Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erina Murdi Natha

Penyusutan Potensi Otak Dalam Revolusi Komputasi Kognitif

Teknologi | 2023-08-31 14:34:40

Manusia merupakan makhluk sosial yang secara mutlak tidak dapat dipisahkan dari pergeseran aktivits komputasi. Pergeseran aktivitas komputasi tentu saja telah berevolusi, terhitung dari semenjak manusia menemukan mesin. Manusia secara alami mengalami perkembangan serta pertumbuhan yang menghasilkan suatu pemikiran dan tindakan yang selalu melekat dengan segala fenomena dialam sekitar, termasuk didalamnya adalah aktivitas berpikir yang mempengaruhi keputusan serta interaksi kepada manusia lainnya. Pergeseran komputasi mengalir secara cepat sehingga mempengaruhi juga laju dari revolusi media. Revolusi media saat ini menimbulkan adanya pergeseran pada tiap aktivitas manusia yang dituangkan ke dalam sebuah wadah internet, bahkan disamping itu pergeseran aktivitas penemuan mesin terjadi modifikasi secara besar-besaran, yang mana dari adanya modifikasi mesin tersebut pemikiran manusia seolah-olah dituangkan dan dijadikan sebagai “alat bantu manusia”. Perkembangan tersebut melahirkan pemahaman terkait Artificial Intellegence atau AI. Perkembangan AI tanpa disadari sudah benar-benar mempengaruhi beberapa aspek didalam kehidupan manusia. Roberts (2019) mengungkapkan dalam bukunya “How Artificial Intellegence Works”. AI bukanlah suatu hal baru yang terjadi didalam dunia komputer dan mesin. hal ini dikarenakan pada tahun 1956, Jhon MC Carthy, ilmuwan asal stanford telah menemukan mesin komputer. secara logika AI merupakan anak dari adanya komputer yang telah melakukan revolusi dari berpuluh-puluh tahun, yang kemudian menjadi berbagai macam kecerdasan buatan yang tentu saja direpresentasi dari hasil pemikiran manusia. Dalam pemaknaanya, AI memiliki banyak pemetaan yang diciptakan dari manusia, salah satu bentuk penciptaan AI yang saat ini menjadi salah satu polemik di indonesia adalah terkait pemaknaan serta pemahaman dari Komputasi Kognitif. Komputasi kognitif merupakan bagian dari kecerdasaran buatan (AI) yang berupaya untuk melakukan interaksi seperti manusia dengan mengharapkan sisi alami manusia yang diciptakan melalui wadah mesin atau biasa dikenal dengan istilah Robot pintar.

Penciptaan dari adanya komputasi kognitif ini tentu memiliki tujuan yang mana agar mesin yang dicipatkan oleh manusia dapat menstimulasikan proses pemikiran manusia untuk melakukan pemaknaan pada suatu objek gambar atau respon dari suatu interaksi yang kemudian akan menciptakan suatu perbincangan dalam hubungan dengan manusia. Penciptaan mesin ini tentu saja secara tidak langsung menciptakan robot yang pintar, sehingga dapat bersaing dengan manusia seutuhnya. Menurut Jhon MC Carthy, adanya penciptaan dari kecerdasan buatan ini adalah untuk menyelesaikan satu masalah yang spesifikasi pada kehidupan manusia. Dalam pemikiran ini tentu saja banyak sekali polemik yang terjadi didalam lingkup interaksi hubungan manusia. Polemik yang terjadi tentu saja berupa adanya ancaman ataupun dapat berupa tantangan, namun yang digaris bawahi dalam penulisan ini adalah polemik terkait adanya revolusi komputasi kognitif yang semakin marak menggaungkan kecerdasannya, maka ada beberapa hal yang terkena imbas dari revolusi tersebut, salah satunya adalah penyusutan otak manusia yang disebabkan dari berbagai sub bagian komputasi kognitif. Bagian otak manusia yang mengalami penyusutan otak adalah Pre Frontal Cortex atau biasa dikenal dengan PFC. dalam penyusutan ini sebetulnya memang banyak faktor yang menjadikannya menyusut, namun tidak menutup kemungkinan penyusutan otak terjadi juga karena adanya faktor lingkungan, usia, dan bahkan genetik dari orangtua. Berangkat dari hal tersebut, penyusutan otak itu sendiri dapat terjadi karena pengaruh besar aktifnya manusia dalam menggunakan mesin internet dan menyerahkan seluruh atau sebagian aktivitasnya pada untuk dilakukan pada AI.

