inggris. Ya.. PGSD yang ku kira tidak akan ada Bahasa Inggris di dalamnya ternyata tidak. Semester ini aku harus bertemu dengan dia lagi, harus berurusan dengan Bahasa yang membuat ku rumit dan sulit untuk berkata. Terbesit untuk tidak masuk di setiap perkuliahannya, tapi mengingat kembali tentang uang semester yang sudah ku bayar rasanya aku egois sekali, bagaimana dengan respon Orang Tua Ku jika aku melakukan itu.

Mengingat tentang Bahasa Inggris, bukan semata aku membenci tanpa sebab. Tapi dulu ketika aku menginjak masa SMA, bahasa Inggris masih aku pahami dan Aku mengerti, tapi semenjak aku menginjak kelas dua SMA dan bertemu dengan salah satu guru yang membuat aku tidak ingin mengetahui dan tidak ingin berurusan dengan Bahasa Inggris. Dimana aku dan seluruh temanku di maki karena tidak bisa menyelesaikan tugas dan mengucapkan kata-kata yang membuat aku sakit hati, membuat aku mulai tidak suka dengan bahasa Inggris.

Kata-kata itu selalu terucap di setiap pembelajaran selama satu tahun pembelajaran itu. Bukan hanya aku yang merasakan bahkan teman-teman di kelas lain pun mengeluh sepeti itu. Bahkan nilai Bahasa Inggris di Ijazah ku sangatlah kecil dibandingkan nilai pelajaran lainnya.

Langkah kaki ku membawa ku ke salah satu Tukang Bakso di depan kampus, “Mas Bakso nya satu iya .. tidak usah pakai sambal”. Hari ini aku sedang tidak ingin berpedas-pedas, karena aku masih memikirkan tentang jadwal perkuliahanku di semester ini. Rasa nya ingin berteriak, pikiran dan otak ku sedang menerjemahkan permasalahan yang sedang ku hadapi. Jika mengingat masa-masa SMA itu hati ini masih sakit dan kesal. Pada saat itu aku memang masih belajar dan masih menyesuaikan dengan bahasa Inggris, tapi mengapa kata-kata dan makian itu yang harus dilontarkan, tapi harus sampai kapan aku menghindar. Apa mungkin ini saat nya aku berdamai dengan bahasa Inggris dan menerimanya kembali.

Selasa pagi jadwal perkuliahan bahasa Inggris sudah mulai, aku masih ragu akan perkuliahan ini dan berharap mendapatkan dosen yang memang tidak seperti aku kirakan. Cemasku semakin bertambah ketika dosen itu masuk dengan gaya yang menurutku berbeda, dengan dosen yang lainnya, aku berpikir “Ah,.. Dosennya pasti sama seperti di sekolah dulu”.

Ketika Dia memperkenalkan diri, Dia sangatlah berbeda dengan yang aku perkirakan Dia sangat antusias mengajak kita sebagai Mahasiswanya untuk tidak usah pusing tentang perkuliahannya, mengajak kita belajar tentang bahasa Inggris yang menarik, Bahasa Inggris yang tidak perlu dipaksakan, jika memang belum bisa mengucapkan kata ataupun menyelesaikan soal-soal yang rumit dia akan memberi solusinya dan menanamkan bahwa kita harus sayang dan cinta selayaknya kita ke pasangan atau ke keluarga terhadap bahasa Inggris, karena itu kunci utama untuk suka dengan bahasa Inggris.

Senyumku terus mengembang ketika keluar dari dalam kelas, hati ku menghangat dan rasanya benar-benar senang serasa jatuh cinta kembali, tapi bukan dengan makhluk melainkan dengan sebuah Bahasa. Iya .. Bahasa Inggris, bahasa yang awalnya selalu ku benci dan selalu ku hindari. Ternyata sekarang membuatku Semangat menatapnya, Semangat mengenalinya dan Semangat untuk mempelajarinya kembali dan berusaha untuk memahaminya, seperti yang diucapkan oleh Dosenku “cintai selayaknya pasangan dan keluarga di rumah”.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image