Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Samdy Saragih

Di Jakarta, Hujan Turun Lagi!!!

Gaya Hidup | 2023-09-19 12:22:03
Penampakan rintik hujan dan atap yang basah setelah hujan 19 September 2023./Sumber: dokumentasi pribadi

Sudah dua bulan ini rasa-rasanya Jakarta tidak diguyur hujan. Bahkan, prediksi BMKG tentang hujan pada 6 September lalu tidak kesampaian.

Saya pribadi lebih suka cuaca cerah bahkan terik ketimbang iklim basah dan hujan. Akan tetapi, bila terlalu lama tidak turun hujan juga mencemaskan hati. Saat ini air di sungai dan kanal sudah semakin dangkal. Sampai-sampai tersembul di kepala saya bahwa kita akan kekurangan air untuk kebutuhan harian.

Iklim Indonesia disebut-sebut tengah dipengaruhi oleh fenomena El Nino serupa dengan 2015. Delapan tahun lalu, kemarau agak panjang ditandai dengan kebakaran hutan dan lahan di Sumatra. Syukurlah, setelah itu pemerintah menetapkan aturan keras kepada perusahaan agar tidak melakukan praktik pembakaran di konsesi hutan dan kebun.

Setidaknya, sampai pertengahan September tahun ini kebakaran hutan berskala besar seperti 2015 belum terjadi dan semoga tidak terjadi. Namun, kemarau tahun ini cukup mengganggu degup kehidupan masyarakat Ibu Kota.

Dampak kemarau paling terasa adalah polusi udara. Benar bahwa berjubelnya kendaraan bermotor di jalanan Jakarta membuat udara tercemar. Efek ini sedikit berkurang pada masa pandemi Covid-19 ketika berlangsung pembatasan mobilitas. Akan tetapi, skala pencemaran udara yang berlangsung sekarang menyamai bahkan melebihi masa prapandemi. Jakarta pun berulang kali masuk dalam daftar puncak kota paling polutif.

Hujan sebenarnya mengikis tingkat pencemaran udara. Butir-butir air yang jatuh dari awan akan mengikat partikel-partikel polutan di udara. Manakala kemarau berlangsung lama, bisa dipastikan polutan akan mengendap di udara tanpa terurai baik secara alami atau buatan.

Saya termasuk tipe orang yang cemas hujan turun ketika sedang di luar tempat tinggal. Karena itu, dalam tas saya selalu tersedia payung. Jujur saja, benda tersebut menambah beban tas yang sudah berisi aneka perlengkapan. Mendengar prediksi BMKG ihwal jarangnya hujan bulan September, saya sejak pekan lalu memilih untuk tidak membawa payung.

Minggu, 17 September lalu, ketika tengah berada di Pasar Minggu-Tanjung Barat, saya waswas setelah melihat tanda-tanda hujan turun. Ketika itu, langit tertutup awan agak hitam. Saya coba melihat lama apakah itu awan alami atau kabut polutif? Ternyata itu adalah awan karena beberapa saat kemudian jatuh hujan rintik-rintik meski tidak sampai membuat basah.

Dalam perjalanan, syukurnya, saya tidak sempat mengalami kehujanan. Akan tetapi, wilayah yang saya lewati seperti kawasan dekat Ragunan tampak baru saja diguyur hujan ringan. Tandanya adalah tanah tepi jalan raya yang basah.

Saya baru benar-benar menyaksikan hujan pada Selasa, 19 September, siang hari ini. Pukul sebelas lebih 10 menit tadi terdengar rintik hujan dari luar kamar saya. Begitu mendengar suara jatuhnya hujan semakin membesar, saya melihat keluar. Benar ternyata sedang turun hujan skala ringan. Tidak sampai 20 menit hujan pun reda.

Meski demikian, hujan sebentar ini cukup membuat atap-atap rumah basah, jalanan kuyup, debu bercampur bak adonan, dan polutan di udara terurai. Ini ibarat ‘kemarau setahun dihapus hujan sehari’ dalam level moderat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image