Selamatkan Rempang dari Kerakusan Oligarki
Info Terkini | 2023-09-17 07:10:38"Kami tidak akan pindah meski kami terkubur di situ." Demikian tekad perwakilan masyarakat dari 16 kampung adat di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Mereka menolak relokasi meski pemerintah memberi tenggang waktu pengosongan kawasan tersebut hingga 28 September 2023 demi pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City.
Rezim penguasa saat ini benar-benar mempertontonkan kezaliman yang luar biasa. Demi membela kepentingan oligarki mereka mengorbankan rakyat sendiri yang semestinya dicintai dan dilindungi. Nyatanya tindakan represif menjadi cara yang digunakan oleh rezim untuk menghalau dan menyakiti warga Rempang Galang.
Ketika aparat secara paksa masuk ke kawasan pemukiman penduduk Rempang maka terjadilah bentrokan dengan warga. Hal ini mengakibatkan sejumlah warga terluka, bahkan beberapa pelajar harus dilarikan ke rumah sakit akibat terkena semburan gas air mata dari aparat.
Saat ini 10.000 warga Pulau Rempang-Galang yang tersebar di 16 Kampung Melayu Tua, terancam tergusur dan terusir dari ruang hidup yang telah mereka huni turun-temurun sejak 1834.
"Ruang hidup mereka diincar pebisnis rakus yang didukung rezim Jokowi yang pro investasi, meski membuat rakyatnya sendiri mati," ucap Fraksi Rakyat Indonesia, Kamis 7 September 2023.
Faktanya PT Makmur Elok Graha (MEG) diberikan konsesi 17.000 hektare sampai 2080 karena dianggap mampu menanam investasi Rp381 triliun. PT MEG merupakan anak perusahaan Artha Graha, yang sahamnya dimiliki oleh Tomy Winata.
Dari sini sudah nyata bahwa apa yang dilakukan pemerintah adalah demi kepentingan oligarki yang rakus, bukan untuk kepentingan rakyat sebagaimana yang dinarasikan penguasa. Omong kosong jika ini semua demi proyek strategis nasional.
Sudah 300 tahun yang lalu rakyat Rempang Galang tinggal di wilayah itu, yakni sejak sekitar tahun 1700 yang merupakan kesultanan Islam Riau Lingga.
Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, tercatat bahwa kesultanan Islam Riau Linga telah turut berjuang melawan penjajah Belanda. Jadi kemerdekaan dari penjajahan fisik yang dinikmati oleh bangsa ini tak lepas dari jasa dan pengorbanan pahlawan Rempang. Namun saat ini anak cucu mereka malah diperlakukan secara kejam demi membela kepentingan penjajah. Mereka diusir dari tanah leluhur yang penuh sejarah tanpa ada jaminan keberlangsungan kehidupan mereka seperti apa.
Wajar jika mereka mati-matian mempertahankan tempat tinggal yang penuh kedamaian dan ketentramana serta memiliki kenangan dan sejarah tersendiri. Semua akan musnah digantikan Eco City yang akan dihuni dan dinikmati bangsa asing penjajah. Lalu di mana sesungguhnya nurani penguasa yang begitu tega menyakiti hati rakyat dan membuat senang penjajah asing?
Sungguh tak ada lagi sosok pemimpin yang mencintai, melayani dan melindungi rakyatnya di negeri ini. Semua sudah dicuci otak oleh penjajah dan memilih untuk membela kepentingan mereka demi mendapatkan hadiah remah-remah dunia dari penjajah.
Nyata sudah, bagaimana rusaknya kapitalisme yang tentu saja tidak layak digunakan untuk menata kehidupan manusia. Hak milik rakyat dirampas, aturan kelestarian lingkungan dilanggar, keadilan dikoyak. Rakyat bukan dilindungi tapi malah ditakuti, demi menjaga kepentingan oligarki.
Padahal mereka sekarang bisa duduk di kursi kekuasan tidak lain karena sumbangsih suara dari warga Rempang dalam pemilihan umum. Ternyata balasan yang didapatkan oleh rakyat sungguh pedih.
Inilah wajah asli demokrasi yang tertutup topeng "Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat." Kasus ini semakin membuktikan bahwa sistem demokrasi penuh dengan kepentingan oligarki dan minus pembelaan terhadap rakyat. Rakyat hanya dibutuhkan ketika mereka beradu suara dalam pesta demokrasi. Setelah sukses melenggang di panggung kekuasaan, rakyat diinjak-injak demi balas budi pada pemilik modal.
Terjaganya kelestarian lingkungan pun bukan menjadi bahan pertimbangan bagi Kapitalisme untuk mengeruk kekayaan alam. Karena bagi mereka keuntungan materi berlimpah adalah orientasi utama. Demikianlah kerakusan Kapitalisme bersama watak buruknya, individualis.
Walhasil, selama Kapitalisme digunakan sebagai dasar dalam menata kehidupan ini, segala problem kehidupan selalu melanda. Karena penguasa pasti lebih memilih memenuhi tuntutan pemilik modal daripada mengutamakan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat.
Seharusnya proyek strategi nasional membutuhkan peninjauan ulang dan pengkajian sistematis dari para pakar serta masukan dari pihak-pihak yang mewakili rakyat. Karena urusan yang membutuhkan keahlian dan pengetahuan harus merujuk kepada ahlinya. Bukan hanya segelintir orang dari oligarki yang sarat kepentingan dan keuntungan pribadi.
Apalagi jika berbicara tentang sebuah proyek yang membuka celah investasi terkait kepemilikan umum, seperti bahan tambang, minyak dan gas, hutan serta aset-aset strategis lainnya.
Dengan dalih proyek strategis nasional, negara seringkali melakukan tindak kekerasan kepada rakyat. Hak rakyat untuk hidup aman dan tenteram juga berdaulat di tanahnya sendiri pun diabaikan. Padahal pemimpin dalam Islam adalah pengayom dan pelindung umat. Suara hati warga Rempang wajib didengarkan oleh penguasa agar tak ada rakyat yang terzalimi serta kerusakan lingkungan yang membahayakan. Save Rampang. Wallahu'alam bish-shawwab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.