Kekerasan pada Rumah Tangga Akibat Pernikahan Dini
Edukasi | 2023-09-07 22:07:57Kondisi kesehatan anak saat ini menentukan masa depan bangsa, sehingga upaya peningkatan kualitas hidup anak perlu ditingkatkan secara optimal. Anak (0-18 tahun) berada pada tumbuh kembang yang sangat dipengaruhi oleh tiga kebutuhan dasar yaitu asuh, asih dan asah. Tidak semua anak dapat memperoleh kebutuhan dasarnya secara layak, masih banyak anak mengalami perilaku yang tidak menyenangkan seperti tindak kekerasan dan penelantaran yang dilakukan oleh orang-orang terdekat. Kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk tindakan atau perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, ekploitasi komersial atau eksploitasi lainnya, yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata atau potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab. Faktor risiko terjadinya kekerasan pada anak sangat banyak yaitu risiko yang berasal dari anak, dari orang tua dan keluarga. Faktor yang menyebabkan orang tua melakukan tindak kekerasan adalah ibu yang telah bercerai, tidak matangnya psikologis seseorang, terdapat riwayat mengalami kekerasan pada masa lalu.
Kejadian kekerasan terhadap anak meningkat dari tahun ke tahun. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kekerasan pada anak di tahun 2010 sebanyak 171 kasus. Tahun 2011, tercatat sebanyak 2179 kasus, 2012 sebanyak 3512 kasus, 2013 sebanyak 4311, dan 2014 sebanyak 5066 kasus, dan pada April 2015 terjadi 6006 kasus kekerasan anak di Indonesia. Studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Tangerang Selatan didapatkan data jumlah kasus kekerasan pada anak tahun 2022 berjumlah 80 kasus. Kekerasan seksual 60 kasus, kekersan fisik 6 kasus, kekerasan emosional 6 kasus dan lain-lain 8 kasus. Kecamatan Sumbersari adalah kecamatan paling tinggi untuk kasus kekerasan yaitu sejumlah 11 kasus. Semua responden mengaku mengetahui jika memukul atau membentak anak adalah hal yang tidak baik, responden melakukan kekerasan hanya ingin membuat efek jera pada anak. Salah satu penyebab terjadinya kekerasan pada anak adalah pernikahan usia dini. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, usia minimal perempuan dapat menikah adalah 18 tahun.
Batas usia dalam melangsungkan pernikahan adalah sangat penting. Hal ini karena pernikahan menghendaki kematangan fisik maupun psikologis. Dari segi mental seorang ibu yang hamil usia kurang dari 20 tahun belum siap melihat perubahan saat terjadi kehamilan dan berperan menjadi seorang ibu untuk anaknya serta menghadapi permasalahan-permasalahan dalam rumah tangganya. Pernikahan usia dini memliki dampak positif maupun negatif, dampak positif dari pernikahan usia dini adalah menghindari perbuatan zina.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan karena korbannya pada umumnya ialah perempuan. PerbuatanKDRT terhadap seseorang terutama perempuan dapat mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tanggatermasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasankemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan terhadap perempuan berarti kekerasan yang melanggar hak asasi perempuan yang berarti juga kekerasan yang melanggar hak asasi manusia. Pada sebagian besar masyarakat Indonesia, KDRT belum diterima sebagai suatu bentuk kejahatan. Maksudnya adalah penanganan segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga hanya menjadi urusan domestik setiap keluarga saja dan negara dalam Shal ini tidak berhak campur tangan ke lingkup internalwarga negaranya. Namun, dengan berjalannya waktu dan terbukanya pikiran kaum wanita, dikeluarkanlah Undang-Undang Perlindungan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) No. 23 Tahun 2004 sehingga masalah KDRT tidak lagi menjadi masalah pribadi tetapi sudah menjadi masalah publik. Hal ini masih menjadi sesuatu yang menarik untuk diangkat sebagai refleksi kasus mengenai berbagai aspek terkait misalnya aspek etika,moral, dan medikolegal.
