Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asep Saeful Azhar

Perjumpaan Ahad Malam

Agama | 2023-09-10 14:34:20


Perjumpaan Ahad Malam
Oleh: Asep S. Azhar

Sumber: dokumen pribadi

Selepas Isya dan hawa kemarau semakin dingin, dihembus angin muson timur. Kunyalakan Supra menuju daerah perbatasan Bandung — Sumedang untuk sejenak bersilaturahim mencicipi kopi bariseuri.

Dalam laju kendara yang sunyi, teringat dunia sedang sibuk memperbincangkan perubahan iklim global, sebab El Nino pada tahun 2023 ini menurut WMO diprediksi akan merubah iklim produksi hasil tani dan stabilitas harga pangan. Saya baca beritanya tadi di kompas.com.

Tiba Sang Supra mengantarkan tuannya singgah di teras Mang Dian. Di tempat biasanya sekumpulan para hamba Allah dari lintas profesi: sufi, tukang kopi, jurnalis, penyair, muroqqi dan banyak profesi lainnya yang biasa hadir dalam riungan. Mereka membuat trademark sebuah nama “Parapatan Iman” sebagai ruang perbincangan. Bagi saya bukan hanya sekedar perbincangan dan gurau, lebih dari itu, perbincangan yang mengguncang alam kesadaran semesta raya, maka perjumpaan ahad malam ini kita mulai.

Sejenak kopi hangat telah tersaji di atas meja stoicsm dari hasil racikan Sang Empunya rumah. Dipembukaan isi permbicangan, diawali dengan tulisan Mang Dian yang beliau sendiri membagikannya hari sabtu kemarin tentang “Wajah Sungai Kita” di mana saya kutip dalam tulisan itu “Kita sibuk mengejar yang baka, lupa mengurus yang fana.” dalam benak saya, kalimat ini mengandung unsur kesadaran realitas kiwari dan nilai profetik yang menggugah dasar religiusitas yang selama ini kita jalani pula. Namun, ada kutipan yang menarik lagi di akhir tulisannya, ya, tentang “eco enzym”, menarik untuk didalami sebagai secercah harap merawat wajah sungai kita yang hilang muka.

Lalu tibalah Jundi untuk mengganjilkan perjumpaan malam ini. Sebagai seorang santri muda yang memiliki pembendaharaan ilmu yang norolang luar biasanya. Untuk menghindari angin dingin, dengan khas ia pun mengenakan sarung dan duduk di atas kursi singgasana yang ia bawa sendiri dari rumahnya, sedang Mang Dian mengenakan jaket khas orang eropa, ucap saya berkata. Malam telah dingin dan teman kopi membumbung ke udara.

Kembali dalam perbincangan mengenai tentang gejala-gejala kiwari yang temporer dan terlintas tentang kemanusiaan itu sendiri, ya, tentang kesadaran dan sikap apa yang kita pelajari, serta apa yang bisa kita amalkan di abad 21 ini.

Setelah usai, dari kita membawa belantara simpul masing-masing. Hikmah lain yang saya dapati malam ini adalah terbacanya butiran pasal-pasal Piagam Madinah yang luar biasa itu, sehingga pada akhirnya saya lun mengkomparasikannya dengan Indonesia saat ini. Maka asumsi saya adalah Indonesia adalah Serambi Madinah, sebab ada kesamaan sejarah dalam lahir terbentuknya.

Kembali ke kandang realitas masing-masing dalam menyambut Senin yang bahagia. Malam akan larut, nyala Supra menembus terjal jalanan yang fana dan baqa.

Rantjaekek, 13 Muharram 1443 H.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image