Sudah Saatnya Pemerintah Terapkan Subsidi Harga pada Beras Seperti Subsidi Harga pada Migor dan BBM
Politik | 2023-10-11 19:38:45
Beras, bagi bangsa Indonesia adalah bagian dari kebutuhan pangan. Bahkan, kebutuhan pangan mayoritas bangsa Indonesia sering diidentikkan dengan beras. Sebab, jenis pangan ini merupakan makanan utama. Inilah yang selanjutnya akan mengarah terhadap ketahanan pangan dan kedaulatan pangan sebagaimana Indonesia yang dikenal dunia sebagai negara agraris.
Nilai strategis beras adalah juga karena beras merupakan makanan pokok paling penting. Industri perberasan memiliki pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi (dalam hal penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan dan dinamika ekonomi perdesaan, sebagai wage good), lingkungan (menjaga tata guna air dan kebersihan udara) dan sosial politik (sebagai perekat bangsa, mewujudkan ketertiban dan keamanan). Beras juga merupakan sumber utama pemenuhan gizi yang meliputi kalori, protein, lemak dan vitamin.
Pengalaman telah membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan pangan seperti melambungnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997/1998, yang berkembang menjadi krisis multidimensional, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas sosial-ekonomi dan politik nasional.
Bila telah dimaklumi bahwa beras merupakan makanan pokok (utama) bangsa Indonesia yang akan berbanding lurus dengan soal kedaulatan pangan, mengapa dalam perjalanan upaya menjaga dan memelihara ketahanan dan kedaulatan pangan strategi kebijakan Pemerintah selama ini justru lebih mendahulukan subsidi harga terhadap minyak goreng dan BBM daripada beras? Apalagi, beras disamping sebagai komoditas pangan telah berkembang menjadi komoditas politis pula.
Krisis Pangan Global, Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan Nasional
Pengertian ketahanan pangan, tidak lepas dari UU No. 18/2012 tentang Pangan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah "kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan."
Kedaulatan pangan merupakan pemenuhan hak manusia atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai dengan budaya lokal yang ada, serta diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional.
Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat". Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Dengan demikian, maka ketahanan pangan berarti upaya penyediaan pangan tanpa memperhatikan asal bahan pangan apakah dari dalam negeri atau impor dari negara lain. Sedangkan kedaulatan pangan berarti upaya penyediaan pangan dengan mengusahakan kemampuan maksimal produksi pertanian dalam negeri untuk meminimalisir impor dari negeri lain. Dan, Indonesia sebagai negara agraris, lebih banyak impornya daripada berswasembada hanya demi mencapai ketahanan pangan, bukan dalam hal kedaulatan pangan.
Memasuki "krisis pangan global" yang telah menggejala dewasa ini dan akan memengaruhi ketahanan dan kedaulatan pangan negeri ini karena faktanya kita selama ini lebih banyak impor pangan, lebih-lebih terhadap beras, maka kebijakan pemerintah dalam hal berswasembada beras harus segera diupayakan perwujudannya dengan sekuat tenaga sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Indonesia (SDA dan SDM-nya). Hal ini lantaran ketergantungan kepada negara lain dengan cara impor sudah tak memungkinkan lagi, setelah 22 negara sebagai langganan impor Indonesia telah resmi menutup kran ekspor pangannya.
Seiring dengan hal itu, memasuki puncak demografi bagi Indonesia yang di ranah politik lebih akrab disebut-sebut sebagai "bonus demografi", ditandai dengan lebih banyak jumlah usia produktif, sebenarnya dapat menjadi peluang besar dalam menciptakan kedaulatan pangan yang dapat berimplikasi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. (Warsito, Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Modernisasi Beragama Kemenko PMK, kemenko.go.id)
Subsidi Harga pada BBM dan Minyak Goreng, Mengapa Tidak pada Beras?
Subsidi merupakan bantuan, intensif atau komoditas dari pemerintah yang diberikan kepada masyarakat guna mencapai tujuan tertentu. Sedangkan subsidi harga sebagai subsidi tidak langsung adalah subsidi yang tidak memiliki nilai moneter yang telah ditentukan sehingga tidak melibatkan pengeluaran aktual.
Apabila beras sebagai komoditas primer yang dibutuhkan semua lapisan masyarakat, lebih utama dari BBM maupun minyak goreng yang mendapatkan subsidi harga dari Pemerintah, mengapa pemerintah tidak mengutamakan dulu subsidi pada beras?