Data yang diperoleh dari Jurnal Perempuan edisi ke-45, menunjukkan bahwa angka kejadianpada tahun 2001 sebanyak 258 kasus KDRT, tahun 2002sebanyak 226 kasus, tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun 2004 terjadi 328 kasus dan pada tahun 2005 terjadi 455 kasusKDRT. Kasus KDRT tidak pernah habis dibahas karena berbagai instrumen hukum mulai dari internasional sampai pada tingkat nasionalmasih belum mampu menekan angka kejadian.Berdasarkan data sebelumnya dapat diketahui bahwa KDRT cenderung meningkat dari tahun ke tahun karena kekerasan yang dihadapai perempuan juga meningkat.
Pengetahuan dokter diperlukan untuk dapat mengidentifikasi tanda-tanda fisik maupun psikologis dari korban yang telah mengalami KDRT.Karakteristik luka dari korban yang mengalami KDRT seperti bentuk-bentuk luka disebabkan benda tumpul, tajam atau panas hendaknya dapat dibedakan dengan tepat.Kekerasan tersebut dapat menimbulkan tanda atau pola yang berbeda pada kulit.Selain itu, luka-luka pada KDRT juga biasanya mempunyai pusat distribusi tertentu pada tubuh.Selain akibat fisik yang ditimbulkan oleh pelaku KDRT, akibat non fisik (psikologis) seperti post traumatic stress disorder (PTSD) maupun pengaruhnya bagi produktivitas korban dalam lingkungannya tidak dapat dihindari.
Pengaruh negatif dari KDRT beraneka ragam dan bukan hanya bersifat hubungan inti keluarga tetapi juga terhadap anggota lain dalam keluarga yang ada di dalamnya. Dalam hal luka serius fisik dan psikologis yang langsung diderita oleh korban perempuan, keberlangsungan dan sifat endemis dari KDRT akhirnya membatasi kesempatan perempuan untuk memperoleh persamaan hak dalam bidang hukum, sosial, politik dan ekonomi di tengah-tengah masyarakat.Akibat lainnya yaitu retaknya hubungan keluarga dan anak-anak yang kemudian dapat menimbulkan sumber masalah sosial lainnya.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis berharap dapat memberikan penjelasan mengenai KDRT, kompetensi dokter untuk membantu penyidikan pada kasus KDRT, serta hukuman yang ditetapkan dalam undangundang bagi pelaku kasus KDRT.
Dampak negatif dari pernikahan usia dini terdapat dampak fisik yaitu kematian ibu dan bayi. Dampak psikologis yaitu ibu yang hamil pada usia dini dapat mengalami trauma berkepanjangan dan krisis percaya diri. Pernikahan pada usia dini juga dapat menyebabkan stress pengasuhan dikarenakan ibu pada usia muda masih kurang memahami bagaimana cara merawat anak. Stres pengasuhan yang dialami ibu akan berpengaruh terhadap tanggung jawab orang tua dalam merawat anaknya.
Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) No. 23 Tahun 2004 sehingga masalah KDRT tidak lagi menjadi masalah pribadi tetapi sudah menjadi masalah publik. Hal ini masih menjadi sesuatu yang menarik untuk diangkat sebagai refleksi kasus mengenai berbagai aspek terkait misalnya aspek etika, moral, dan medikolegal. Menurut UU No. 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuak: diskriminasi, ekploitasi baik ekonomi mapun seksual, penelantara, kekejaman, kekerasan, dan pengeaniayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah.
Bentuk KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan berbagai bentuk kekerasan yang terjadi didalam hubungan keluarga, antara pelaku dan korbannya memiliki kedekatan tertentu. Tercakup disini penganiayaan terhadap istri, bekas istri, tunangan, anak kandung dan anak tiri, penganiayaan terhadap orangtua, serangan seksual, atau perkosaan oleh anggota keluarga. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang.
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, pada pasal 5 disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, ataupun penelantaran rumah tangga.
a. Kekerasan fisik. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau terluka berat.
b. Kekerasan psikis. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
c. Kekerasan seksual. Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang dalam lingkup rumah tangga untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.
d. Penelantaran rumah tangga. Penelantaran rumah tangga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja sehingga korban berada di bawah kendali pelaku.
