Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arif Wibowo

Maulid dan Kecintaan akan Nabi

Agama | Tuesday, 12 Sep 2023, 16:03 WIB

“Anekseni ingsun ing ndalem atiningsun kelawan i’tiqad kang kukuh. Satuhune ora ono pengeran kang sinembah, kejaba Allah Ta’ala. Anekseni ingsung ing dalem atiningsun kelawan i’tiqad kang kukuh, Satuhune Kanjeng Nabi Muhammad iku utusane Gusti Allah, Den utus marang sekabeyane makhluk, jin, syetan lan malaikat.”Bait syair tersebut adalah untaian kalimat yang harus kami lafadzkan setiap akan mengaji di langgar kecil milik mbah Munaf. Menghafal dan mengulang nadzoman adalah sebuah proses internalisasi yang memunculkan penghayatan dan cinta, demikian teman saya berteori, Sebagaimana kata pepatan Jawa, “witing tresna jalaran saka kulina”.

Menjadikan Nabi sebagai sosok yang senantiasa hadir dan diteladani hingga mengingatnya adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Mengajarkan agama dengan pendekatan cinta kepada Nabi adalah adalah para guru agama tradisional mendidik murid-muridnya. Dengan cinta, agama bukan hanya soal kalkulasi untung rugi, ketaatan, imbalan dan hukuman. Cinta, kata Rumi dan Al Qunawi sangat bergantung pada munasabah, yakni afinitas antara pecinta dan yang dicintainya.

Buanglah huruf dan ambil makna, lanjut Rumi, sebab cinta menembus dunia rupa mengajak masuk ke dunia hakikat. Aras utamanya bukan lagi kalkulasi kuantitatif tapi kualitatif. Akal bekerja di atas dasar pengetahuan, penalaran, dan hapalan; sementara cinta bekerja di atas dasar wawasan yang dalam, kemurahan Ilahiah, dan perasaan. Akal mencoba mengetahui lautan dan setetes air dengan membedakan keduanya, sedangkan cinta mengubah setetes air menjadi laut, demikian kata Javad Noorbaksh.

Dan tidak akan ada cinta kepada Allah tanpa iringan cinta kepada Rasulullah, kata pak Kyai. Kita hanya mencintai Allah melalui Rasulullah. Ibarat lampu teplok, lanjut pak Kyai, kita hanya mampu menerima kebenaran Ilahi melalui cahaya yang dipendarkan oleh semprong. Tubuh kita akan terbakar bila nekat mengambil kebenaran dan cinta langsung dari api-Nya. Semprong yang memendarkan kebenaran dan cinta itulah fungsi kenabian, tandas pak Kyai mengakhiri bincang-bincang pada malam itu.

Mengapa cinta itu penting, sebab cinta itu bukan hanya menggetarkan, ia juga menggerakkan diri secara kreatif untuk menuju yang dicintai. Dengannya, keterbatasan, rintangan bukanlah sebuah penghalang, seperti yang digambarkan dengan apik oleh Ebiet G Ade dalam lagu “Cerita Cinta Suminah dan Tukang Sapu”,

Dicari sesobek kertas, dicari sepotong arang.

Ia menggambar sebisanya.

Asal bisa terungkapkan perasaan yang menggebu

"Suminah, aku cinta kamu!"

Dalam goresan cutter, “H&H” di meja kelas 1-7 dan 1-1, atau rangkaian kalimat gombal di kertas surat berwarna merah jambu bagi anak-anak SMA usia 90an. Ada getar, ada rindu dan beragam perasaan lain yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Nah, sudahkah dirimu pernah merasakan getar, rindu dan perasaan-perasaan itu kepada Kanjeng Nabi ? Kalau belum, berarti cintamu masih palsu, baru pencitraan belum tenggelam dalam kesejatian ?, demikian pertanyaan menohok yang terakhir dari pak Kyai sebelum saya nyetater motor untuk pulang ke rumah.

Dan termasuk hal alamiah untuk menumbuhkan cinta itu adalah dengan mengingat dan berbahagia di hari kelahirannya, kata Gus Mus, tak perlu dalil. Kemanusiawian kegembiraan ulang tahun itu memang nampak dari semangat dan sumringahnya beberapa teman saya dalam membalas ucapan selamat ulang tahun di lini masa fesbuk dari teman-teman saya yang saat dulu saat kuliah galak dalam mengharamkannya. Mengingat kelahiran, memunculkan kerinduan memang paduan yang pas, bahkan untuk orang awam seperti saya, sebagaimana lantunan pangkur kerinduan Cak Nun yang tidak membosankan untuk diputar ulang.

Kangen pasuryan paduka.

Kanjeng Nabi kang angon..langit lan bumi..

Kuthane berkah lan ngelmu...

Endah tan kinaya ngapa..

Kekasihing Gusti ingkang Maha Luhur

Dhuh Nabi nyuwun margi..

Tresno lahir, trusing batin...

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image