Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nabhan zuhdi

Menggali Pontensi dan Tantangan Peer to Peer Lending

Teknologi | Thursday, 19 Oct 2023, 19:45 WIB

Pada era digital ini, industri keuangan telah mengalami perubahan signifikan berkat kemajuan teknologi. Salah satu inovasi yang mencuri perhatian adalah Peer-to-Peer (P2P) lending, yang telah memungkinkan pinjaman dan pendanaan tanpa keterlibatan bank tradisional. Pertumbuhan fintech P2P lending memang semakin berkembang dan dapat dengan mudah diakses Masyarakat. P2P lending menjadi salah satu solusi bagi masyarakat untuk meminjam atau memberikan pinjaman uangnya kepada pengguna lain. Lantas, apakah kehadiran fintech P2P lending ini dapat menjadi solusi yang ampuh untuk permasalahan keuangan di lingkungan masyarakat?

Fintech P2P lending adalah suatu sistem keuangan yang mempertemukan individu atau perusahaan yang membutuhkan pinjaman dengan investor yang bersedia memberi pinjaman melalui platform digital. Menurut Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016, fintech lending merupakan layanan pinjam-meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditor/lender (pemberi pinjaman) dan debitor/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi. Platform ini menyediakan ruang bagi individu atau perusahaan yang sulit memperoleh pinjaman melalui jalur perbankan tradisional.

Aksesnya yang mudah menjadi alasan utama mengapa fintech P2P lending ini kian marak di kalangan masyarakat. Tidak hanya mudah, kecepatan dalam proses peminjaman juga lebih singkat jika dibandingkan dengan cara tradisional. Perusahaan fintech menyediakan media berupa aolikasi bagi para konsumennya untuk mengajukan pinjaman hanya dalam beberapa klik saja. Kemudahan dan kecepatan inilah yang ditawarkan dari finansial teknologi P2P lending.

Selain aksesnya yang lebih mudah untuk masyarakat, P2P lending mendukung inklusi keuangan dengan memberi akses ke pembiayaan bagi individu dan bisnis yang sebelumnya diabaikan oleh lembaga keuangan tradisional. Ini mendorong pertumbuhan ekonomi dan usaha kecil. P2P lending sering kali memiliki biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan bank tradisional. Ini dapat menguntungkan kedua pihak, baik peminjam maupun investor, dengan suku bunga yang lebih kompetitif dan imbal hasil yang lebih tinggi.

Di sisi lain, maraknya inovasi terbaru dari fintech ini memberikan celah bagi start-up fintech yang ilegal. Bahkan ribuan perusahaan pinjaman online masih belum terdaftar di OJK. Berdasarkan data OJK per tanggal 13 Agustus 2019, jumlah perusahaan fintech terdaftar/berizin sejumlah 127 perusahaan dengan total akumulasi penyaluran pinjaman sebesar Rp.49.794,019 milyar (OJK,2019). Sementara jumlah fintech P2P lending ilegal hampir 32 kali lipat dari yang resmi yaitu sejumlah 4.089 perusahaan.Hal ini yang menyebabkan banyaknya kasus yang merugikan konsumen. Perusahaan ilegal ini menggunakan sistem sirkulasi peminjaman yang sangat mudah dalam proses pencairan dana pinjaman, sehingga dapat menarik para konsumen khususnya kaum milenial. Namun di balik kemudahan yang diberikan terdapat beberapa potensi masalah risiko yang dapat terjadi di kemudian hari.

Kurangnya regulasi terhadap perusahaan fintech ini yang menyebabkan banyaknya kasus gagal bayar yang bahkan bisa lebih ekstrim. Belum ada peraturan yang jelas yang memihak pada perlindungan konsumen sehingga penyelenggaraan finansial tekonologi P2P lending ini masih belum optimal. Perlu adanya perlindungan hukum terhadap penerima pinjaman yang melindungi masyarakat agar adanya kepastian hukum, keadilan, dan perlindungan konsumen.

P2P lending adalah konsep inovatif yang telah mengubah lanskap keuangan. Sementara itu menawarkan akses ke pembiayaan lebih luas dan kesempatan bagi investor untuk mendiversifikasi portofolio mereka, masih ada tantangan dan risiko yang perlu diatasi. P2P lending memiliki potensi untuk terus tumbuh dan berkontribusi pada inklusi keuangan serta inovasi di masa depan, tetapi pengawasan yang ketat dan regulasi yang bijaksana juga diperlukan untuk menjaga stabilitas dan keamanan dalam sistem ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image