Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Seiri

Sistem Demokrasi yang Buruk Mendorong Posisi Hukum sebagai Alat Memukul Lawan Politik

Eduaksi | Monday, 04 Sep 2023, 15:49 WIB
Gambar Ilustrasi Hukum Sebagai Alat Politik. Sumber Gambar: shutterstock

Dalam era politik kontemporer di Indonesia, permasalahan biaya politik yang tinggi telah menjadi salah satu isu fundamental yang mempengaruhi integritas sistem politik dan pemerintahan. Biaya politik yang melebihi pendapatan resmi pejabat eksekutif dan legislatif telah membuka celah bagi penguasa untuk memanfaatkan hukum sebagai alat politik dalam upaya mereka untuk memukul lawan politik dengan tuduhan tindak pidana korupsi. Artikel ini akan mengeksplorasi dampak biaya politik yang tinggi dalam sistem politik Indonesia dan bagaimana hal ini memberikan ruang bagi penyalahgunaan hukum sebagai instrumen politik.

Biaya Politik yang Tak Terjangkau

Di Indonesia, biaya politik yang harus ditanggung oleh calon pejabat eksekutif maupun legislatif sering kali jauh melampaui pendapatan yang mereka peroleh dari jabatan resmi yang mereka emban. Sebagai contoh, pada tingkat desa, seorang kepala desa mungkin hanya mendapatkan penghasilan tetap (gaji) sekitar 2,5 juta rupiah per bulan. Namun, biaya politik yang harus mereka keluarkan untuk mengamankan jabatan tersebut sering mencapai angka yang fantastis, berkisar antara 500 juta hingga 2 miliar rupiah. Dengan demikian, perbandingan antara penghasilan resmi dan biaya politik ini sangat mencolok, dimana pendapatan yang diperoleh dari jabatan kepala desa selama periode jabatan 6 tahun hanya sekitar 180 juta rupiah.

Lebih tinggi lagi, dalam konteks menjadi bupati, biaya politik yang harus dikeluarkan mencapai angka yang lebih tinggi lagi, berkisar antara 50 miliar hingga 100 miliar rupiah atau bahkan lebih dari itu. Namun, gaji pokok seorang bupati hanya sekitar 2,1 juta rupiah per bulan, ditambah tunjangan sebesar 3,78 juta rupiah. Total penghasilan bupati dalam satu masa jabatan lima tahun hanya sekitar 352,8 juta rupiah. Operasional kegiatan pemerintah pada tingkat ini bergantung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang sebagian besar tidak dapat digunakan untuk menutupi biaya politik, karena harus digunakan sesuai dengan tugas jabatan mereka. Begitupun seterusnya di tingkatan yang lebih tinggi.

Dampak pada Penegakan Hukum dan Sistem Politik

Biaya politik yang tak terjangkau ini menciptakan situasi di mana pejabat politik sering mencari sumber dana di luar pendapatan resmi mereka untuk mendukung kampanye dan memenangkan pemilihan. Hal ini, pada gilirannya, membuka celah bagi penyalahgunaan hukum sebagai alat politik. Penguasa dapat memanfaatkan aparat penegak hukum untuk mengejar dan menuduh lawan politik mereka dengan tindak pidana korupsi atau pelanggaran hukum lainnya, bahkan tanpa bukti yang kuat. Fenomena ini merongrong kepercayaan masyarakat pada keadilan dan mempengaruhi integritas sistem politik.

Seiring dengan kondisi ini, hampir menjadi mustahil untuk menjamin bahwa pejabat publik di Indonesia tidak melakukan korupsi dalam sistem demokrasi yang masih memiliki cacat struktural yang signifikan. Biaya politik yang melonjak jauh di atas pendapatan resmi memberikan insentif yang kuat bagi pejabat untuk mencari cara-cara yang tidak etis atau ilegal untuk mendapatkan dana yang mereka butuhkan.

Peran Penegak Hukum

Dalam konteks ini, penegak hukum memegang peran penting sebagai "penebabang" dalam sistem politik. Mereka dapat memilih untuk mengejar atau memilih untuk mengecualikan individu berdasarkan pertimbangan politik tertentu. Pilihan ini dapat digunakan untuk menguntungkan atau merugikan lawan politik. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius untuk memastikan bahwa aparat penegak hukum menjalankan tugas mereka secara independen dan tidak dipengaruhi oleh tekanan politik.

Biaya politik yang tinggi dalam sistem politik Indonesia merupakan akar permasalahan yang mendorong penyalahgunaan hukum sebagai senjata politik. Dalam kondisi di mana biaya politik melampaui pendapatan pejabat, praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan hukum menjadi sangat mungkin terjadi. Perbaikan sistem politik dan penegakan hukum yang lebih independen menjadi esensial untuk mengatasi masalah ini. Dengan demikian, langkah-langkah perbaikan ini perlu menjadi fokus dalam upaya memperkuat integritas dan transparansi dalam sistem politik Indonesia.

Perbaikan Sistem Politik dan Peran Bawaslu

Pentingnya perbaikan sistem politik yang lebih transparan dan adil menjadi sangat jelas. Demokrasi Indonesia harus dievaluasi dan direformasi agar mengurangi ketergantungan pada uang dalam proses politik. Legislatif dan eksekutif harus mempertimbangkan cara-cara untuk melaksanakan kontestasi politik yang lebih sehat tanpa adanya praktik money politik yang merugikan.

Di sinilah peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi sangat penting. Bawaslu harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam mengawasi pemilihan umum dan menegakkan aturan main yang adil. Selain itu, dukungan dari legislatif dan eksekutif juga diperlukan untuk mengembangkan aturan-aturan yang memastikan bahwa kompetisi politik dijalankan dengan integritas, tanpa campur tangan uang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image