Faktor Penyebab KDRT
Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga diakibatkan tidak adanya semangat keagamaan yang tergambar pada kebaikan orang tua dan orang-orang dewasa dalam sebuah keluarga dimana mereka mau melakukan kewajiban-kewajiban agama, menjauhi hal-hal yang mungkar, menghindari dosa, memberikan ketenangan, perhatian dan kasih sayang kepada yang masih kecil, dan menanamkan benih-benih keyakinan serta iman dalam jiwa anak
Faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga secara teoritis dan empiris, yaitu antara lain:
a) Secara Teoritis
Maksudnya adalah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan dalam lingkup rumah tangga yang dikategorikan berdasarkan pada suatu teori para ahli. Membatasi ruang lingkup kekerasan dalam rumah tangga kepada Child Abuse (kekerasan kepada anak) dan wife abuse (kekerasan kepada isteri) sebagai korban, namun secara umum pola tindak kekerasan terhadap anak maupun isteri sesungguhnya sama. Penyebab tinggi angka kekerasan dalam rumah tangga masih belum diketahui secara pasti karena kompleksnya permasalahan, tapi beberapa ahli sudah melakukan penelitian untuk menemukan apa sebenarnya menjadi faktor penyebab tindak kekerasan dalam rumah tangga.
b) Secara Empiris
Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga secara empiris maksudnya adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan pengalaman, terutama yang diperoleh dari penemuan percobaan atau pengamatan yang telah dilakukan. Masalah kekerasan dalam rumah tangga bukanlah merupakan masalah yang baru, tetapi tetap actual.
dalam peredaran waktu dan tidak kunjung reda, malahan memperlihatkan kecenderungan peningkatan. Untuk mengungkap kasus kekerasan dalam rumah tangga ini ternyata tidak segampang membalikkan tangan. Masih banyak kasus yang sengaja ditutupi hanya karena takut menjadi aib keluarga. Padahal tindak kekerasan yang dilakukan sudah tergolong tindak pidana. Malu mengungkapkan kasus kekerasan dalam rumah tangga karena aib keluarga, atau persoalan anak dan perasaan masih cinta merupakan hal yang kerap dirasakan korban kekerasan dalam rumah tangga di negara kita.
Konsep Pernikahan Dini
Pernikahan merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa al-jam’u dan aldhamu yang memiliki makna kumpul. Dari pengertian diatas dapat dipahami jika kata Makna nikah dapat didefiniskan sebagai sesuatu yang diawali dengan proses akad nikah atau dalam bahasa arab bernama “nikahun” sedangan menurut bahasa Indonesia bernama perkawinan. Perkawinan atau pernikahan adalah pembentukan keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Pernikahan juga dapat diartikan suatu proses yang terjadi melalui akad yang didalamnya terdapat sebuah perjanjian terkait dengan serah terima antara seoarang laki – laki dan wali seorang perempuan atas hak seseorang perempuan, dengan memiliki tujuan yaitu mendapatkan keberkahan dari segi agaman, dapat saling memuaskan satu sama lain serta dapat membangun sebuah rumah tangga yang sakina dan sejahtera. Penggunaan istilah kawin hanya digunakan untuk hewan, tumbuhan, hal tersebut berbeda makna dengan sebuah kata pernikahan yang digunakan untuk manusia karena mengandung sebuah keabsaan baik ditinjau dari hukum nasional, adat istiadat dan agama (Sohari, 2009).
