Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Kepada Kaum Intelektual

Politik | Tuesday, 05 Sep 2023, 07:08 WIB

Kemajuan suatu bangsa tidak lepas dari peran kaum intelektual. Intelektual atau kadang disebut cendekiawan dalam Al Quran diungkap dengan kata “ulul albab”. Mohammad Natsir mengatakan, makna ulul albab yakni orang yang mempunyai daya pikir, daya tanggap yang peka, daya pita yang tajam, daya pengkaji yang tepat, serta daya cipta yang orisinil. intelektual atau cendekiawan secara singkat dapat dijelaskan sebagai kaum yang kontribusi utamanya adalah menggunakan kemampuan intelek atau akal dan pengetahuannya dalam memproduksi dan menyebarluaskan gagasan-gagasan. Maka, meskipun pengertian ini cenderung merujuk kepada kalangan terpelajar atau akademisi, namun dalam kenyataannya cakupannya lebih luas dari itu. Sejarah menunjukan kaum intelektual hebat yang bukan dihasilkan dari bangku universitas melainkan dari pengalaman dan keuletan dalam belajar. Sebutlah sastrawan raksasa Indonesia yang menjadi satu-satunya calon penerima Nobel Sastra dari Indonesia, alm. Pramoedya Ananta Toer.

Peran kaum intelektual dalam sejarah dan kelahiran Indonesia sangatlah penting. Hampir seluruh pemimpin perjuangan kemerdekaan berasal dari kalangan terpelajar yang meskipun jumlahnya kecil dibandingkan penduduk pada saat itu, mereka mampu mengidentifikasikan dirinya dengan rakyat marhaen yang tertindas dan terjajah dan kemudian mendedikasikan hidupnya kepada pergerakan rakyat Indonesia. Inilah yang menjadi kisah hidup “Sang Pemula”, Tirto Adhi Soerjo, sebagai perintis kebangkitan nasional yang menyebarluaskan gagasannya melalui jurnalisme. Institusi Pendidikan tinggi saat ini memang telah mengalami perubahan yang mendalam. Di bawah sistem neokolonialisme-neoliberalisme yang semakin mensubordinasikan pendidikan kepada kepentingan ekonomi, baik dalam mengkomersialkan pendidikan maupun sebagai pemasok dalam pasar tenaga kerja ahli, mahasiswa semakin ditekan secara ekonomi dan dilucuti dari kegiatan-kegiatan yang membuat mahasiswa mampu memahami persoalan masyarakat sesungguhnya. Hubungan yang semakin erat dan gamblang antara institusi pendidikan dengan korporasi telah berhasil mencetak kaum terpelajar yang menjadi sekrup-sekrup korporasi – tentunya di sini terdapat juga pengecualian. Hal ini jauh berbeda dari kenyataan lebih dari seratus tahun lalu, ketika pendidikan mampu mencerahkan dan membuka mata kaum terpelajar terhadap kondisi masyarakat yang sesungguhnya.

Patut dipertanyakan sejauh apa kaum intelektual saat ini memandang persoalan di atas. Bila melihat sepak terjang dan wacana yang diangkat oleh kelompok-kelompok intelektual yang disebut di atas, belum terlihat kepedulian dalam membendung proses penjinakan intelektual yang berlangsung di negeri ini. Perdebatan yang berlangsung di beberapa organisasi kemahasiswaan dan organisasi massa, misalnya, justru berkisar seputar kenetralan atau menjaga jarak dari kepentingan politik yang ada. Tentu saja, perdebatan ini hanya basa basi karena dalam kenyataannya kelompok intelektual tersebut biasa membina hubungan hangat dengan kekuatan politik yang berkuasa.

Harapan justru terlihat dari kelompok-kelompok intelektual yang relatif lebih kecil namun berani mengambil sikap dalam menggugat kekuasaan Imperialisme baru di Indonesia. Mereka dapat dibilang sebagai kaum terpelajar yang tidak rela menjadi sekrup-sekrup intelektual bagi mesin korporasi yang menghisap dan memiskinkan bangsa ini. Di antara mereka salah satunya adalah Serikat Pekerja Kampus yang baru berdiri tanggal 18 Agustus 2023 kemarin.

Upaya kaum intelektual ini dalam mendobrak pragmatisme dan oportunisme kaum intelektual di Indonesia sangat patut dihargai. Upaya ini perlu dilipat-gandakan dan diperluas hingga melampaui lingkaran kaum terpelajar dan menjangkau segmen masyarakat lainnya, karena perjuangan intelektual bukanlah monopoli kaum akademisi dan tidak akan berkembang maju bila terbatas di lingkaran yang sempit. Setiap orang perlu mengambil bagian dalam pertarungan gagasan karena, sebagaimana ditunjukan oleh sejarah, transformasi pemikiran sangat penting dalam melandasi transformasi masyarakat. sangat penting dalam melandasi transformasi masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Bung Karno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 bahwa Pancasila, “weltanschauung” bangsa Indonesia telah diperjuangkan selama puluhan tahun sebelum kemerdekaan itu tiba. Kini, bangsa Indonesia justru semakin membutuhkan kaum intelektual yang akan memimpin perjuangan tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image