Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Harsa Permata

Sekelumit Filsafat dan Humanisme dari Film Ar Risalah (The Message)

Agama | Monday, 25 Sep 2023, 20:58 WIB
Sumber: https://image.tmdb.org/t/p/w780/mrczq8Z0NM7DNKdgBzUT3rU40T4.jpg

Film Ar Risalah merupakan versi bahasa Arab dari film The Message yang berbahasa Inggris, yang dibintangi oleh aktor Anthony Quinn. Kedua film tersebut disutradarai oleh Moustapha Akkad, dan diproduksi tahun 1976. Keduanya merupakan deskripsi atas kisah hidup Nabi Muhammad SAW. Banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil dari film tersebut. Untuk kali ini, kita akan berfokus pada pelajaran filsafat yang dapat kita ambil dari film tersebut.

Untuk memahami pandangan filsafat dari sebuah masyarakat, maka kita harus paham kondisi ekonomi, sosial, politik/ideologi, dan budaya masyararakat tersebut.

Dalam film tersebut, digambarkan bahwa masyarakat Mekkah pra-Islam adalah masyarakat yang menyembah ratusan berhala sebagai simbolisasi dari dewa-dewa yang mereka percayai, mempengaruhi hidup mereka. Allah adalah Tuhan yang membawahi ratusan berhala tersebut.

Secara politik, dalam masyarakat Mekkah yang dikuasai suku Quraisy tersebut, terdapat dua kelompok yang dominan, yang pertama adalah Bani Abd ad-Dar yang memonopoli perdagangan dan pemeliharaan berhala. Yang kedua, adalah Bani Hasyim, yang diwakili oleh Abdul Mutalib, kakek Nabi Muhammad SAW. Beliau mengurusi penerimaan tamu, yaitu orang-orang yang menyelenggarakan ibadah haji ke Mekkah.

Saat itu penyelenggaraan ibadah haji adalah berupa pemberian persembahan dari suku-suku Arab yang berhaji pada 360 berhala yang disimpan di dalam Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim. Secara ekonomi masyarakat Mekkah menjalankan sistem ekonomi merkantilisme, yaitu mengedepankan perdagangan, dengan prinsip utama bahwa keuntungan ekspor (perdagangan barang-barang produksi dan hasil bumi dalam negeri ke luar negeri) melebihi impor (perdagangan produk luar negeri ke dalam negeri) (Sumber www.britannica.com, akses 24 Oktober 2018). Saat itu yang menjadi komoditas ekspor masyarakat Mekkah adalah haji, yang setiap tahun dihadiri oleh seluruh suku dari seantero wilayah Arab. Hampir sama seperti masa sekarang ini. Bedanya pada masa sekarang Kerajaan Arab Saudi juga memiliki komoditas ekspor yang lain, yaitu minyak bumi.

Itulah pemaparan awal tentang kondisi ekonomi, sosial, politik, dan budaya masyarakat Mekkah pra-Islam, seperti digambarkan dalam film Ar Risalah (The Message). Sekarang mari kita bahas pandangan filsafat masyarakat Mekkah pra-Islam dan setelah Islam turun.

Kita mulai dari pandangan metafisika. Pada masyarakat Mekkah pra-Islam, pandangan metafisika yang dominan adalah bahwa kehidupan ditentukan dan dipengaruhi oleh dewa-dewa yang disimbolisasi oleh 360 berhala di dalam Ka'bah. Secara esensial, masyarakat Mekkah pra-Islam ini adalah masyarakat yang menganut sistem keagamaan politheisme. Setiap tahun pada musim haji, berhala-berhala ini diberi persembahan oleh berbagai masyarakat dan suku yang menyelenggarakan ibadah haji.

Setelah Islam turun, Rasulullah SAW membawa ajaran Islam, dengan sumber wahyu dari Allah SWT, yang berpandangan bahwa hanya ada satu Tuhan (konsep tauhid), atau pandangan monotheisme.

