Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Apa yang akan Terjadi dengan Bumi Kita Jika Seluruh Gletser Mencair?

Teknologi | Tuesday, 26 Sep 2023, 21:07 WIB
Gletser. Foto: ABC via republika.co.id.

DIPERKIRAKAN setengah dari gletser dunia akan mencair dan menghilang sebelum pergantian abad berikutnya, yang dapat memicu timbulnya petaka yang lebih besar terkait pemanasan global.

Hasil penelitian bertajuk Global Glacier Change in the 21st Century: Every Increase in Temperature Matters, yang dipublikasikan awal Januari 2023 di jurnal Science, memproyeksikan bahwa hampir 50 persen es alami Bumi akan mencair pada tahun 2100. Ini jauh lebih cepat daripada yang dikalkulasikan oleh para ilmuwan sebelumnya dengan asumsi Bumi menghangat hanya 1,5 derajat Celcius -- angka yang ditetapkan secara global untuk mengurangi emisi dan sekaligus melindungi Bumi dari pemanasan global dan perubahan iklim.

Namun, pada tingkat pemanasan 2,7 derajat Celcius seperti saat ini, pencairan akan menjadi lebih berbahaya, dengan 68 persen gletser dunia mencair. Demikian kesimpulan penelitian itu sembari menambahkan bahwa es akan hampir sepenuhnya lenyap dari Eropa tengah, Kanada barat, dan Amerika Serikat pada 200 tahun mendatang.

Dengan skenario tersebut, permukaan lautan dunia akan meningkat secara dramatis dan menyebabkan banjir dan bencana besar lainnya di seluruh dunia.

Penelitian tersebut menjelaskan bahwa permukaan laut rata-rata akan naik lebih dari 3 inci selama 75 tahun ke depan jika tingkat pemanasan Bumi dipertahankan pada 1,5 derajat Celcius. Namun demikian, kenaikan itu bisa berpotensi mencapai hampir 5 inci sekiranya pemanasan berlanjut pada laju saat ini yakni 2,7 derajat Celcius.

Menurut United States Geological Survey (USGS), gletser adalah akumulasi es kristal, salju, batu, sedimen, dan seringkali air cair yang besar serta abadi, yang berasal dari daratan dan bergerak menuruni lereng di bawah pengaruh berat dan gravitasinya sendiri.

Lazimnya, gletser ada dan bahkan dapat terbentuk di area di mana rata-rata suhu tahunan mendekati titik beku, curah hujan musim dingin menghasilkan akumulasi salju yang signifikan, dan suhu sepanjang sisa tahun tidak mengakibatkan hilangnya akumulasi salju musim dingin sebelumnya.

Berkat kumulasi salju yang terus-menerus ini selama beberapa dekade, maka akhirnya menghasilkan massa salju yang cukup besar untuk memulai proses metamorfisme dari salju menjadi es gletser. Gletser diklasifikasikan berdasarkan ukurannya, lokasi, dan rezim termal (yaitu kawasan kutub dan kawasan beriklim sedang). Gletser menjadi salah satu indikator sensitif dari perubahan iklim.

Berdasarkan kajian yang dilakukan USGS, masih belum ada kepastian terkait volume total gletser dan tudung es di Bumi. Tetapi, jika semuanya akhirnya mencair, USGS memperkirakan permukaan laut global akan naik sekitar 70 meter dan banjir dahsyat melanda kota-kota pesisir di planet ini.

Terkait dengan cuaca global, menurut Lorin Hancock dari World Wildlife Fund, tatkala es laut dan gletser mencair dan lautan menghangat, arus laut akan terus mengganggu pola cuaca di seluruh dunia. Industri pesisir seperti sektor perikanan akan terpengaruh karena perairan yang lebih hangat mengubah tempat dan waktu ikan bertelur.

Di saat yang sama, masyarakat pesisir akan terus dirundung bencana karena banjir menjadi lebih sering dan badai menjadi lebih hebat. Sementara itu, di Kutub Utara, saat es laut mencair, satwa liar seperti singa laut kehilangan rumahnya dan beruang kutub akan menghabiskan lebih banyak waktu di darat, menyebabkan tingkat konflik yang lebih tinggi antara manusia dan beruang.

Sepertiga kenaikan laut

Para ilmuwan menyatakan pencairan es gletser sejauh ini menyumbang lebih dari sepertiga kenaikan permukaan laut pada sekarang ini. Pencairan es gletser ini bisa terjadi secara alami. Namun, krisis iklim dan peningkatan suhu Bumi telah mempercepat pencairan gletser.

"Kehilangan massa gletser yang meningkat pesat karena suhu global meningkat melebihi 1,5 derajat Celcius menekankan urgensi untuk menetapkan perjanjian iklim yang lebih ambisius untuk melestarikan gletser," tulis para peneliti dalam penelitian tersebut, yang melakukan penelitian menggunakan data satelit selama 20 tahun dan metode terbaru lainnya untuk menentukan dan melacak 200.000 gletser di seluruh dunia.

Dr. David Rounce, insinyur sipil dan lingkungan dari Carnegie Mellon University dan Universitas Alaska Fairbanks, yang merupakan penulis utama penelitian mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya tim peneliti mengisolasi jumlah gletser yang diperkirakan akan hilang.

"Ketika kita berpikir tentang lokasi di mana kebanyakan orang melihat dan mengunjungi gletser, itu benar-benar di lokasi di mana gletser dapat diakses, seperti di Eropa tengah, atau di pegunungan tinggi Asia. Di wilayah ini, ada banyak gletser yang lebih kecil yang menjadi inti dari ekonomi masyarakat di lokasi tersebut," jelas Rounce.

Dampak pencairan es di Greenland dan Antartika di lautan dunia selama ini telah didokumentasikan dengan baik. Namun, menurut para peneliti, penyumbang terbesar kenaikan permukaan laut pada abad ke-20 adalah lapisan es yang mencair dan gletser yang terletak di tujuh wilayah lain yakni di Alaska, Kepulauan Arktik Kanada, Andes Selatan, Pegunungan Tinggi Asia, Arktik Rusia, Islandia, dan kepulauan Norwegia Svalbard. Lima wilayah Arktik telah menyumbang bagian terbesar dari hilangnya es dalam beberapa tahun terakhir.

Penelitian terbaru tentang pencairan Gletser dilakukan di tengah meningkatnya upaya untuk mengurangi masalah iklim. Sungguhpun demikian, kemajuan dalam upaya pengurangan masalah iklim itu dinilai lambat karena tidak ada badan pengatur khusus yang memiliki kekuatan nyata untuk menegakkan Perjanjian Iklim Paris -- kesepakatan yang diadopsi oleh komunitas internasional di 2015.***

--

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image