Mengharap Presiden Terpilih 2024: Hanya Angan-angan Hampa
Politik | 2023-10-26 01:39:19
Idealnya, seperti apa dan yang bagaimanakah presiden terpilih yang benar-benar diharapkan oleh 280 juta jiwa penduduk Indonesia Nusantara kali ini?
Sebuah pertanyaan yang patut diajukan ketika bangsa Indonesia akan melewati suksesi kepemimpinan. Dimana 14 Februari 2024 adalah tonggak yang menghantar dan menentukan masa depan bangsa dan negeri ini, yakni pemilu yang semoga tak berujung pilu, pesta demokrasi yang semoga tak berujung nestapa dan propaganda harapan basi.
Artinya, suksesi kepemimpinan di negeri ini telah dimaklumi bersama dengan menjalankan mekanisme siklus lima tahunan dalam agenda pemilihan umum (Pemilu) yang di dalamnya mengandung pemilihan anggota legislatif (Pemilu Legislatif) dan pemilihan umum presiden (Pilpres). Dan, saat ini telah memasuki tahapan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang berakhir pada 25 Oktober 2023. Selangkah lagi, adalah masa kampanye pemilu dari 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024.
Esensi dari pemilu di negeri ini, dan boleh dikata yang paling menarik, menyedot perhatian, dan yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia adalah Pemilu Presiden daripada Pemilu Legislatif. Realitas di lapangan, sejak diterapkannya “Pemilu Presiden Langsung” yang telah menggusur pemilihan presiden melalui sidang umum MPR, menunjukkan bahwa Pilpres dalam Pemilu adalah yang paling menyita dan menyedot energi perhatian masyarakat di negeri ini.
Tiga Pasangan Capres-Cawapres yang Diusung Partai-Partai
Seperti yang telah diketahui bersama, menjelang 25 Oktober 2023, telah mengerucut dan telah dipastikan bahwa terdapat 3 pasangan Capres-Cawapres yang akan berkontestasi di Pemilu 2024. Ketiga pasangan tersebut adalah sebagai berikut:
- Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar, partai pengusung:
1. Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
2. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
3. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
- Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, partai pengusung:
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
2. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
3. Partai Persatuan Indonesia (Perindo)
4. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
- Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, partai pengusung:
1. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
2. Partai Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Amanat Nasional (PAN)
4. Partai Demokrat
5. Partai Bulan Bintang (PBB)
6. Partai Gelombang Rakyat (Gelora)
7. Partai Garuda Republik Indonesia (Garuda)
8. Partai Prima
9. Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
Dari ketiga pasangan Capres-Cawapres dengan partai pengusungnya masing-masing, kesemuanya masih dalam langgam gaya dan program populis, yakni dengan memanfaatkan media sosial yang kental, menjadi andalan ketiga pasangan calon tersebut. Hal ini nampak terlihat dari tema yang diusung oleh masing-masing pasangan Capres-Cawapres, yakni sebagai berikut:
- Pasangan Anis Baswedan dan Muhaimin Iskandar dengan tajuk “Koalisi Perubahan”-nya mengusung tema dalam programnya, yakni: mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, produktif, berakhlak, serta berbudaya.
- Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, mengusung tema dalam programnya dengan lebih menitikberatkan target pertumbuhan ekonomi 7%. Pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata 7% dimaksud merupakan strategi agar Indonesia bisa keluar dari jebakan negara dengan pendapatan menengah atau middle incone trap.
- Pasangan Prabowo Suibianto dan Gibran Rakabuming Raka, bertajuk “Koalisi Indonesia Maju”, mengusung tema dalam programnya, yakni komitmen untuk menyejahterakan masyarakat di berbagai bidang.
Ke Depan Presiden Terpilih Harus Punya Wawasan Mitigasi Global
Bila kita berwawasan ke depan dengan mewaspadai situasi dan kondisi global yang pastinya bakal berimbas pula pada negeri ini, maka ancaman global yang akan dihadapi bangsa ke depan adalah berupa kehancuran yang mengerikan, dimana semua itu terjadi akibat rusaknya sistem keseimbangan tatanan global. Inilah yang seharusnya disadari dan diwasapadai untuk saat ini. Berbagai ancaman dimaksud tentunya dapatlah diuraikan berikut ini.
