Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asman

Ruang Publik: Legitimasi dan Relasi Kuasa

Pendidikan dan Literasi | 2023-09-14 12:04:24
Dok Pribadi

Judul Buku : Dalam Bayang-Bayang Budaya Populer dan Kuasa Negara

Penulis : Radius Setiyawan

Penerbit : UM Surabaya

Saat ini kita diperhadapkan dengan realitas yang begitu acak-acakan. Realitas kehidupan umat manusia berubah drastic menjadi tempat yang mengerikan dan menakutkan. Banyak factor yang membuat hal ini terjadi.

Pertama, kehidupan manusia saat ini banyak mempertentangkan perbedaan dengan sikap yang kurang bijak.

Kedua, kehidupan manusia yang bermigrasi ke dunia maya menjadikan manusia memiliki dua kepribadian sekalgus. Realitas inilah yang disebut oleh F Budi Hardiman sebagai imigrasi homo sapiens menjadi homo digitalis. Dimana aktifitas manusia tidak hanya berada di realitas (membumi), melainkan juga berada di dunia digital.

Ruang public atau realitas dan dunia maya bagaikan dua sisi mata uang yang saling berkaitan. Keduanya seringkali menjadi entitas dan melegitimasi tindakan-tindakan yang dilakukan. Kehidupan sosial di realitas dan ruang maya seakan hanya milik mereka yang memiliki relasi dengan negara untuk melegitimasi tindakan yang dilakukan.

Realitas dan dunia maya juga sering digunakan sebagai alat untuk melangengkan status quo atau dalam bahasa Antonio Gramsci alat untuk menghegemoni. Karenannya seringkali wacana-wacana yang dibuat oleh otoritas menjadi polemic di tengah masyarakat.

Realitas yang terjadi, ruang public dan ruang maya tidaklah akrab dengan kehidupan yang berbeda. Manusianya belum siap menerima perbedaan yang mencolok di tengah masyarakat sosial. Dalam pandangan Michel Foucault keadaan ini terjadi disebabkan oleh wacana yang dibangun oleh otoritas untuk menyeragamkan kehidupan manusia. Hemat penulis, berangkat dari teori tersebut justru yang menjadi penyebab kekacauan saat ini adalah pemegang otoritatif. Ada beberapa alasan yaitu.

Pertama, pemegang otoritatif dalam hal ini negara memiliki visi misi yang harus di seragamkan kepada masyarakat banyak. Sehingga untuk menyeragamkan itu dibutuhkan wacana public untuk menjadikan masyarakat mampu menerimanya.

Kedua, wacana public yang dilontarkan justru menjadi penyebab kekacauan di masyarakat. Seringkali kebenaran dan ekspresi yang diakukan oleh manusia dianggap salah dan bertentangan dengan kebenaran yang dibuat oleh otoritatif. Misalnya, dalam menentukan ukuran kebenaran, bahwa cantik itu identic dengan putih, rambut lurus, hidung mancung dan sebagainya. Padahal tidak semua orang putih, lurus rambut, mancung hidung itu cantik ataupun ganteng.

Kedua alasan tersebut saya rasa cukup untuk mengambarkan bahwa keberadaan ruang public dan dan ruang maya telah menjadi alat legitimasi dan relasi kuasa dalam mengeksploitasi kebenaran.

Budaya Populer

Buku yang ditulis oleh Radius Setiyawan membuka banyak pemikiran yang selama ini dianggap kebenaran. Membuka semua tabir antara budaya popular yang seringkali menjadi hal biasa dilakukan, namun memiliki dampak yang besar terhadap pergumulan kehidupan. Budaya populer telah merubah cara pandang kita yang sangat terbatas hanya satu sudut pandang.

Radisu Setiyawan telah mengungkapkan bahwa persoalan hari ini banyak disebabkan cara pandang dan pemahaman terhadap relasi kuasa yang tidak runtut. Banyak keadaan justru semakin rusuh akibat kebijakan yang tidak mampu menjawab persoalan kehidupan. Justru sebaliknya, keadaan otoritatif justru memberikan legitimasi kepada ria-riak yang ada.

