Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

Membeningkan Qalbu

Agama | 2023-09-15 00:16:20

Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie

(Conceptor & Founder Edu Sufistik)

Qalb (bentuk jamaknya qulub), dalam studi ilmu Tashawuf, berasal dari kata qalaba, yang berarti membalik. Karena, seringkali ia berbolak-balik. Artinya, tidak konsisten, sehingga berpotensi menimbulkan konflik diri. Qalbu memengaruhi baik atau buruknya keseluruhan perilaku diri.

Kata qalb, dalam berbagai derivasinya, setidaknya disebut sebanyak 130 kali dalam Al-Qur’an. Jika kita membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang qalb, maka kita akan memahami bahwa qalb adalah pusat kecerdasan dan kepribadian. Simaklah ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini.

“Dan sungguh akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka mempunyai qulub, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf [7]: 179).

“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga qulub mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah qulub yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj [22]: 46).

“Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai qalb atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf [50]: 37).

Ayat-ayat di atas jelas menerangkan daya atau kecerdasan yang dimiliki qalb, yaitu kecerdasan memahami ayat-ayat Allah, tanda-tanda kekuasaan Allah, dan suatu peristiwa hasil pengamatan.

Al-Qur’an juga menggunakan istilah fuad (jamaknya af-idah), untuk menggambarkan kemampuan qalb. Fu’ad adalah bagian qalb yang lebih dalam. Simaklah ayat Al-Qur’an berikut ini.

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan af-idah agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl [16]: 78).

Rangkaian penyebutan pendengaran, penglihatan, dan fuad bukanlah tanpa makna dan hikmah. Telinga dan mata memperoleh data dan informasi dari mendengar dan mengamati. Kemudian, fuad (baca: qalb)-lah yang mengolah, menganalisis, dan memaknai data dan informasi yang dikirim oleh telinga dan mata yang pada akhirnya menghasilkan sebuah respon atau perilaku.

Hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menggambarkan tentang kecerdasan qalb. Simaklah hadis-hadis berikut ini.

Wabisa bin Mabad ra. berkata, ‘Saya datang kepada Rasulullah, kemudian beliau bertanya kepada saya, ‘Apakah engkau datang untuk menanyakan suatu kebajikan?’ Saya menjawab, ‘Ya.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Mintalah fatwa kepada qalb-mu sendiri. Kebajikan itu adalah hal-hal yang menjadikan jiwa tenang padanya dan menentramkan qalb, sedangkan dosa itu adalah hal-hal yang menimbulkan kebimbangan dan menjadikan qalb risau karenanya meskipun banyak orang yang telah memberikan fatwanya dan memberikan keputusan atas urusan tersebut berulang kali.’” (HR. Ahmad).

“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Akan tetapi, bila ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ingatlah, ia adalah qalb.” (HR. Bukhari).

Para ulama sufi juga telah menerangkan tentang kecerdasan qalb. Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin, menerangkan bahwa qalb adalah substansi spiritual yang terletak antara ruh dan hawa nafsu. Qalb merupakan titik tengah antara idealita ruh yang suci dan karakter hawa nafsu yang kotor. Ia berfungsi sebagai eksekutor untuk menentukan mana yang dimenangkan antara dorongan ruh dan dorongan hawa nafsu.

Sejatinya, fitrah qalb cenderung kepada ruh yang bersifat ilahiah. Az-Zamakhsari menegaskan bahwa qalb itu diciptakan oleh Allah sesuai dengan fitrah asalnya dan berkecenderungan menerima kebenaran dari-Nya. Imam Al-Ghazali juga menerangkan bahwa qalb memiliki fitrah yang disebut dengan al-nur al-ilahi (cahaya ketuhanan) dan al-bashirah al-bathiniyah (pandangan batin) yang memancarkan keimanan.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa Allah telah menciptakan sebuah rumah, yakni qalb, di dalam diri setiap orang. Selain sebagai rumah, qalb juga merupakan komponen entitas manusia yang menjadi perantara antara ruh dan nafs. Alat yang menghubungkan antara qalb dan ruh adalah mahabbah (cinta). Sedangkan, alat yang menghubungkan antara qalb dan nafs adalah hasrat atau keinginan.

Jadi, jelaslah bahwa fungsi qalb sangat fital. Ia bisa membuat seluruh perilaku diri penuh dengan nilai keilahian, tetapi ia juga bisa membalik manusia menjadi makhluk yang hampa nurani. Karena itu, substansi spiritual diri kita ini tidak semestinya mengembara tanpa arah. Hidup manusia yang akan dimintai pertanggungan jawab semestinya membuat kita menaruh perhatian serius untuk berupaya membeningkan qalb.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image