Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Odjie Samroji

Guru Hebat itu Berjiwa Pemaaf

Guru Menulis | Monday, 16 Oct 2023, 13:38 WIB
Ilustrasi : Guru Pemaaf

Dalam berinteraksi berkomunikasi saat proses pembelajaran, tidak dapat dihindari terjadi kesalahan siswa kepada guru, baik dalam kesengajaan maupun tidak disengaja. Siswa yang kurang bersemangat, mengacuhkan pembelajaran, mengganggu teman dan lain-lain tentu ini menjadi hal yang biasa terjadi.

Terkadang perilakuguru ini bisa mengganggu perasaan hati sang guru, proses pembelajaran tidak boleh terganggu dengan suasana hati. Maka sikap terbaik bagi guru hebat adalah menjadi pribadi yang pemaaf.

Kita belajar dari kisah sahabat Rasulullah Abu Bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu dikenal sebagai sahabat yang sering memberikan sedekah kepada fakir miskin, terutama yang masih ada hubungan kekerabatan dengannya. Satu di antara orang yang biasa dia santuni adalah Misthah bin Utsatsah, anak bibinya yang tergolong miskin.

Sayangnya Misthah kurang berhati-hati menjaga lidahnya. Pada saat beredar fitnah bahwa ‘Aisyah binti Abu Bakr Radhiallahu ‘anhuma telah berselingkuh, Misthah ikut serta menyebarkan fitnah tersebut. Sehingga ketika turun ayat yang menjelaskan bahwa tuduhan itu merupakan berita bohong, Abu Bakar marah kepada Misthah serta bersumpah tidak akan berbuat baik dan memberi bantuan nafkah lagi kepadanya.

Namun rupanya Allah tidak menyukai sikap Abu Bakr tersebut. Dia kemudian memberikan teguran kepada Abu Bakr dan siapa saja yang bersumpah bahwa dia tidak akan berbuat baik kepada orang lain. Teguran itu disampaikan melalui firman-Nya yang disampaikan kepada Rasulullah:

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS: An-Nuur [24]: 22).

Melalui ayat tersebut di atas Allah juga memerintahkan kepada hamba-Nya agar memberikan maaf dan kelonggaran serta tetap memberikan nafkah kepada orang yang biasa dia bantu untuk melanggengkan kebaikan dan silaturahim.

Setelah Abu Bakr mendengar ayat tersebut beliau berkata, “Benar, demi Allah aku senang bila Allah mengampuni dosa-dosaku dan aku akan memberi nafkah kepada Misthah lagi.” Beliau melanjutkan, “Demi Allah, aku tidak akan membiarkannya terlantar sama sekali.”

Guru yang memiliki sifat pemaaf akan mudah melupakan kesalahan anak, dan tidak akan merasakan beban psikologis yang akan menjadikan komunikasi dengan siswa terganggu. Sebaliknya guru yang sulit memaafken kekhilafan anak didiknya akan terus berburuk sangka pada siswanya. Hal ini akan menjadikan psikologis guru berpengaruh terhadap proses interaksi dengan siswanya. Bakan sering yang terjadi guru memberikan label siswa sebagai anak yang nakal dan bermasalah. Ini tidak dibenarkan dalam proses pendidikan sebagai sebuah misi suci menebarkan kebaikan melalui ilmu pengetahuan kepada orang lain terutama peserta didik.

Disamping karakter mudah memberi maaf, seorang guru juga harus terbiasa untuk berani meminta maaf kepada siswa jika memang melakukan kekhilafan. Ini bukan hal yang tabu dan menjadi aib bagi guru, justru inilah bentuk dari keteladanan kepada siswa.

Seringkali seorang guru kurang menghargai dan memuliakan peseta didik, ketika siswa melakukan kesalahan dan sudah menyadari kesalahan kemudian meminta maaf, tetapi direspon negatif oleh guru dengan emosional. Yang terjadi kadang kita tidak bisa mengendalikan dan terlontar kata-kata kasar dengan emosional.

Guru yang hebat adalah guru yang mampu mengelola emosi dan perasaannya. Tidak mudah terpancing dalam menghadapi masalah bersama siswa. Sungguh, ketika seorang guru mampu bersabar dan mengelola emosi dan menyelesaikan masalah dengan baik, bahkan berani meminta maaf apabila terjadi kesalahpahaman, akan menjadikan interaksi semakin indah bersama para siswanya.

Kekuatan dahsyat berani meminta dan memberi maaf ini menjadi sebuah senjata yang ampuh untuk meredakan masalah, sejengkel apa pun kita kepada siswa jika sudah saling memaafkan maka akan meredakan emosi guru.

Rasulullah Muhammad SAW adalah pribadi yang paling pemaaf, maka ini sudah seharusnya menjadi panutan kita sebagai seorang guru teladan. Rasulullah memberikan maaf bukan hanya kepada kawan (sahabat) maupun kepada lawan (kaum kafir). Sebesar apa pun kesalahan yang diperbuat orang lain, Rasulullah begitu mudahnya memberi maaf kepada mereka.

Bahkan Rasulullah tidak sekedar memberikan maaf atas kesalahan orang-orang yang membencinya, justru kesalahan mereka dibalas dengan kebaikan oleh beliau. Hal ini semakin menjadi bukti dan menunjukkan keluhuran akhlak rasul dan keutamaan sikapnya. Beliau melakukan ini karena memahami betul psikologi manusia, dan dengan cara ini akhirnya banyak orang yang awalnya membenci menjadi mengagumi kepribadian beliau.

Guru hebat, sudahkan kita memaafkan kesalahan anak-anak didik kita? Dan kita meminta maaf pada mereka atas kesalahan yang pernah kita lakukan, sengaja ataupun tidak, selama proses pembelajaran. Sadarlah bahwa kita dan siswa kita bukanlah malaikat yang terbebas dari kesalahan. Kita dan mereka adalah sama, manusia biasa yang tidak bisa terlepas dari kesalahan. Maka bukalah pintu maaf selebar-lebarnya, dan bersihkan hati untuk tidak ragu meminta maaf kepada mereka. Sesungguhnya memaafkan itu indah dan meminta maaf itu jauh lebih indah lagi.

Dengan karakter menjadi pribadi yang pemaaf dan berani meminta maaf, saya sangat yakin seorang guru akan menjadi lebih mudah menjalankan amanahnya, menjadi pendidik yang hebat, mampu berinteraksi dengan lebih indah, dan tujuan dari proses transfer ilmu dikelas akan berhasil.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image