Secara garis besar, saya melihat Radius Setiyawan sangat memperhatikan keberadaan ruang public dan ruang maya yang kini berkembang. Bagaimana ruang maya menajdi kehidupan baru yang telah banyak mengikis dan merubah perilaku masyarakatnya. Keduanya bsaling berkaitan.

Dunia nyata atau realitas seringkali menunjukkan sisi negatifnya. Misalnya dalam contoh rasisme sebagaimana Radius menuliskan dalam bukunya. Tindakan dan perkataan seringkali menjadi alat legitimasi untuk membenarkan tindakan yang dilakukan. sehingga, penting bahwa ternyata ruang public dan ruang maya tidaklah seramah yang kita bayangkan. Justru di ruang-ruang itulah terjadi diskriminasi dan penindasan secara verbal dan berlanjut kepada kekerasan fisik.

Buku ini memberikan pemahaman yang utuh kepada kita semua bahwa, saat ini kita sedang tersandera oleh bayang-bayang budaya yang berkembang akibat legitimasi ruang public dan ruang maya. Meningkatnya kasus Covid-19 saat itu menunjukkan pengaruh ruang public dan ruang maya yang mampu memberikan pengaruh terhadap banyak orang. Keberadaan ruang maya tidak bisa lagi katakana sebagai kehidupan sekunder, bahkan sebaliknya saat ini, aktifitas di ruang maya lebih banyak dilakukan.

Inilah kemudian yang diwanti-wanti oleh Toms Nichols dalam bukunya “matinya kepakaran” bahwa salah satu penyebab sehingga dokter atau ahli tidak lagi dipercaya adalah media sosial dan perilaku pemengang otoritatif di ruang public yang tidak memberikan edukasi yang baik. Perilaku manusia berubah, ada yang dirruang public sangat sopan, tapi di ruang maya menjadi garang dan begitupun sebaliknya.

Radius dalam bukunya mencoba memberikan pesan kepada pembaca agar bayang-bayang budaya populer dan kuasa negara ini tidak menjadikan kita melupakan nilai-nilai yang berlaku, nilai kemanusiaan, agama, budaya dan sebagainya sebagai identitas yang autentik. Terlebih penting ialah tidak dibenarkan bersikap rasis.

Tanpa disadari, apa yang dijelaskan oleh Radius dalam bukunya justru adalah bagian dari legitimasi yang dibangun oleh kuasa. Kita bisa melihat, bagaimana kebijakan-kebijakan yang diambil oleh negara seringkali bertentangan dengan keinginan masyarakat. Seringkali terjadi kongkalikong terhadap warga negara dalam kebijakan.

Menjadi Bijak

Menjadi bijak ini adalah salah satu persoalan yang rumit dilakukan. sebab kita bisa menyadari apakah dengan bersikap tidak peduli, tidak ikut dalam gelembung rasisme dan sebagainya itu sudah dikatakan bijak. Sementara kita masih sering membicarakan satu hal yang demikian sering terjebak kepada kebenaran absolut yang kita yakini.

Buku ini secara struktur memiliki gagasan yang kuat. Namun ada beberapa pembahasan yang dalam pandangan saya berulang-ulang dibahas. Terlebih lagi masih banyak isu yang saya anggap krusila untuk dibahas seperti politik identitas, pluralisme, kemiskinan dan sebagainya tidak dibahas. Padahal isu itu sangat penting dibahas. Dilain sisi seperti Jose Casanova melihat ruang public sebagai pertarungan untuk semua kelompok untuk mengambil panggung tersebut dalam menunjukkan identitasnya.

Bisa saja berangkat dari teori Jose Casanova tersebut, Ketika orang yang tidak bijak mengambil peran itu, jsutru akan menghasilkan wacana di ruang public dan ruang maya menjadi tidak terkontrol. Olehnya itu, sebagaimana kata Ali Bin Abi Thalib bahwa kebaikan yang tidak terstruktur akan dikalahkan dengan kejahatan yang terstruktur.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image