Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Amilatul Fauziyah, S.Pd

UMKM, PHK dan Cita-Cita 2045: Negara Butuh Ekonomi Industri yang Kuat

UMKM | Friday, 20 Oct 2023, 01:56 WIB
Ilustrasi PHK

Realita ekonomi pasca pandemi terpuruk. Per Agustus 2023 sejumlah perusahaan industri tekstil nasional merumahkan dan melakukan PHK kepada 26.540 pekerja. Aslinya lebih banyak, sebab ada saja perusahaan yang tidak mau melaporkan. Padahal tahun 2022 telah terjadi PHK massal 345.000 orang berdasarkan data Kementerian Perindustrian. Penyebabnya sama, tidak ada order.

Badai PHK ini disusul dengan masalah UMKM, yaitu sejak ditutupnya salah satu marketplace oleh pemerintah atas Permendag No.31 Tahun 2023. TikTok Shop resmi ditutup sementara pada 4 Oktober lalu. Tentu keputusan ini menuai pro kontra, mengingat faktor pendorongnya adalah Pasar Tanah Abang yang sepi pembeli sedang TikTok Shop merajai perdagangan online. Meski Kemendag mengatakan akan membuka kembali TikTok e-commerce ketika sudah memperoleh izin. Apakah dampaknya akan lebih baik bagi kedua pihak, pedagang toko offline dan pedagang toko online?

Menutup Satu Marketplace Membuka Persoalan Baru

Fakta di lapangan, banyak pedagang Tanah Abang menjual kiosnya dengan harga rugi. Ditutupnya satu marketplace tidak lantas mempengaruhi perilaku konsumen yang sudah pintar berbelanja online. Sedangkan pedagang dari TikTok Shop kehilangan nafkah dan menjadi pengangguran kembali. Beberapa tak berhasil menarik saldo. Para kurir menganggur. Berbagai versi dampak ekonomi yang kita temukan, semua sama saja, rakyat jadi korban. Sedangkan para kapitalis tak bergeming.

Industri Kecil Menengah Tekstil dan Produk Tekstil (IKM TPT) mengalami kebangkrutan. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengatakan produk impor telah membanjiri pasar tradisional dan marketplace, dan harganya jauh lebih murah dibanding produk lokal. Inilah mengapa order sangat kecil dan harus berakhir PHK.

Terjerat Perdagangan Bebas

Itu semua tak lepas dari imbas perjanjian perdagangan bebas antara Tiongkok dan ASEAN atau CAFTA (China ASEAN Free Trade Agreement). Perjanjian multilateral ini berlaku sejak 2010, di mana Indonesia sebagai bagian ASEAN membuka pintu impor-ekspor Cina dengan tarif sebesar nol. Tak hanya itu, produk impor Cina bisa jauh lebih murah karena biaya produksinya juga lebih rendah. Digitalisasi yang digalakkan Indonesia sejak 2018 menjadikan barang-barang tersebut bebas masuk ke marketplace Indonesia, tanpa bea cukai. Berbeda dengan Cina, Indonesia belum mampu menyediakan banyak modal bagi para UMKM dalam produksi, sehingga biaya produksinya tinggi.

Satu tahun setelah CAFTA ditandatangani, Menteri Perindustrian mengaku ingin mengkaji ulang isi perjanjian. Namun, pada 2013 Menteri Perdagangan mengatakan sulit membatalkan perjanjian. Menurut Natsir Mansyur sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik saat itu penerapan perdagangan bebas merugikan Indonesia.

Konsekuensi Sistem Kapitalisme

Bagaimana nasib rakyat? Ketika PHK tak terbendung lagi, mau tidak mau bergantung pada UMKM, tetapi justru terbit Permendag No.31 Tahun 2023. Bertambahnya pelaku UMKM dan daya beli masyarakat yang tetap rendah, hanya memperkokoh predatory pricing. Pedagang tak mampu bersaing dengan kapitalis lalu bangkrut. Pemerintah pun hanya mengatur perdagangan elektroniknya, padahal masalahnya ada pada impor yang liberal dan monopoli kapitalis. Ini merupakan konsekuensi Sistem Kapitalisme yang berjalan bersama politik demokrasi. Menutup marketplace yang dipandang sebagai solusi hanya menampakkan fungsi negara yang jauh panggang dari api. Negara belum berhasil menyediakan lapangan kerja yang memadai. Terlalu fokus dengan UMKM, investasi asing, pajak dan hutang. Justru mengabaikan potensi sumber daya alam untuk membangun ekonomi negara berbasis industri yang kuat dan mandiri.

Cita-Cita 2045: Indonesia Negara Maju?

Ekonomi dunia sedang resesi. Pengangguran meningkat, inflasi, dan financial crisis. Karakter alami ekonomi kapitalisme adalah mengulang krisis demi krisis. Maka selagi Indonesia menerapkan Sistem Kapitalisme, cita-cita jangka panjang 2045 menjadi negara maju hampir mustahil digapai. Angka kemiskinan per Maret 2023 memang menurun, tapi masih sangat besar yaitu 29,50 juta orang. Garis kemiskinan Rp550.458,-/kapita/bulan (bps.go.id). Dengan jumlah pengeluaran yang demikian sedikit, masyarakat belum benar-benar sejahtera karena faktanya hanya digunakan untuk mengakses pendidikan, transportasi, listrik, dan air. Padahal fasilitas publik seperti itu bisa ditanggung negara dari hasil pengelolaan sumber daya alam. Inilah kemiskinan struktural.

Keluar dari Kapitalisme, Membangun Ekonomi Industri Kuat

Bukankah semua ini penjajahan yang nampak jelas? Indonesia dengan segala keberlimpahan potensi alamnya bisa membangun ekonomi negara yang mandiri. Dari sana lah, negara mampu menyediakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat, modal bagi pelaku usaha untuk mendukung biaya produksi, dan terhindar dari kemiskinan struktural. Dalam Sistem Islam, kepemilikan umum seperti tambang batu bara dan mineral, minyak, gas, hutan, mata air, dsb wajib dikelola negara. Tidak akan diberikan penguasaannya pada swasta apalagi asing. Pendidikan, kesehatan, listrik, air diberikan pada rakyat secara gratis, tak perlu beli.

Pengelolaan tersebut merupakan wujud dari penerapan politik Islam. Ekonomi dibangun atas sektor riil bukan ekonomi ribawi sebagaimana kapitalisme. Haram bagi negara mengikat perjanjian yang membuka jalan penjajahan asing seperti FTA/Free Trade Agreement. Sehingga potensi dari Allah SWT untuk Indonesia dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, muslim dan non-muslim.

Dalam kapitalisme, pasar dan harga boleh dimonopoli oleh individu. Sedangkan dalam Islam tidak. Harga ditentukan oleh supply dan demand secara alami. Haram bagi negara melakukan operasi pasar dan pungutan pajak. Terdapat Qadhi Hisbah yang mengawasi pedagang dan pembeli, mencegah dan mengadili sengketa. Negara membolehkan marketplace yang hukumnya sama dengan pasar penyedia lapak. Peran negara adalah menghilangkan ancaman yang menciptakan pasar tak sehat seperti predatory pricing.

Sudah saatnya Indonesia yakin dengan perubahan paradigmatik, melepas kapitalisme, dan mengambil aturan Islam yang paripurna.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image