Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Mendirikan Indonesia Merdeka (100)

Politik | Friday, 06 Oct 2023, 09:45 WIB

Setiap bangsa membutuhkan waktu yang lama untuk dapat berdiri kokoh. Amerika Serikat (AS), misalnya, membutuhkan waktu sedikitnya 70 tahun untuk mengkonsolidasikan dirinya menjadi imperialis yang kuat. Begitupula dengan Tiongkok, yang selama ber abad-abad jatuh bangun dalam perang saudara, pemberontakan dan agresi bangsa lain, yang menjadikannya tumbuh sebagai bangsa yang merdeka dan besar besar seperti sekarang ini.

Bangsa Indonesia pun demikian, proses membangun bangsa ini telah lebih dari 100 tahun. Boedi Utomo 1908, Syarikat Islam 1911, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi kemerdekaan 1945, kudeta kontroversial 1965, penggulingan otoritarianisme 1998, dan penyelewangan cita cita Reformasi Mei 1998 sekarang ini, adalah serangkaian peristiwa penting yang menentukan jalannya sejarah Republik Indonesia menuju bangsa yang merdeka dan kuat.

Pengalaman Indonesia selama 350 tahun dalam tekanan kolonialisme, tentunya memberi pelajaran yang berharga. Proses menuju kemerdekaan yang memakan korban jutaan jiwa adalah pengalaman yang tak mungkin terlupakan. Proses ini tidak akan berhenti, karena kemerdekaan adalah jembatan emas. Tidak peduli, meskipun akan memakan banyak korban lagi.

Tidak ada yang lebih besar dari tugas meraih kemerdekaan, tidak ada pekerjaan yang lebih sulit dari membebaskan diri dari tekanan imperialisme, yang menjadi hukum sejarah masyarakat.

Meski tidak semua orang suka dengan jalan sejarah yang sulit, tidak semua orang mau terlibat dalam perlawanan yang melelahkan. Sebagian besar orang ingin damai, hidup tenang, tanpa konflik dan pertikaian, baik secara internal maupun terhadap pihak asing. Namun tidaklah demikian fakta sejarah. Suka atau tidak suka hidup adalah persaingan dan pertarungan. Jika tidak menyerang, maka patilah akan diserang. Jika tidak melawan pastilah akan tenggelam dalam lumpur pekat penindasan selama-lamanya.

Untuk dapat bertahan suatu bangsa harus membangun benteng yang kokoh, memperkuat palsafah hidup, mengkonsolidasikan segenap kekuatan dan potensi internal, melakuan unifikasi sumber daya alam dan teritorialnya, sebagai landasan membentuk konstitusinya negara yang tangguh. Dengan cara demikian, ia akan selamat gejolak dari dalam dan tekanan apapun yang datang dari luar.

Pengalaman bangsa-bangsa di Arab dapat menjadi contoh penting, betapa sulitnya mereka mempertahankan eksistensinya dari invasi imperialistik-kolonialistik. Palestina terancam lenyap sebagai sebuah bangsa sejak 1967, Irak telah dibubarkan dengan paksa melalui agresi sekutu 2003, Iran hendak dilenyapkan melalui propaganda hipokrit AS.

Demikian pula pengalaman bangsa-bangsa di Afrika yang dimusanakan perlahan-lahan oleh perang saudara, penyakit dan kelaparan, yang kesemuanya merupakan tanda sejarah bahwa untuk bertahan hidup maka suatu bangsa harus memperkuat diri dalam menghadapi ganasnya gelombang pertarungan. Jika tidak, maka ia akan musnah.

Soekarno menggambarkan bahwa ganasnya gelombang sejarah adalah medan pertarungan menjadi bangsa yang besar. Ia mengatakan, bahwa bangsa yang besar dikahirkan oleh dinamika politik yang hebat, dan demikian pula sebaliknya bangsa yang kerdil dilahirkan oleh situasi yang serba nyaman dan adem ayem. Bung Karno mengibaratkan situsi adem ayem ini hanya ada di suatu tempat yang namanya negeri bhatara guru, suatu tempat yang hanya ada dalam imajinasi para pemimpi.

