Solusi Melawan Bank Emok
Edukasi | 2023-09-28 20:45:30Oleh: H. Dadang A. Sapardan, M.Pd., Kp
Hari ini mendapat share sebuah berita acara dari seorang kepala desa. Berita acara tersebut mengungkapkan kesepakatan dari para pemangku kebijakan di desa terkait dinamika bank emok yang cukup meresahkan, terutama meresahkan terhadap masyarakat ekonomi lemah. Lahirnya berita acara tersebut terpicu oleh sepak terjang dari oknum-oknum petugas bank emok. Berita acara tersebut diharapkan menjadi pagar bagi masyarakat untuk tidak menjadikan bank emok sebagai tumpuan solusi dalam menghadapi permasalahan ekonomi. Dengan dibuatnya berita acara tersebut, keberadaan bank emok yang dianggap menerapkan kebijakan pemberian pinjaman dengan bunga di luar nalar, dapat terpinggirkan. Sebuah fenomena kehidupan keseharian dari masyarakat pedesaan yang harus mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan.
Bank emok adalah satu diksi yang dilekatkan pada lembaga keuangan yang memberi pinjaman mikro kepada masyarakat. Kata ‘emok’ yang dalam bahasa Sunda bermakna ‘duduk di lantai’ dengan cara lesehan merupakan jasa kedit mikro dengan jumlah pinjaman jutaan, belasan juta, bahkan bisa sampai puluhan juta. Lembaga ini menyasar masyarakat di pedesaan, terutama ibu-ibu yang memiliki keterbatasan akan akses terhadap bank resmi. Lembaga keuangan ini memberikan pinjaman kepada setiap nasabahnya dengan tanpa persyaratan yang menjelimet.
Pola pemberian kredit oleh bank emok dilakukan secara kolektif terhadap sekelompok ibu-ibu yang menjadi nasabahnya. Jika terdapat seorang nasabah yang telat membayar, nasabah lain yang dalam satu kelompok tersebut harus tanggung renteng menutupi kekurangannya. Menjadi nasabah pada bank emok diperlukan komitmen dan kebersamaan antaranggota kelompok.
Keberadaan bank emok muncul sejak tahun 2017 pada beberapa wilayah di Jawa Barat. Kemunculannya didasari kebutuhan masyarakat ekonomi lemah akan kredit ekonomi mikro. Sebelum tahun 2017, masyarakat sangat familiar dengan istilah bank keliling (bankling). Pola yang diterapkan bank keliling dengan bank emok berbeda pada satu sisi, tetapi ada kemiripan pada sisi lain. Bisa jadi, bank emok merupakan transformasi dari bank keliling yang selama puluhan tahun menjadi andalan masyarakat ekonomi lemah.
Istilah bank emok sangatlah familiar di kalangan ibu-ibu yang tergolong ekonomi lemah. Jasa kredit ini menjadi solusi cepat untuk mengatasi permasalahan keuangan yang melanda ibu-ibu. umumnya, praktik pemberian kredit dilakukan secara door to door dan kolektif atau secara berkelompok. Para petugas dari bank emok menawarkan dengan syarat mudah lewat cara door to door. Demikian pula dengan tagihan, dilakukan oleh petugas dari bank emok dengan cara door to door pula.
Pemberian pinjaman dilakukan dengan mudah dan cepat karena tanpa agunan sama sekali. Tanpa penerapan persyaratan yang ketat seperti halnya di bank reguler. Masyarakat yang membutuhkan cukup memberikan KTP dan KK kepada petugas bank emok, pinjaman bisa segera diproses dan uang langsung diterima oleh para nasabah.
Saat proses peminjam adalah waktu yang sangat menyenangkan karena bagi para nasabah, mereka mendapat solusi dan terbebas dari beban tekanan ekonomi akibat kebutuhan keuangan untuk membiayai sesuatu yang mendesak. Saat itu, keberadaan petugas bank emok seakan menjadi malaikat penolong bagi mereka yang tengah ditekan oleh kebutuhan mendesak. Para petugas bank emok menjadi juru selamat dari keterpurukan ekonomi masyarakat yang tengah dililit masalah keuangan.
Permasalahan timbul saat tahapan pelunasan utang dari nasabah melalui petugas bank emok. Berbagai teror psikologis menjadi makanan keseharian yang harus diterima oleh nasabah yang tidak bisa mengikuti alur pelunasan pinjaman. Teror diterima oleh para ibu dari para petugas penagihan bank emok, manakala proses pelunasan mengalami kemacetan. Teror ini menjadi permasalahan yang harus dihadapi oleh nasabah yang mengalami kemacetan dalam proses pelunasan.
