Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

TNI dan Masalah Nasional

Politik | Thursday, 05 Oct 2023, 04:51 WIB

Hari ini, tujuh puluh delapan tahun yang lalu, Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit yang merubah Badan Keamanan Rakyat (BKR) menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Perbuahan ini kemudian diperingati sebagai hari ulang tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mengingat “alat negara” ini didirikan dalam semangat revolusi kemerdekaan maka keberadaannya tak luput dari tugas mempertahankan kemerdekaan dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia sesuai Pembukaan UUD 1945. Terlebih lagi karena TNI adalah anak kandung Rakyat. Mayoritas prajurit TNI terdiri dari anak-anak rakyat pekerja, petani, pegawai, buruh, pedagang kecil, atau dari jenis pekerjaan lainnya.

Namun ada persoalan-persoalan yang mengganjal dalam perjalanan sejarah. Pada masa revolusi kemerdekaan, unsur TNI (atau TKR) banyak diisi oleh unit-unit laskar rakyat yang berjuang mempertahankan kemerdekaan dari invasi militer Belanda dan Sekutu. Sementara bagian yang lain berasal dari tentara eks KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) dan eks PETA (Pembela Tanah Air). Pada tahun 1948 dilakukan “reorganisasi dan rasionalisasi” yang menyingkirkan pengaruh unsur-unsur laskar rakyat. Meski dengan kadar yang berbeda, berkuasanya unsur (terutama) KNIL dan PETA turut menanamkan benih watak negatif atau menindas. Sastrawan Pramoedya Ananta Toer, dalam sebuah wawancara, menyampaikan alasan ia mundur dari ketentaraan disebabkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilihatnya di sana.

Tahun 1958 terjadi kudeta militer di berbagai negeri seperti Thailand, Pakistan, dan Irak, yang ramai diberitakan pers dalam negeri. Menyambut momentum tersebut, di Indonesia, Mabes TNI mengeluarkan tuntutan bersejarah, bernama “Jalan Tengah Tentara” yang kemudian dikenal sebagai Dwi Fungsi ABRI. Pihak militer mendesak pemerintahan sipil (Bung Karno) untuk menerima kehadiran militer di lapangan sipil (sosial politik dan sosial ekonomi), “supaya menghindari munculnya pemikiran ke arah itu (kudeta_red.)”, kata Jenderal A.H. Nasution. Puncak kekelaman TNI (khususnya AD) dalam sejarah adalah ketika ia dijadikan alat untuk membunuh dan menyakiti jutaan rakyat pasca peristiwa 30 September 1965. Demi melindungi modal yang beroperasi, TNI dikenal senang berlaku sadis sepanjang kekuasaan rezim fasis militeristik orba, yang sisa-sisa bentuk kebrutalannya masih dapat kita saksikan sekarang.

Sejalan dengan sejarah di atas, pada usia ke-78 ini TNI berada di tengah situasi kebangsaan yang sedang dihancurkan, termasuk keadaan di mana TNI semakin tidak berdaya untuk “mempertahankan kemerdekaan” dan “melindungi seluruh tumpah darah Indonesia”. Dalam situasi demikian, tuntutan agar TNI menjadi profesional, tidak berpolitik dan tidak berbisnis, harus disertai dengan peningkatan kesejahteraan prajurit, dan kelengkapan alutsista (alat utama sistem senjata) yang memadai. Sementara tuntutan perbaikan birokrasi harus disertai dengan perbaikan pada proses perekrutan yang bebas dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), dan peningkatan kualitas isi pendidikan yang diperoleh para prajurit.

Dalam kerangka yang lebih luas, perkenankan kami meneruskan sebuah posisi, agar prioritas pertahanan perlu diletakkan pada sektor maritim (atau Angkatan Laut) dan pada batas tertentu di udara. Sementara untuk pertahanan darat dipenuhi oleh sebuah kesatuan Tentara Rakyat yang bersifat non-reguler (tidak tetap). Dengan demikian tentara profesional akan berada di garis depan, yaitu mempertahankan lautan dan udara, sementara daratan menjadi tanggungjawab Tentara Rakyat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image