Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Aini

Potret Buram Pendidikan : Peserta Didik Tidak Memiliki Ketrampilan Dasar (Bagian 2)

Guru Menulis | 2023-10-03 09:04:54

Realitas bahwa ada siswa SMP yang tidak bisa membedakan huruf, tidak bisa membaca, angka ketidakmampuan belajar tinggi dan nilai evaluasi kompetensi guru untuk pengetahuan dasar masih rendah, adalah segelintir permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan. Permasalahan ini jika dibiarkan maka akan berpengaruh pada kualitas generasi. Dari aspek kurikulum jelas perlu evaluasi.

Sejarah kurikulum dari Indonesia merdeka hingga penerapan kurikulum merdeka membuktikan Indonesia belum menjadi negara yang rakyatnya cerdas dan sejahtera, apalagi menjadi negara adi daya. Mengapa demikian? Karena kurikulum yang diterapkan sejak negara ini berdiri sudah tidak bisa diharapkan menjadi solusi dan salah dari asasnya.

Sejak Indonesia ada, sistem yang menaungi dunia pendidikan adalah sistem yang salah, sistem yang batil. Negara ini adalah negara republik yang membiarkan kekuasaan bebas dipegang siapapun. Orang fasik hingga orang kafir bebas menjadi penguasa yang mengelola negara. Negara ini telah menjadikan kedaulatan di tangan rakyat, menganggap suara rakyat adalah suara Tuhan, menganggap manusia berhak membuat hukum sendiri, mengabaikan hukum yang telah ditentukan Allah dan RasulNya. Sejak awal negara ini lahir, telah mendeklarasikan sebagai negara sekular, negara yang menolak campur tangan syariat agama. Maka tak heran, kebijakan yang lahir di bidang pendidikan pun juga berdasarkan asas yang mengabaikan agama dan malah berkiblat pada ideolagi kapitalisme yang tegak atas akidah sekularisme, yang menjunjung tinggi nilai kebebasan, menjadikan materi serta kemanfaatan sebagai standar perbuatan.

Tak perlu jauh memandang, dalam kurikulum terbaru yaitu kurikulum Merdeka, pendidikan sebatas memenuhi tuntutan pasar sangatlah terlihat. Pendidikan hanya untuk menyediakan SDM yang dibutuhkan pasar, sedangkan pasar yang menguasai adalah para pemilik modal. Maka jadilah pendidikan hanya sekadar mencetak SDM yang siap diterima pasar, siap menjadi pion yang dikendalikan para pemilik modal. Dengan kata lain pendidikan lebih banyak mencetak buruh tanpa butuh keterampilan tinggi, bukan mencetak manusia berkualitas dengan keterampilan tinggi dan kemampuan intelektual tinggi pula.

Aroma pesanan asing pun sangat tercium dalam setiap penyusunan kurikulum dan pembuatan kebijakan di bidang pendidikan. Salah satu buktinya adalah perubahan mendasar di Kementerian Agama dengan lahirnya KMA 183 dan 184 yang merupakan payung hukum penderasan moderasi beragama bidang pendidikan di lembaga pendidikan dalam naungan Kemenag. Salah satu alasan penderasan moderasi beragama adalah karena sikap moderat sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Sikap moderat akan bisa menggerus sikap radikal, sikap moderat akan menciptakan kedamaian, dan ujungnya adalah para investor akan nyaman dan merasa aman meletakkan dana investasinya. Terlihat menguntungkan, padahal sejatinya menghancurkan. Sikap moderat semakin mengikis keimanan siswa dengan alasan toleransi, pelestarian kearifan local dan menjaga keberagaman. Sikap moderat sejatinya membuat seorang muslim semakin jauh dari keterikatan terhadap aturan agama secara total yang seringkali diidentikkan dengan sikap radikal. Alih-laih mewujudkan generasi mulia berkepribadian Islam, menguasai IPTEK, unggul dalam pengetahuan dan keterampilan, yang ada adalah generasi yang semakin rusak akhlaknya. Generasi yang diabaikan kemampuan intelektualnya termasuk dalam kemampuan baca tulis, kemampuan memahami teks, apalagi kemampuan menghadapi permasalahan kehidupan. Parahnya lagi, kucuran dana penderasan moderasi beragama dan implementasi kurikulum Merdeka disambut dengan kegembiraan , dianggap sebagai bentuk kepedulian, padahal prinsip kapitalis itu abadi, tidak ada makan siang gratis, ada harga mahal yang harus dibayar. Dan hasilnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, yang bodoh semakin terpuruk, yang pintar dijadikan kepanjangan tangan para pemilik modal.

