Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Pentingnya Menimbang Modal Bakal Cawapres

Politik | 2023-09-12 08:11:55
Politik uang jadi problem demokrasi. Foto: Tahta Aidilla/Republika via republika.co.id.

Kontestasi pemilu sejatinya adalah soal elektabilitas. Untuk apa mengusung figur yang elektabilitasnya rendah jika ada figur-figur yang memiliki elektabilitas lebih tinggi.

Pilpres kurang dari setahun lagi. Siapa yang akan maju menjadi calon RI Satu dan RI Dua akan jelas terlihat beberapa waktu ke depan di saat koalisi partai-partai politik resmi mendaftarkan kandidat yang diusungnya ke Komisi Pemilihan Umum [KPU].

Mungkin saja nanti ada pihak-pihak yang merasa tidak puas atau kecewa berat ketika pada akhirnya melihat figur yang dicapreskan dan dicawapreskan tak sesuai harapan.

Namun, keputusan akhir tetap perlu dibuat dan pasti tidak akan selalu memuaskan semua pihak. Masing-masing partai politik tentu memiliki alasan dan argumen dalam mengusung pasangan capres dan cawapres. Begitu juga soal koalisi yang dibangun dalam pengusungan capres-cawapres.

Kompromi, deal ataupun transaksi politik, sekecil apa pun, pasti ada di antara partai-partai pengusung capres dan cawapres. Itulah realitas politik yang mesti kita pahami dan terima. Meski demikian, kita meyakini capres-cawapres yang maju untuk Pemilu 2024 mendatang adalah putra-putra terbaik bangsa, dengan segala plus dan minusnya.

Kata orang yang percaya demokrasi, suara rakyat adalah suara Tuhan. Maka, siapa pun nanti yang resmi maju sebagai capres dan cawapres -- dan akhirnya meraup suara terbanyak dalam Pemilu 2024 -- diyakini sebagai kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Artinya, itulah pemimpin terbaik yang dipilihkan Tuhan untuk bangsa ini.

Hingga kini, publik masih menerka-nerka dan menunggu-nunggu ihwal siapa yang pada akhirnya akan mendampingi Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Menentukan pasangan untuk pendamping bakal capres boleh jadi bisa lebih sulit ketimbang menentukan bakal capresnya sendiri.

Meski di sejumlah survey telah beredar nama-nama paling potensial untuk posisi bakal cawapres, toh banyak hal yang harus dikalkulasi, di-itang-itung, dan diakomodir oleh masing-masing partai politik pengusung dalam menjatuhkan pilihan pada figur tertentu yang akan didorong sebagai bakal cawapres. Dan hal ini kemungkinan bisa sangat alot, bahkan sampai menit-menit terakhir, sebelum akhirnya keputusan bulat dibuat, disepakati, dan pasangan bakal capres-cawapres benar-benar resmi ditetapkan untuk ikut kontestasi pilpres.

Setidaknya ada dua hal pokok yang harus selalu dipertimbangkan dalam hal seleksi bakal cawapres untuk mendampingi bakal capres sebelum pasangan siap maju dalam kontestasi pilpres. Pertama, kandidat bakal cawapres mesti mampu memperbesar peluang mendulang suara. Kedua, figur bakal cawapres mesti mampu meningkatkan kapasitas pemerintahan yang nanti terbentuk. Bukan malah sebaliknya. Bakal cawapres justru menjadi kartu mati, baik untuk perebutan suara maupun untuk peningkatan kapasitas pemerintahan.

Secara pragmatis, kontestasi pemilu sejatinya adalah soal elektabilitas. Untuk apa mengusung figur yang elektabilitasnya rendah jika ada figur-figur yang memiliki elektabilitas lebih tinggi.

Meski demikian, aspek modal finansial juga tak bisa dipandang sebelah mata. Bagaimanapun, untuk "bertempur" dalam pemilu perlu logistik memadai. Dan ini membutuhkan topangan sumber dana finansial yang tidak kecil.

Jagad politik kita sendiri demikian cair. Gonta-ganti koalisi itu biasa. Begitu juga gonta-ganti baju partai adalah lumrah. Demi strategi politik dan pemenangan pemilu, loncat sana, loncat sini, rangkul sana, rangkul sini justru diperlukan.

Seperti pertandingan sepakbola, dalam politik, segala kemungkinan bisa terjadi, hingga injury time. Kita sama-sama tunggu dan ikuti saja.***

--

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image