Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jenely Dinus Pati, MSF

Membongkar Akar Persoalan Human Trafficking! Bersinergi secara Integral

Politik | Tuesday, 24 Oct 2023, 21:57 WIB
Human Trafficking Ring Dismantled" />
gambar diakses dari: Human Trafficking Ring Dismantled

MEMBONGKAR AKAR PERSOALAN HUMAN TRAFFICKING! BERSINERGI SECARA INTEGRAL

Jenely Dinus Pati, MSF

Biarawan dan Mahasiswa Fakultas Teologi Wedabhakti, Yogyakarta

.

Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) selalu hadir untuk memberikan penawaran yang sangat menggiurkan bagi masyarakat. Tawaran yang menarik dan memukau selalu dirias dengan seindah mungkin untuk memikat hati masyarakat yang sedang berada di dalam situasi krisis ekonomi. Sekalipun kasus ini sudah cukup sering terjadi dan memakan begitu banyak korban, tetapi mereka tetap saja masih memiliki ruang untuk hadir lagi.

Dalam jangka waktu tiga tahun terakhir ini, Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI) menyampaikan bahwa terdapat 94.000 pekerja migran yang dideportasi dari negara-negara Asia dan Timur Tengah. Dari semua jumlah tersebut, terdapat 90% pekerja yang berangkat secara ilegal (BBC News, 1 Juni 2023).

Pada bulan Juni yang lalu, dalam kurun waktu 5-13 Juni kasus human trafficking mencapai 1.006 orang. Para korban didominasi oleh pekerja migran yang ilegal atau asisten rumah tangga. Sejak tahun 2020-25 Mei 2023 terdapat 1.937 jenazah pekerja migran Indonesia yang dipulangkan – 20% laki-laki dan 80% perempuan (Kompas.id).

Ruang Persoalan

Secara umum, ada begitu banyak ruang yang memberikan celah bagi terjadinya human trafficking. Ruang-ruang tersebut mencakup; masalah ekonomi; lambatnya perkembangan pendataan sehingga ruang ini dimanfaatkan untuk membuat data palsu bagi kepentingan human trafficking; mental kolusi yang membiak di kalangan para pejabat yang menyalahgunakan jabatan dengan memberikan backing-an kepada para pelaku TPPO; tidak adanya pengawasan yang ketat terhadap perusahan di luar negeri yang menggunakan tenaga kerja Indonesia (Ariadne dkk, 2021).

Faktor ekonomi adalah ruang yang paling besar dan fundamental. Ia merupakan akar terbesar dari persoalan ini. Hal itu bisa dilihat melalui tingkat kemiskinan dan pengangguran akibat keterbatasan lapangan kerja. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang dan jumlah pengangguran yang membutuhkan pekerjaan pada Februari 2023 berjumlah 7,99 juta orang. Realitas ini menjadi ruang terbesar bagi para pelaku TPPO untuk masuk dan memangsa para korban. Bagi orang-orang yang sedang membutuhkan penghasilan ekonomi, tawaran yang diberikan oleh para pelaku TPPO adalah solusi yang sungguh memberikan jawaban.

Sinergi

Kata sinergi berasal dari bahasa Yunani συν (suntogether, bersama-sama) dan έργων (ergonwork, kerja) – bekerja bersama-sama. Kapasitas setiap pihak itu berbeda-beda sehingga sangat pasti bahwa ada yang lebih kuat di dalam aspek-aspek tertentu. Maka kerja sama di antara beberapa pihak akan menghasilkan sebuah kekuatan yang baru, yang lebih kuat dari kekuatan-kekuatan sebelumnya.

Sinergi di antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat juga belum cukup jika tidak diintegralkan dengan situasi ekonomi. Bersinergi secara integral untuk mengembangkan ekonomi masyarakat adalah salah satu jawaban yang terbaik untuk menutup ruang masuk bagi para pelaku TPPO.

Dari sisi pemerintahan sebenarnya ada begitu banyak hal yang dapat dilakukan yakni, menggunakan anggaran pembangunan dengan semaksimal mungkin untuk; 1) membangun infrastruktur- infrastruktur yang sungguh mendukung perkembangan ekonomi dan 2) menyediakan kesempatan untuk mengedukasi masyarakat melalui seminar-seminar pelatihan yang integral terhadap pembangunan dan pengembangan ekonomi setempat.

Pendidikan juga semestinya berani untuk mengintegrasikan esensinya dengan ketahanan ekonomi masyarakat. Harapannya usaha tersebut dapat menciptakan daya kreatif untuk mengembangkan dan menciptakan arena-arena perekonomian yang baru. Sedangkan untuk masyarakat diharapkan agar bertindak dan hidup secara lebih rasional dan emosional (empati) terhadap sesama. Salah satu persoalan yang pada hakikatnya memiliki prinsip filosofis yang sangat mulia, tetapi saat ini justru perlu dikritisi adalah urusan sipil (administrasi kebudayaan dan adat) – mahar atau “uang panai” atau “belis” (Kurniawan dan Samir, 2019). Mahalnya biaya sipil ini sering kali menjadi salah satu faktor terbesar yang meningkatkan persoalan perekonomian.

Semua orang berhak untuk memperoleh kehidupan yang layak, sekaligus tidak memiliki hak untuk membahayakan hak hidup yang dimiliki oleh orang lain. Hal ini tidak cukup jika hanya dilihat sebatas pada kewajiban tetapi justru harus dilihat sebagai tanggung jawab. Bersinergi secara integral pertama-tama memang untuk kebaikan bersama, tetapi ia sekaligus menjadi hadiah bagi anak cucu kita di kemudian hari.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image