Hal ini tentu saja ditentang oleh masyarakat Quraisy yang belum menerima Islam, karena dengan adanya pandangan satu Tuhan yang bukan dalam wujud ratusan berhala dalam Ka'bah, maka penyembahan dan pemujaan terhadap Tuhan dari ajaran Islam tersebut, bisa dilakukan di mana saja, tanpa harus ke Mekkah. Para saudagar yang menolak ajaran Islam, seperti Abu Sufyan, Abu Jahal, Abu Lahab dan Umayyah, berpandangan bahwa hal ini akan merugikan mereka secara ekonomi.

Selain itu, secara etika, masyarakat Mekkah pra-Islam adalah bukanlah masyarakat yang mengutamakan moralitas kemanusiaan dan kesetaraan antar manusia. Hal ini ditandai dengan kepemilikan budak oleh para saudagar atau pedagang kaya. Budak di sini, adalah milik tuannya, dan harus patuh dan tunduk pada perintah tuannya.

Secara aksiologis, ajaran Islam, mengedepankan nilai yang sebaliknya, yaitu kesetaraan antar manusia, dan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, ajaran Islam menolak budaya masyarakat Mekkah pra-Islam yang membunuh bayi-bayi perempuan dengan cara dikubur hidup-hidup.

Pandangan Islam tentang kesetaraan manusia inilah yang ditolak keras oleh para saudagar besar Mekkah, yang diuntungkan secara ekonomi politik oleh sistem perbudakan manusia. Hal ini lah yang kemudian menimbulkan persekusi dari masyarakat Quraisy yang menolak Islam, terhadap umat Islam awal, yang hanya berjumlah 30 orang. Sebagian bahkan harus kehilangan nyawa karena disiksa sampai mati oleh Abu Jahal, salah seorang saudagar Quraisy, seperti Sumayya dan suaminya.

Secara epistemologis, kebenaran ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, didasarkan atas teori kebenaran koherensi dan korespondensi. Rasulullah SAW, yang sedari kecil memiliki rekam jejak sebagai orang yang jujur dan tidak pernah berbohong, membuat umat Islam awal, menerima ajaran Islam dengan penuh keyakinan. Maka dari itu, ketika Abu Jahal bilang bahwa Rasulullah berbohong, Paman Rasulullah, Hamzah bin Abdul Mutalib, marah dan menampar Abu Jahal. Hamzah akhirnya bersyahadat dan menjadi Muslim.

Pasca hijrah ke Yathrib atau Madinah, akibat persekusi yang kebablasan oleh kaum kafir Quraisy. Rasulullah kemudian mendapat perintah berperang dari Allah SWT, hal yang kemudian menimbulkan perang Badr, yang dimenangkan oleh kaum Muslimin.

Pasca kekalahan dalam perang Uhud dan pelanggaran terhadap perjanjian hudaibiyah (perjanjian damai untuk tidak saling menyerang antara kaum Muslimin dan kaum kafir Quraisy) oleh kaum Quraisy yang kafir. Penaklukkan Mekkah oleh Rasulullah dan kaum Muslimin yang sudah bertambah berlipat-lipat, terjadi. Saat itu Rasulullah, secara aksiologis mengedepankan nilai-nilai perdamaian, dengan menyerukan pada warga Mekkah, yaitu bahwa warga Mekkah yang berada di dalam rumah, di dalam masjid, dan di tempat Abu Sufyan, akan aman dan tidak diganggu. Penaklukkan Mekkah dalan sejarah, terjadi tanpa pertumpahan darah.

Itulah sedikit pelajaran filsafat yang bisa kita ambil dari film Ar Risalah, semoga hal ini bisa mengubah pandangan orang-orang yang melihat agama Islam merupakan agama kekerasan. Karena kalau dilihat dari sejarah turunnya Islam, dan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, pada dasarnya Islam adalah bukan agama kekerasan, melainkan adalah agama perdamaian. Untuk itulah, dalam menyikapi berbagai polemik dan persoalan, yang bisa memicu konflik horizontal, seharusnya umat Islam lebih mengedepankan nilai-nilai perdamaian, keadilan, dan kemanusiaan, yang merupakan nilai-nilai yang menjadi esensi dari ajaran Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image