Maraknya bencana alam, kekeringan, banjir, gempa tsunami, gunung meletus, taufan, tanah longsor, dan lain-lain, keemuanya terjadi karena rusaknya keseimbangan alam akibat eskploitasi yang serakah oleh manusia terhadap alam. Diikuti oleh gejolak sosial akibat tekanan ekonomi yang semakin berat, krisis ekonomi global juga masih menjadi ancaman yang nyata.
Maraknya peperangan yang berpotensi pada penghancuran, ancaman perang dunia (perang nuklir) semakin nyata dan menggejala. Hal ini dapatlah dicermati terhadap potensi konflik besar di Asia Pasifik yang tentunya akan berimbas dan akan memengaruhi Indonesia pula.
Empat potensi konflik di Asia-Pasifik yang mengemuka dan terus memengaruhi maupun dipengaruhi keseimbangan kekuatan kawasan adalah Konflik Laut Cina Selatan (LCS)/Laut Tiongkok Selatan (LTS), RRC dan Taiwan, Semenanjung Korea dan Jepang, serta antara India dan RRC.
Konflik LCS yang merupakan kancah perebutan kepentingan wilayah maritim antara RRC dengan negara-negara claimant (yang umumnya anggota ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam, ditambah Taiwan) menjadi salah satu isu terhangat, yang semakin dipertajam oleh ketimpangan kekuatan antara RRC dengan negara-negara claimant.
Kekuatan militer RRC secara kualitas maupun kuantitas kini sudah semakin jauh melampaui kekuatan negara-negara claimant ini, baik secara one by one, maupun apabila digabungkan. Ketimpangan ini sangat berbahaya, karena akan semakin mempertinggi keyakinan satu pihak (RRC) untuk dapat memaksakan kehendaknya, atau bahkan mencetuskan perang. Di sisi lain, potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat besar di LCS juga menjadi salah satu faktor pendorong. RRC dan negara-negara claimant tidak dapat mengabaikan potensi pemasukan yang sangat besar dari SDA tersebut. Ini diperumit oleh sikap RRC yang mengacuhkan UNCLOS di tengah ketidakberdayaan PBB sebagai penengah. Satu poin penting yang harus kita ingat, Indonesia adalah termasuk sebagai claimant, mengingat ZEE Indonesia di perairan Natuna termasuk dalam Nine Dash Line yang diklaim sepihak oleh RRC.
Potensi konflik kedua adalah antara RRC dengan Taiwan, yang kini semakin menghangat, didorong oleh ketimpangan kekuatan militer yang semakin mencolok antara keduanya. Tingginya dukungan rakyat RRC terhadap unifikasi Tiongkok serta janji politik pemimpin RRC dalam mewujudkannya juga memperburuk situasi. Analisis militer menunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak akan melakukan intervensi militer secara langsung jika invasi terhadap Taiwan terjadi, sementara PBB sendiri juga tidak berdaya sebagai penengah. Adapun terkait dampak konflik ini kepada Indonesia apabila pecah sebagai konflik terbuka atau perang, Indonesia akan terimbas secara tidak langsung (karena bukan termasuk dalam para pihak yang berkonflik) namun sangat signifikan, karena wilayah konflik ini mencakupi rute ekspor/impor Indonesia.
Pada gilirannya, akibat bencana dan dampak peperangan adalah banyaknya wabah penyakit (pandemi) karena lemahnya ketahanan fisik manusia, di samping karena gaya hidup yang serba instant dan kontaminasi racun-racun kimia. Ancaman krisis pangan dan kelaparan yang parah, baik akibat dampak perubahan iklim ataupun semakin maraknya bencana alam dan peperangan. Seperti dampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan krisis gandum dan pupuk, kian menambah deretan panjang perihal ancaman bencana global.
Jadi, ke depan negeri ini tidak butuh presiden yang hanya suka bergaya di depan kamera, dan hanya mencari popularitas. Tidak dibutuhkan presiden yang hanya pandai mengolah kata-kata yang sarat retorika belaka. Tetapi yang dibutuhkan dan sifatnya urgen adalah presiden yang mampu membangun bahtera penyelamat bagi bangsa ini dalam mengarungi berbagai ancaman kehancuran global.