Seseorang yang akan melakukan suatu perniakahan tentunya melalui berbagai proses seperti pacaran. Pacaran sebenarnya ada yang namanya etika pacaran yaitu suatu tata cara yang mengatur sebuah pacaran. Pacar adalah seorang yang dijadikan sebagai teman yang berbeda lawan jenis dengan memiliki sebuah kedekatan hubungan batin atau mempunyai ketertarikan satu sama lebih dalam dibandingkan teman biasa. Pada umumnya pacara merupakan sebuah hubungan yang memiliki tujuan agar hubungan yang lebih lanjut seperti tunangan dan menikah tetapi yang dimaksut pacaran yang sesungguhnya adalah proses saling mengenal satu sama lain. Akan tetapi saat ini, terdapat pergeseran sosial dimana kebiasaan pacaran para remaja menjadi sangat terbuka terbuka hingga melampaui batas dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat yang pada akhirnya membawa pengaruh yang negatif pada remaja atau anak. (Sohari, 2009).
Faktor Penyebab Pernikahan Dini
Menurut Ahmad (2009) terdapat dua faktor besar penyebab terjadinya pernikahan dini yaitu, 1) faktor internal anak diantarany adalah berhubungan dengan pendidikan yang sangat mempengaruhi terjadinya pernikahan dini. Apabila seorang anak berstatus sebagai pelajar maka akan dapat menunda suatu pernikahan yang terjadi tetapi sebaliknya apabila seorang anak putus sekolah pada usia wajib bersekolah maka anak akan cenderung tidak mempunyai kesibukan atau menganggur. Sehingga seorang anak atau remaja akan mendorong orang tua untuk berfikir bahwa menikah lebih baik dari pada berdiam atau menganggur di rumah. terutama bila anak remaja sudah mempunyai teman dekat, 2) Faktor internal kedua yaitu apabila remaja telah melakukan hubungan biologis. ketika orang tua mengetahui anak remajanya terutama anak gadisnya telah melakukan hubungan biologis dengan lawan jenis maka orang tua akan cenderung berfikaran cepat menikahkan anak gadisnya. Walaupun usianya terbilang masih muda karena orang tua khawatir kepada remaja apabila dibiarkan akan terjadi hamil diluar nikah ataupun khawatir apabila anak gadisnya ditinggal oleh lawan jenis yang telah melakukan hubungan biologis dengan anak gadis atau remaja perempuan (Ahmad, 2009).
Faktor internal ketiga yaitu hamil sebelum menikah apabila seorang remaja perempuan telah hamil sebelum dilangsungkan pernikahan, keluarga akan 21 mengambil keputusan menikahkan remaja putrinya. Keputusan ini diambil oleh orang tua untuk menghindari malu karena hamil diluar nikah dianggap sebagai aib keluarga. Keputusan ini diambil tanpa memfikirkan dampak dan usia remaja saat dinikahkan (Ahmad, 2009). Selanjutnya faktor dari luar atau faktor eksternal anak meliputi Faktor pemahaman agama ada beberapa keyakinan dalam agama bahwa bila seorang anak telah memiliki hubungan yang sangat dekat dengan lawan jenis, maka orang tua harus mengambil keputusan untuk menikahkan remaja untuk mrnghindari dari hal yang tidak diinginkan atau pergaulan bebas dan agar tidak terjadi perzinahan. Faktor ekonomi perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang sangat memprihatinkan atau keadaan keluarga yang hidup digaris kemiskinan, untuk meringankan beban orang tua atau keadaan ekonomi keluarga seorang remaja dinikahkan dengan lawan jenis yang lebih mampu. Maka jumlah anggota keluarga akan berkurang sehingga tanggung jawab keluarga juga berkurang (Ahmad, 2009).
Faktor adat dan budaya merupakan fenomena ini masih sering terjadi di masyarakat, terutama masyarakat pedesaan suatu kondisi budaya yang menikahkan anaknya di usia muda. Hal ini bermula dengan adanya perjodohan yang direncanakan oleh orang tuanya, maupun pemahaman masyarakat bahwa remaja wanita yang telah mendapatkan menstruasi pertama maka remaja wanita layak untuk menikah, bahkan ada yang menikahkan anaknya sebelum mendapatkan menstruasi pertama. Selain itu, ada juga anggapan apabila remaja wanita tidak segera menikah akan membuat malu keluarga karena dapat disebut sebagai remaja yang jauh dari jodoh ( Indriayani, 2014).
- SANDRA MAHARANI
- Universitas Pamulang
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
