Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fauzi Jogja

Menemukan Kembali Jiwa Kepemimpinan di Rumah Allah

Agama | 2025-10-20 08:19:24
KH. Fahmi Akbar (kiri) saat presentasi dalam Peningkatan Kompetensi SDM Pemuda dan Remaja Masjid Kanwil Kemenag DIY (dok. pribadi)

Masjid bukan sekadar tempat menunaikan salat berjamaah. Ia adalah pusat kehidupan, ruang belajar, wadah berorganisasi, bahkan tempat lahirnya para pemimpin umat. Sejarah Islam mencatat, hampir semua kebijakan penting Rasulullah SAW. bermula dari masjid — tempat musyawarah, strategi, pendidikan, dan pelayanan masyarakat. Di sanalah nilai-nilai kepemimpinan Islam tumbuh, berakar, dan membentuk generasi yang amanah.

Nilai inilah yang kembali dihidupkan dalam kegiatan Peningkatan Kompetensi SDM Pemuda dan Remaja Masjid yang digelar Kanwil Kemenag DIY. Dengan tema yang hangat dan menyentuh, “Di Masjid Hatiku Terkait,” kegiatan ini menjadi ruang bertemunya gagasan lintas generasi — takmir, pemuda, dan remaja — untuk belajar bersama tentang kepemimpinan, organisasi, dan tanggung jawab moral di tengah derasnya arus digital dan perubahan zaman.

Salah satu sesi paling berkesan datang dari KH. Fahmi Akbar Idries, yang menyoroti pentingnya menumbuhkan kepemimpinan berbasis nilai. Dalam paparannya bertajuk “Organisasi dan Kepemimpinan: Membangun Generasi Pemimpin yang Amanah dan Berdaya,” Ia mengingatkan bahwa pemimpin sejati bukanlah yang paling kuat, melainkan yang paling bertanggung jawab.

“Pemimpin itu bukan soal posisi, tapi soal pengaruh dan keteladanan,” tegasnya. “Ia adalah orang yang mampu menggerakkan, bukan sekadar memerintah.”

Peserta Peningkatan Kompetensi SDM Pemuda dan Remaja Masjid yang digelar Kanwil Kemenag DIY (dok. pribadi)

Organisasi Masjid: Sekolah Kepemimpinan yang Nyata

Dalam pandangan Kiai Fahmi, masjid adalah laboratorium sosial terbaik untuk melatih kepemimpinan. Di sana, pemuda belajar mengatur kegiatan, mengelola dana, mengoordinasi tim, dan berkomunikasi dengan masyarakat lintas usia. Semua ini membentuk soft skills yang tak kalah penting dibanding pengetahuan akademik: disiplin, tanggung jawab, kerja sama, dan keikhlasan.

Wakil Ketua PBNU ini menjelaskan bahwa setiap organisasi, termasuk remaja masjid, membutuhkan tiga pilar utama: komunikasi, koordinasi, dan kontrol. Tanpa ketiganya, roda kegiatan akan macet. Banyak persoalan di kalangan pemuda masjid — mulai dari lemahnya regenerasi, konflik internal, hingga minimnya inovasi — berakar dari absennya sistem manajemen yang jelas.

“Musyawarah itu ruh organisasi. Tapi musyawarah yang produktif hanya bisa terjadi kalau ada komunikasi yang jujur dan koordinasi yang sehat,” ujarnya. Karena itu, manajemen organisasi di masjid perlu dijalankan dengan prinsip daya guna (efisiensi) dan hasil guna (efektivitas). Keduanya menuntut keterampilan berpikir sistematis tanpa kehilangan nilai spiritual.

Menjadi Pemimpin yang Amanah dan Inspiratif

KH. Fahmi menguraikan lima nilai dasar yang perlu dihidupkan oleh para pemuda dan remaja masjid: amanah, ukhuwah, profesionalisme, musyawarah, dan keteladanan. Nilai-nilai ini bukan teori kosong, melainkan fondasi moral yang menjaga agar aktivitas masjid tetap bersih dari kepentingan pribadi dan duniawi.

Pemimpin muda, menurutnya, harus berani menjadi teladan — bukan hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam konsistensi, kejujuran, dan pelayanan. “Kalau ingin dihormati, mulailah dengan menghormati,” tuturnya. “Kalau ingin diikuti, mulailah dengan meneladani.”

Ia menekankan, gaya kepemimpinan yang efektif dalam konteks masjid bukanlah otoriter atau populis, melainkan partisipatif dan inspiratif. Artinya, pemimpin bukan bekerja sendirian, tapi mengajak jamaah bergerak bersama membangun kemaslahatan. Di sinilah nilai luhur Rasulullah SAW. menjadi rujukan utama: memimpin dengan kasih, menegur dengan bijak, dan mendengar dengan hati.

Tantangan dan Harapan

Realitas hari ini menunjukkan banyak masjid kehilangan kedekatan dengan generasi muda. Sebagian remaja merasa masjid tidak lagi relevan dengan dunia mereka. Padahal, sebagaimana ditegaskan KH. Fahmi, justru di tangan merekalah masa depan masjid ditentukan.

Karenanya, dibutuhkan revitalisasi peran pemuda dalam menghidupkan masjid — tidak sekadar menjadi panitia kegiatan, tetapi menjadi penggerak peradaban. Dengan pelatihan seperti ini, diharapkan muncul kader-kader remaja masjid yang memiliki visi keumatan, kemampuan manajerial, serta ketangguhan spiritual.

Sebagaimana sabda Nabi SAW.:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kalimat itu bukan hanya pesan moral, tetapi mandat sejarah bagi generasi muda Islam.

Walhasil, kegiatan ini memberi pesan kuat bahwa masjid tidak boleh berhenti hanya sebagai tempat ibadah ritual. Ia harus hidup sebagai pusat pendidikan moral, sosial, dan kepemimpinan. Para pemuda dan remaja bukan sekadar “pengunjung masjid,” melainkan “penentu arah” masa depan masjid itu sendiri.

Dan seperti tema kegiatan ini: “Di Masjid Hatiku Terkait,” sejatinya setiap jiwa muda yang pernah jatuh cinta pada masjid tidak akan pernah kehilangan arah. Sebab dari masjidlah hati terikat, pikiran tercerahkan, dan peradaban dibangun. (Ahmad Fauzi)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image