Kesalahan pada Perencanaan Ternyata Akar dari Tidak Optimalnya Realisasi APBD!
Politik | 2023-09-25 21:02:56Ketidakefektifitas penyerapan APBD menjadi sebuah isu atau masalah yang telah tahun ke tahun dihadapi negara kita. Bahkan, setelah Sembilan tahun lamanya Joko Widodo menjabat sebagai presiden, permasalah ini pun masih saja menjadi masalah yang muluk dibicarakan. Hal ini pun berimbas langsung pada aspek perekonomian daerah yang menurun dan menjalar pula pada perekonomian nasional. Dikarenakan dana yang seharusnya bisa dikelola untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf perekonomian tidak tersalurkan dengan seharusnya.
Banyak bukti dari ketidakefektifitasan penyaluran APBD di Berbagai daerah di Indonesia dengan adanya banyak kasus mengenai penggelapan dana APBD sampai dengan kasus suap yang semakin merebak. Dua diantaranya adalah;
· Defisit APBD yang terjadi di Bali pada tahun 2022 sebesar 1,9T. tentunya 1,9T bukan angka yang sedikit bagi masyarakat Bali, karena bagaimanapun yang menanggung hal ini pada akhirnya adalah masyarakat bali sendiri. Dan lebih parahnya lagi gubernur Bali menganggap defisit sebesar 1,9T ini merupakan hal yang wajar.
· Kasus korupsi di Kejari Lubuklinggau sebanyak 6 milyar yang dilakukan oleh tiga orang tersangka yang tertangkap pada tanggal 2 Agustus 2023. Dana tersebut termasuk ke dalam anggaran kegiatan pengelolaan dana penyertaan modal daerah dari Pemkab Musi Rawas kepada BUMD tahun anggaran 2021. Dan masih banyak lagi kasus lainnya.
Tentu ini hanya sedikit sekali dari banyaknya kasus yang seperti telah menjamur di Indonesia. Sudah banyak sekali kasus yang dihadapi KPK mengenai masalah ini yakni sebanyak 828 kasus penyuapan. Kasus penyuapan ini berkaitan dengan penyelenggaraan proyek APBD. Dan total keseluruhan kasus selama 2022 sebanyak 4.555 kasus dan masih bertambah jumlah kasusnya hingga saat ini.
Tak cukup itu, Sri Mulyani sebagai Kemenkeu pun masih kewalahan hingga saat ini untuk menemukan solusi dari permasalahan ini. Mengapa bisa sedemikian rumitnya? Apakah evaluasi per tahun tidak juga menimbulkan titik terang? Dan apakah sebenarnya penyebab dari permasalahan ini?
Dilansir dari beberapa artikel dan jurnal, ada beberapa penyebab terjadinya ketidakefektifitasan penyerapan APBD ini, dan mengenai penyebabnya sudah saya rangkum seperti dibawah ini:
Pertama, faktor perencanaan. Perencanaan anggaran dianggap selalu saja tidak tepat dan sering mengalami keterlambatan. Hal ini terbukti pada pidato Presiden Joko Widodo mengenai bantuan bagi pertumbuhan gizi stunting senilai 10 milyar. Dimana dari nilai 10 milyar tersebut dana yang dialokasikan hanya 2 miliar, sisanya dianggarkan untuk biaya perjalanan, rapat, dll yang dimana seharusnya hal-hal tersebut tidak membutuhkan biaya sebesar itu.
Kedua, tidak ada kompensasi bagi seorang kepala daerah untuk tidak merealisasikan keseluruhan dari dana APBD dan apabila dana APBD ditahan di bank maka mereka akan mendapatkan intensif dari bunga bank. Apabila dana ditahan, maka akan membuat keterlambatan realisasi perencanaan dan akhirnya membuat perencanaan APBD tidak berjalan dengan optimal. Pada 2022 terungkap bahwa terdapat simpanan dana pemerintah di bank dengan jumlah mencapai 202, 35 triliun yang berupa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja, namun dana tersebut hanya berupa dana simpanan bukan untuk diintensifkan.
Ketiga, kebijakan reward dan punishment yang tidak sepadan membuat kepala daerah tidak bekerja secara maksimal dalam pengelolaan dan penyerapan anggaran.
Keempat, biaya Pemilukada yang tinggi membuat para kepala daerah harus mengembalikan dana mereka yang sudah digunakan dalam pemilukada tersebut. Hal ini dikarenakan biaya para pemilu biasanya didapat dari pihak lain maupun pihak swasta, dan setelah pemilu tersebut dimenangkan pihak-pihak pemberi modal akan meminta pengembalian dana.
Dari sekian penyebab dari tidak efektifnya penyerapan dana APBD, mungkin langkah paling signifikan adalah dengan memperbaiki perencanaan, menjadi perencanaan yang efektif dan dapat dijalankan secara optimal. Namun dilihat dari berbagai kasus, pihak dari yang membuat perencanaannya pun masih salah kaprah, hal ini terbukti dari anggaran-anggaran yang bisa terbilang tak masuk akal. Bisa dikatakan pula bahwa masalah ini memang sudah rusak dari akarnya.
Perlu kita ingat, apabila pihak pemerintah tak tegas-tegas dalam menangani masalah ini, perekonomian yang lebih baik di negara kita mungkin hanya akan menjadi mimpi belaka. Karena dana yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun daerah, malah masuk ke kantong segelintir oknum atau mungkin tersalurkan pada objek yang kurang tepat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.