Oleh karena itu, ke depan, presiden yang ideal dan diidamkan oleh bangsa di negeri ini adalah sebagai berikut:
- Presiden yang visioner, mempunyai program-program nyata dalam menghadapi ancaman global yang semakin berat. Sehingga nanti tidak akan ada lagi presiden yang menutupi ketidakmampuannya dengan berlindung di balik alasan karena situasi global yang cukup berat. Program nyata dalam membangun kembali sistem keseimbangan yang rusak di negeri inilah yang dibutuhkan.
- Presiden yang harus berani menghentikan penambangan yang merusak lingkungan (penambangan batu bara, dan lain-lain). Presiden harus berani memangkas HGU di areal hutan negara dan mewajibkan perusahaan melakukan restorasi dan rehabilitasi hutan yang dirusaknya. Program-program ketahanan pangan dengan membuka areal hutan harus dihentikan (food estate), tetapi dengan mengembalikan fungsi lahan pertanian yang sudah beralih fungsi menjadi perumahan, perusahaan atau bangunan lainnya. Selain itu ketahanan pangan juga bisa dilakukan dengan mewajibkan pemegang HGU untuk mengalokasikan sebagian HGU-nya untuk tanaman pangan, baik dikelola oleh perusahaan ataupun masyarakat sekitarnya. Berkurangnya volume ekspor tambang dan lain-lain, akan digantikan dengan peningkatan ekspor bahan pangan.
- Presiden yang harus mampu merubah Indonesia dari negara pengimpor bahan pangan terbesar dunia, menjadi pengekspor pangan terbesar dunia (disaat semua negara produsen pangan menghentikan eskspor pangannya).
- Presiden yang harus berani menegakkan keadilan sosial, memangkas kesenjangan sosial ekonomi, karena hanya ini yang mampu meredam ancaman gejolak dan konflik sosial. Jumlah pegawai-pegawai negeri harus dipangkas dan direlokasi untuk kegiatan produktif dalam menunjang ketahanan pangan. Begitu juga dengan TNI Polri agar tidak seperti “ayam aduan”, harus dan wajib dilibatkan dalam membangun ketahanan pangan.
- Kerusakan hutan di Kalimantan akibat penambangan batu bara, dampak perubahan iklim akibat peningkatan emisi dari industrialisasi global yang memanfaatkan batu bara, sepatutnya menginspirasi bahwa presiden ke depan harus mampu merubah Indonesia dari eksportir batu bara terbesar dunia, menjadi eksportir pangan terbesar dunia. Sehingga semua produk pangan tidak boleh impor, termasuk gandum dan juga peternakan.
Dengan demikian, hadirnya presiden idaman yang ideal di negeri ini akan berimplikasi pada semakin banyak orang-orang yang melakukan usaha produktif, khususnya di bidang pertanian pangan dan semakin berkurangnya pengangguran semu. Baik dari pegawai pemerintahan ataupun swasta. Maka dari itu, yang demikian itu akan menopang pertumbuhan ekonomi yang benar-benar berakar dari produk-produk selaras dengan yang dibutuhkan masyarakat.
Kita juga tidak perlu membabi buta menarik investor dari luar apabila justru hanya akan merusak lingkungan dan tidak ada alih teknologi bagi bangsa kita. Bila sekedar hanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, apalah gunanya?
Kita harus mengurangi energi fosil dan beralih ke energi alternatif, memperbanyak PLTA, PLTS, PLT Angin, dan lain-lain. Dalam hal tenaga surya, potensi negeri ini cukup besar, karena berada di wilayah tropis, dan kita punya tambang Nikel terbesar dunia sebagai bahan baku baterai listrik.
Arah pembangunan sudah seharusnya dikembalikan sesuai dengan rel yang benar, yaitu dimulai dari penguatan sektor yang paling mendasar, mengarah pada pertanian pangan. Semua sumber daya dan anggaran sudah saatnya dan seharusnya dikerahkan untuk membangun ketahanan pangan. Program yang tidak terkait dengan ketahanan pangan dan tidak terlalu urgen, lebih baik ditunda dulu.
Dengan melakukan perbaikan sistem keseimbangan alam ataupun sosial, dan keseimbangan program pembangunan, maka negara ini akan berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebab, Tuhan tidak menghendaki ciptaan-Nya yang seimbang dirusak oleh manusia.
Sekian dan terima kasih. Salam Seimbang Universal Indonesia_Nusantara ....
*****
Kota Malang, Oktober di hari ke dua puluh enam, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