Lebih-lebih apabila Pemerintah menyadari dan benar-benar serius betapa fundamentalnya dalam menjaga dan melihara ketahanan pangan dan kedaulatan pangan bagi bangsa dan negara di tengah krisis pangan global yang mulai melanda. Bukankah pangan dalam arti filosofis merupakan "mati-hidup"-nya suatu bangsa?
Sebagai komoditas primer, maka Pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang mengawal komoditi beras dari proses produksi sampai dengan distribusi secara ketat di tengah ancaman krisis pangan global saat ini.
Di sektor produksi pertanian pangan (padi/beras), sudah seharusnya pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang sifatnya urgen, yakni sebagai berikut:
>>Sawah-sawah irigasi tidak boleh dialihfungsikan, dan bila dipandang perlu, bangunan yang berdiri di area sawah irigasi harus direlokasi.
>>Pun demikian halnya terhadap BUMN-BUMN jangan hanya terjun dikomoditi perkebunan (PTP), akan tetapi juga harus terjun di komoditi pangan, khususnya padi.
Dalam hal kebijakan di sektor distribusi, Pemerintah sudah waktunya dan sudah seharusnya menerapkan kebijakan subsidi harga pada beras yang teknisnya adalah sebagai berikut:
>>Melakukan pembelian padi dari petani kecil (luas lahan 0,5 ha) dengan harga yang menguntungkan petani (Rp 7.000/kg) dan menjual dalam bentuk beras medium dengan harga Rp 10.000/kg.
Tentunya, harga ini harus diperhitungkan secara cermat dengan menyesuaikan kemampuan anggaran negara. Pembelian dan penjualan beras subsidi dilakukan oleh Bulog melalui pengawasan yang ketat. Sebab, subsidi ini akan membutuhkan cost yang besar, sehingga APBN harus mengurangi pos-pos anggaran lain yang tidak urgen, dan memberikan porsi terbesar untuk sektor pertanian pangan.
Adapun manfaat subsidi harga pada komoditas beras adalah sebagai berikut:
>>Menggairahkan petani untuk kembali bercocok tanam padi.
>>Meningkatkan kesejahteraan petani kecil sebagai pahlawan pangan.
>>Menekan para tengkulak dan spekulan padi/beras.
>>Menghilangkan ketergantungan pada impor.
>>Menekan laju inflasi.
>>Mengurangi anggaran bantuan saprodi (sarana produksi pertanian) dan alsintan (alat mesin pertanian) untuk tanaman pangan, khususnya padi.
>>Mengurangi peluang korupsi di dinas terkait melalui pengadaan barang bantuan saprodi dan alsintan.
>>Sedangkan secara umum manfaat dan fungsi dari kebijakan subsidi adalah:
Membantu menurunkan harga barang atau jasa di bawah harga pasaran.
>>Dengan subsidi penurunan harga, masyarakat golongan bawah bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka dan berangsur-angsur mengalami peningkatan kualitas ekonomi.
>>Menjaga daya beli masyarakat.
>>Subsidi juga bermanfaat bagi para pelaku usaha untuk meningkatkan produktivitas mereka.
>>Memiliki manfaat pula untuk meningkatkan produksi barang dan jasa yang kompetitif terhadap barang dan jasa dari luar negeri.
>>Membantu mencegah terjadinya kebangkrutan bagi pelaku usaha di tengah ketidakpastian iklim berusaha yang tengah dilanda krisis.
Sebuah adagium menyatakan demikian, "Siapa gerak cepat dan sempat akan selamat. Sedikit terlambat akan sekarat ...."
Artinya, terkait dengan situasional ancaman krisis pangan global yang telah menggejala dan akan memengaruhi pula terhadap kondisi ketahanan pangan dan kedaulatan pangan negeri ini, maka tindakan cepat dalam mengantisipasi agar tidak terjebak ke dalam jurang krisis pangan yang lebih dalam, Pemerintah diharapkan segera menerapkan kebijakan dalam memperkokoh ketahanan dan kedaulatan pangannya. Dimana di dalam ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dimaksud include dengan kemandirian dan keamanan pangan yang ditopang oleh swasembada pangan, bukan dengan cara impor yang lebih banyak bergantung kepada negara lain yang saat ini dapat dipastikan sudah tidak memungkinkan lagi.
Disadarikah semua itu oleh Pemerintah dalam memprioritaskan kebijakan program pembangunan situasional dari ancaman krisis pangan global yang bakal memengaruhi kondisi sosial-ekonomi dan politik di negeri ini pula?
Sekian dan terima kasih. Salam Seimbang Universal Indonesia_Nusantara ....
*****
Kota Malang, Oktober di hari kesebelas, Dua Ribu Dua Pulah Tiga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