Berharap pada pendidikan gratis berkualitas dalam sistem kapitalis itu utopis, tidak akan terjadi. Bahkan pendidikan pun akan menjadi sasaran lahan bisnis. Lihatlah bagaimana para konglomerat yang mulai menguasai sektor pendidikan dan negara yang semakin berlepas tangan dari pembiayaan pendidikan, selanjutnya akan bermunculan generasi yang mempunyai pandangan pendidikan tidak penting asal tetap berpenghasilan. Tidak penting sekolah asal bisa hidup mewah. Sungguh prinsip yang sangat bertentangan dengan Islam yang menjadikan posisi seorang penuntut dan pemilik ilmu sebagai posisi yang tinggi derajatnya.

Islam mempunyai tujuan jelas dalam bidang pendidikan[1]. Pertama, membangun kepribadian islami, yakni pola pikir (akliah) dan jiwa (nafsiah) bagi anak-anak umat. Keharusan ini karena akidah Islam adalah asas kehidupan setiap muslim sehingga harus dijadikan asas berpikir dan berkecenderungan.

Terdapat banyak ayat Al-Qur’an dan hadis penggugah berpikir sebagai buah keimanan kepada Allah Taala. Misal, QS Ali Imran ayat 191, “Dan mereka berpikir tentang penciptaan langit dan bumi.”

Lalu hadis Rasulullah saw., “Berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah setahun.” Juga banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang mengingatkan agar seorang muslim cenderung kepada landasan akidah Islam, seperti QS At-Taubah ayat 24.

Artinya, strategi pendidikan harus dirancang untuk mewujudkan identitas keislaman yang kuat, baik aspek pola pikir maupun pola sikap. Metodenya adalah dengan penanaman tsaqafah Islam, berupa akidah, pemikiran, dan perilaku Islam ke dalam akal dan jiwa anak didik. Dengan demikian, kurikulum pendidikan Negara (Khilafah) harus disusun dan dilaksanakan untuk merealisasikan tujuan tersebut.

Kedua, mempersiapkan anak-anak kaum muslim agar di antara mereka menjadi para ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman (ijtihad, fikih, atau peradilan), maupun berbagai bidang sains (teknik, kimia, fisika, atau kedokteran).

Di pundak para ilmuwan, pakar, dan ahli kelaklah, ada kesanggupan untuk membawa Negara dan umat Islam menempati posisi puncak di antara bangsa-bangsa dan negara-negara lain di dunia. Walhasil, Negara akan menjadi pemimpin dan berpengaruh kuat dengan mabda Islam.

Sedangkan biaya pendidikan, dalam Islam pendidikan diberikan gratis, cuma-cuma, tanpa pungutan sedikitpun. Dana diambilkan dari hasil pengelolaan kepemilikan umum yang merupakan hak seluruh warga negara. Sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Seluruh potensi alam , air yang melimpah, sumber energi , hutan dan semua SDA yang melimpah berhak dimanfaatkan hasilnya oleh seluruh rakyat, penguasa menjadi wakil rakyat untuk mengelola kepemilikan umum dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, salah satunya adalah untuk pembiayaan pendidikan yang merupakan hak seluruh rakyat.

Demikianlah, Islam menjamin setiap peserta didik mendapatkan ilmu dasar, siap mengarungi kehidupan, cakap dalam berbagai ilmu pengetahuan dan menjadikan dunia untuk menyiapkan bekal kehidupan yang kekal, akhirat.

Selesai

Catatan kaki :

[1] https://muslimahnews.net/2022/11/21/14601/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image