Pendiri bangsa menyadari benar bahwa masalah Indonesia tidak akan berhenti setelah proklamasi kemerdekaan. Imperialisme akan kembali dan telah kembali dengan segala macam cara untuk menguasasi negeri ini. Itulah mengapa berkali-kali dalam sebagian besar pidatonya Bung Karno mengatakan "wasapada nekolim .sekali lagi waspada nekolim!". Itulah mengapa api perlawanan harus dinyalakan dan perjuangan harus terus dikobarkan.

Jangan Sampai Bubar

NKRI terancam lenyap eksistensinya secara politik-ekonomi dan kebudayaan. Bangsa ini semakin kehilangan supremasinya mengatur dirinya sendiri, kehilangan hak atas kekayaannnya sendiri, dan semakin jauh dari jati dirinya dan terjebak meniru-niru adapt bangsa lain secara membabi buta. Indonesia terancam bubar dalam usianya yang relatif muda, 65 tahun.

Seluruh UU dan kebijakan yang lahir di negeri ini dibuat oleh pihak asing. Proses ini berlangsung melalui dua cara yaitu ratifikasi terhadap hasil perundingan/perjanjian internasional dan diadopsinya berbagai hasil perjanjian tersebut dalam hukum positif nasional secara subversif.

Tanah, kekayaan alam, telah sepenuhnya dikontrol modal asing, hampir dari 175 juta hektar lahan dikuasai oleh penanaman modal besar, dan sebagian besar adalah modal asing. dan beberapa komoditi penting Energi Sumber Daya Mineral (SDM) dan Non ESDM dikuasai asing.

Diatas dominasi dan ekploitasi bangsa lain, elite politik Indonesia semaki kehilangan kepercayaan diri alias minder. Mereka terjebak dalam pragmatisme, tidak dapat menggali masalahnya dan menemukan orientasi kebangsaannya. Seperti orang mabuk limbung dalam badai globalisasi.

Meski kondisi bangsa telah sampai pada tingkat yang menghawatirkan, seluruh anggota parlemen dan mereka yang ada dalam birokrasi kekuasaan saat ini jika ditantang melakukan tidakan-tindakan radikal dalam menyelamatkan Indonesia dari ancaman bubar, selalu mengeluarkan statement keputusasaan. Tidak tahu, tidak sanggup, kalah. Lalu tanggung jawab ini mau diserahkan pada siapa? Dan mengapa mereka masih disana dan tidak mundur?

Pemuda Ambil Alih

Satu hal yang sangat terasa dalam seluruh proses sejarah yang sebagian dilalui dengan berdarah-darah adalah semangat untuk mendirikan Indonesia yang bebas dari segala belenggu kolonialisme dan imperialisme.

Semangat itu yang tetap terpatri dalam jiwa pemuda-pemuda Indonesia yang selalu memainkan peran penting dalam seluruh proses mendirikan negara ini. Mengapa pemuda? Mengapa bukan kaum bangsawan atau kelas menengah seperti Eropa, mengapa bukan kelas pekerja seperti di Rusia? atau laskar kaum tani seperti dalam pengalaman sejarah bangkitnya Tiongkok?

Para pemuda Indonesia telah lahir sebagai suatu entitas sendiri sejak awalnya. Mereka adalah tentara dalam kekeluargaan yang merupakan struktur tertendah dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Keluarga inilah yang selalu berhadapan dengan tekanan, penindasan imperialisme, neoliberalisme dan otortarianisme hingga fasisme. Dari keluargaan inilah lahir pemuda, yang setia menjaga keluarga dan negaranya dari segala ancaman penindasan.

Beban sejarah pemuda berubah dalam setiap jamannya. Tidak berkurang namun terus bertambah dari waktu ke waktu. Tugas mendirikan Indonesia merdeka diatas tiga pilar utama, berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkerpibadian secara kebudayaan, adalah tugas terberat saat ini. Tugas ini tentu lebih berat dari apa yang pernah diemban oleh angkatan-angkatan sebelumnya. Mengapa demikian? Pemuda tidak hanya berhadapan dengan ganasnya nekolim tapi sekaligus busuknya politik internal.

Namun demikianlah adanya, seperti itulah aturan sejarah. Tugas pemuda hanyalah mengikuti jalannya sejarah. Pemuda harus terus berlawan, untuk mendirikan Indonesia merdeka 100 persen. Kerana negara ini tidaklah dididikan untuk satu hari lamanya atau untuk sewindu lamanya. Indonesia merdeka didirikan untuk selama-lamanya dan hanya pemuda Indonesia yang dapat mengemban tugas ini!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image