Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Abdul Rojak Lubis

Standar Kebenaran

Agama | Thursday, 26 Oct 2023, 15:02 WIB
Gambar diambil dari www.muslim.or.id

Manusia di hadapan Allah sama. Tidak dibedakan antara kulit putih dan hitam, berparas tampan atau tidak, kaya atau miskin. Perbedaan ini diciptakan agar manusia itu saling kenal dan mengambil hikmah dari perbedaan tersebut.

Orang kaya, tampan, pejabat bukan berarti mulia. Sebaliknya, miskin, susah, kulit hitam bukan berarti hina. Standar kemuliaan manusia itu terletak dalam keimanan dan ketakwaannya (QS al-Hujurat [49]: 13)

Sering terjadi di tengah masyarakat jika orang kaya atau pejabat yang ngomong, ucapannya selalu dianggap benar dan menginspirasi. Sebaliknya, orang miskin atau orang susah, ucapannya selalu dianggap salah.

Jack Ma pernah berkata, “jika seseorang miskin, belum sukses, semua kata-kata bijaknya terdengar seperti kentut. Tetapi, ketika orang itu kaya dan sukses, kentutnya terdengar sangat bijak dan menginspirasi.”

Dan sering juga dijadikan standar kebenaran itu yang banyak pengikutnya. Padahal standar kebenaran bukanlah mayoritas, tapi kebenaran itu sendiri dan yang menyertainya. Meskipun kebenaran itu dianut hanya satu orang saja, maka harus dipegang teguh dan diikuti. Sebab, kebenaran merupakan jalan keselamatan.

Menurut Mustafa as-Siba’i dalam bukunya Belajar dari Pengalaman, “Kebenaran atau kebathilan itu tidak bisa diukur dengan sedikit atau banyaknya pendukung. Karena, sejarah membuktikan bahwa setiap kebathilan itu biasanya lebih banyak pengikutnya.”

Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.” (QS al-An’am [6]: 116)

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT memberitahukan perihal kebanyakan penduduk bumi dari kalangan Bani Adam (manusia), bahwa mereka dalam keadaan sesat. Begitu juga dengan pendapat Quraish Shihab, Kalau Allah adalah hakim yang Mahaadil, dan al-Qur'ân yang diturunkan-Nya menjadi rujukan dalam mencari kebenaran.

Sebagaimana firman Allah SWT, “Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu.” (QS al-Baqarah [2]: 147).

Kebenaran itu bagaikan mutiara berharga, penuh tantangan, ujian, dan risiko. Para nabi dan rasulpun mempertaruhkan nyawa demi membawa kebenaran kepada umatnya. Tidak sedikit nabi yang terbunuh oleh umatnya sendiri dalam hal membawa dan menegakkan kebenaran.

Sejatinya bahwa kebenaran itu tetap kebenaran. Tidak bisa dipengaruhi oleh status sosial dan juga tidak bisa diukur dengan standar mayoritas.

Wallahu a’lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image