Upaya menyikapi dan menyelesaikan fenomena yang menjerat kaum ibu ini memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai efek dari proses penagihan terjadi pada nasabah kredit macet bank emok. Pertengkaran antar suami-istri kerap terjadi. Dari pertengkaran tersebut di antaranya berujung dengan perceraian. Bahkan, tingkat kekerasan yang dipicu fenomena ini tidak jarang berlangsung.
Dengan fenomena seperti itu, diperlukan turun tangan berbagai pemangku kepentingan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi para nasabah kredit macet. Hal itu dimungkinkan karena fenomena macetnya kredit bank emok menjadi pemicu keresahan yang berdampak langsung pada kondusifitas lingkungan masyarakat.
Untuk menyikapi fenomena demikian, diperlukan keterbangunan kebersamaan atau gotong royong di antara masyarakat bersama para pemangku kepentingan. Mulai Ketua RT, Ketua RW, pemerintahan desa, sampai pemerintahan lebih atas harus mulai terlibat di dalamnya. Keterlibatan tersebut perlu dilakukan dalam upaya meredam keresahan dari masyarakat yang terlilit utang bank emok serta membangun kondusifitas lingkungan masyarakat.
Keterlibatan anggota dan pengurus lingkungan perlu lebih dioptimalkan. Dalam lingkungan skala kecil, bukan tidak mungkin pengurus RT dan RW membuat kebijakan dengan membentuk satu lembaga antisipatif. Melalui kebersamaan seluruh anggota masyarakat, para Ketua RT dan RW dapat membuat lembaga pinjaman lunak. Lembaga ini diprioritaskan bagi warga yang menghadapi permasalahan pinjaman dengan bank emok. Bahkan dalam jangka panjang, lembaga dapat melebarkan sayap, tidak terbatas bagi warga yang terjerat pinjaman bank emok semata, tetapi dapat dimanfaatkan oleh warga yang memerlukan dana dengan cepat.
Dalam skala lebih luas, alternatif lain yang bisa dilakukan adalah mendorong pengelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) untuk melakukan investasi berbasis kemanusiaan melalui penyediaan pinjaman lunak bagi masyarakat. Investasi ini dlakukan dalam upaya meringankan permasalahan yang dihadapi masyarakat dengan bank emok. Sebagai lembaga usaha desa yang dilandasi oleh keberadaan regulasi, Bumdes yang dikelola oleh masyarakat dan merupakan unit usaha pemerintahan desa merupakan lembaga yang berupaya untuk memperkuat perekonomian desa dan masyarakatnya. Bumdes dimungkinkan menjadi solusi keterjeratan masyarakat oleh pinjaman dari bank emok.
Dengan melakukan diversifikasi pada usaha simpan pinjam, Bumdes dapat menjadi kompetitor para pengelola bank emok, sekaligus menjadi solusi bagi masyarakat ekonomi lemah. Karena merupakan lembaga pemerintahan desa, misi yang diemban Bumdes dalam menyelamatkan masyarakat dari keterjeratan oleh bank emok, bukanlah misi ekonomi semata, tetapi misi kemanusiaan. Keberadaan usaha Bumdes pada bidang ini diharapkan dapat mengurai benang kusut keterjeratan masyarakat oleh bank emok.
Dalam praktiknya, Bumdes dapat menetapkan pengembalian pinjaman dan bunga tidak setinggi yang dipatok bank emok. Bahkan untuk kasus tertentu, bukan tidak mungkin pinjaman yang diberikan menjadi pinjaman lunak tanpa bunga, sekalipun Bumdes merupakan lembaga di bawah pemerintahan desa dengan core bisnis.
Memang, permasalahan yang akan dihadapi oleh pengelola simpan pinjam RT, RW, dan Bumdes adalah terjadinya kredit macet dari warga yang menjadi nasabahnya. Mereka dimungkinkan tidak mampu melunasi pinjaman sebagaimana tersurat dalam kesepakatan saat transaksi peminjaman. Lahirnya kredit macet menjadi sebuah resiko yang harus dihadapi oleh pengelola jasa pinjaman. Namun, prosedur penagihan dari lembaga yang menggunakan prinsip dari warga, oleh warga, dan untuk warga ini tidak akan seekstrim yang dilakukan para penagih dari bank emok.
Melalui pemeranan warga RT, RW, dan Bumdes dalam kegiatan simpan pinjaman masyarakat, diharapkan dapat melahirkan ketenangan. Mereka yang menjadi nasabah dengan kemacetan kredit yang dialaminya tidak akan mengalami kepanikan karena mendapat teror para penagih dari bank emok. ***
Penulis adalah Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.