Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Zidan

Efisiensi Anggaran yang tidak Efisien

Ekonomi Syariah | 2025-02-18 00:36:05

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan instruksi kepada berbagai kementerian dan lembaga untuk melakukan penghematan dalam belanja negara pada tahun 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD, dengan target penghematan mencapai Rp 306,69 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengidentifikasi 16 kategori belanja yang akan dikurangi, terutama yang dianggap tidak esensial seperti perjalanan dinas, acara seremonial, dan pengadaan perlengkapan kantor. Langkah ini diklaim sebagai strategi untuk mendanai program makan siang gratis bagi anak-anak sekolah serta perbaikan ratusan ribu fasilitas pendidikan.

Meskipun pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini tidak akan mempengaruhi kualitas pelayanan publik, muncul kekhawatiran dari berbagai kalangan. Direktur Celios, Bhima Yudhistira, memperingatkan bahwa pemangkasan anggaran berisiko mengurangi jumlah tenaga honorer dalam jumlah besar.

Di sektor pendidikan tinggi dan riset, kebijakan ini menjadi perhatian. Dengan anggaran Rp 57,6 triliun, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi harus menghemat sekitar Rp 22,5 triliun. Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan, Fauzan Adziman, menyoroti bahwa dana untuk penelitian sudah sangat terbatas. Pada tahun sebelumnya, hanya 7% dari total proposal penelitian yang bisa dibiayai. Jika dana riset semakin dipangkas, inovasi dan kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia akan semakin tertinggal.

Sektor kesehatan juga menghadapi tantangan serius karena Kementerian Kesehatan akan kehilangan Rp 19,6 triliun dari total anggarannya. Beberapa pihak khawatir hal ini dapat berdampak pada program pengadaan obat, vaksin, serta penanggulangan penyakit menular seperti tuberkulosis. Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia, Henry Diatmo, menegaskan bahwa pemotongan ini harus dikelola dengan hati-hati agar tidak menghambat upaya pemberantasan TBC di Indonesia.

Di sisi lain, keputusan ini dinilai bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah yang justru memperbesar struktur birokrasi. Pemerintahan Prabowo menambah jumlah kementerian menjadi 48 dan menggandakan posisi wakil menteri menjadi 55. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas kebijakan penghematan yang diterapkan.

Selama bertahun-tahun, pengelolaan keuangan negara sering kali tidak berjalan dengan baik. Pendapatan negara yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, ditambah dengan maraknya korupsi di kalangan pejabat, semakin memperparah keadaan. Gaya hidup mewah di kalangan pejabat, perjalanan dinas yang lebih menyerupai wisata, serta pengadaan barang yang tidak transparan telah menjadi masalah klasik. Dalam kondisi seperti ini, muncul keraguan apakah penghematan yang dilakukan benar-benar akan berdampak positif bagi masyarakat.

Ironisnya, Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar, namun kesejahteraan rakyat masih jauh dari harapan. Sumber daya alam seperti hutan, tambang, dan lautan justru lebih banyak dikuasai oleh segelintir elit dan korporasi besar. Sementara itu, rakyat dibebani pajak tinggi dan terus-menerus diminta berkontribusi dalam menutup defisit anggaran negara.

Kondisi ini merupakan konsekuensi dari sistem kapitalisme, termasuk sistem ekonomi kapitalis dan sistem pemerintahan demokrasi sekuleris yang diterapkan saat ini. Sistem yang mengutamakan kepentingan segelintir elite dan korporasi besar membuat kesejahteraan rakyat selalu terpinggirkan.

Sejatinya Islam telah menawarkan sistem kenegaraan dan ekonomi shahih yang akan membawa pada kesejehteraan dan keadilan. Dalam sistem ini tatanan pemerintahan dan ekonomi diatur berdasarkan prinsip syariah. Sumber utama pemasukan negara adalah dari dari kepemilikan umum, seperti hasil kekayaan alam berupa barang tambang, yang bermacam-macam dan besar nilainya. Juga dari fai, jizyah, kharaj, zakat dan lain-lain. Sistem ini menjamin bahwa setiap pemasukan dan pengeluaran negara dilakukan berdasarkan skala prioritas yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat.

Sejarah telah mencatat bahwa peradaban Islam berkembang pesat dengan sistem ekonomi yang berbasis syariah. Ketika aturan Allah diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan bernegara, keadilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat dapat tercapai. Oleh karena itu, untuk keluar dari berbagai krisis yang terus berulang, umat Islam harus kembali pada sistem yang telah ditetapkan oleh Allah, serta terbukti mampu membawa kemakmuran dalam sejarah peradaban Islam. Wallahu’alam bish-shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image