Aktifnya penggunaan internet pada kehidupan sehari-hari menimbulkan adanya dampak ketergantungan pada setiap aspek kehidupan, bahkan menimbulkan kebiasaan yang menyebabkan manusia ingin serba cepat dan beberapa peran manusia yang menurutnya berat dilakukan dapat digantikan dengan adanya komputasi kognitif atau AI. Selain dari hal tersebut, pandemi yang menimpa indonesia pada tahun 2019 memberikan efek lock down dibeberapa wilayah yang menjadikan internet sebagai indung informasi untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara manusia satu dengan manusia lainnya, yang mana hasil dari kegiatan tersebut tentu saja memudahkan aktivitas manusia. Manusia dituntut untuk tetap dirumah dan harus tetap beraktivitas, hal ini disebabkan pandemi yang saat itu terjadi berlangsung sangat lama, sekitar 2-3 tahun lamanya. Menela'ah dari kejadian tersebut, tentu saja pergeseran aktivitas masyarakat indonesia akan berubah, kebiasaan masyarakat secara tidak langsung akan lebih cenderung banyak menggunakan internet dan terbiasa mengurangi geraknya karena segala kebutuhannya sudah terpenuhi melalui internet walau hanya sebagian besar, hal ini disebabkan kurun waktu 3 tahun itu bukanlah waktu yang sebentar untuk membentuk kebiasaan dan mencukupi kebutuhan interaksi, dan dari kebiasaan tersebut, tidak jarang akan terlahir manusia yang mengandalkan mesin internet. Maka dari itu ruang gerak manusia akan sangat terbatas, ditambah manusia secara tidak langsung seperti mengoper peran ke komputasi kognitif (AI).

Penyusutan otak akibat dari adanya komputasi kognitif yang diperparah dengan adanya kebiasaan masyarakat indonesia setelah pandemi menjadikan manusia sedikit bergerak karena ruang lingkup sangat terbatas. Sehingga kemampuan berpikir dan gerak manusia sangat terbatas dan bahkan lebih banyak diam. Efeknya tentu pada perkembangan psikomotorik serta aspek kognitif, hal ini dikarenakan dapat mengakibatkan perubahan pada proses emosional dan fungsi otak. Berangkat dari kasus tersebut tentu tidak dapat dipungkiri bahwa manusia benar-benar telah semakin dekat dengan pergantian peran ke AI. Kasus ini menjadikan beberapa ilmuwan amerika menela’ah lebih lanjut terkait penyusutan otak, selain itu penelitian juga melakukan analisa pada otak tikus yang berlari diroda latihan selama sebulan dengan otak tikus yang tidak berlari. “Temuan kami menunjukkan cara meningkatkan BDNF, zat yang telah dibuktikan mampu melindungi otak. Penelitian lain telah menunjukkan kaitan erat antara olahraga, peningkatan BDNF, dan tingkat demensia yang lebih rendah”. ujar Moses V Chao, peneliti senior dan ahli biologi sel dari Fakultas Kedokteran Universitas New York. Berangkat dari kasus tersebut tentu saja yang saat ini menjadi polemik adalah terkait kebiasaan setelah pandemi dan juga kedekatan interaksi manusia dengan internet yang memberikan efek candu dan tidak ingin lepas. Penyusutan potensi otak dalam revolusi komputasi kognitif jelas tidak dapat mengembalikan otak secara normal, hal ini disebabkan sel syaraf dalam otak sudah menciut dan volumenya syaraf tidak dapat dikembalikan secara semula, bahkan yang lebih parah pada efek ini adalah meski otak pecan terbukti tidak menciut pun, kecanduan akan tetap memberikan dampak yang buruk terhadap penderita, baik dalam aktivitas dan cara berpikirnya dalam kehidupan sosial. Berangkat dari kasus tersebut, walau sejatinya otak manusia yang sudah mengalami penyusutan tidak dapat dikembalikan seperti sediakala, yang dapat di lakukan adalah dengan cara mencegahnya sebelum terlambat.

Pencegahan yang dapat dilakukan manusia tentu tidak terlepas dari metode kontrol diri terhadap aktivitas mesin internet dengan melakukan pemetaan aktivitas secara spesifik, disamping itu juga ada beberapa metode yang saat ini sedang digencarkan dibeberapa negara, salah satunya adalah negara Amerika. Metode tersebut adalah metode saving brain, yang mana metode tersebut berusaha untuk menyelamatkan penyusutan otak manusia secara dini melalui beberapa kegiatan pelatihan otak, namun kekurangan pada metode ini, para peneliti masih memfokuskan untuk meneliti secara dini pada seorang anak dan belum merambah ke tahap remaja ataupun dewasa, namun tidak menutup kemungkinan remaja ataupun dewasa dapat melakukan metode saving brain ini. Salah satu cara yang dilakukan dalam menerapkan metode saving brain ini adalah dengan cara melakukan permainan kognitif yang merangsang agar otak terus bergerak serta melakukan pelatihan kemampuan yang dilakukan secara berulang dan konsisten. Revolusi komputasi kognitif yang terjadi memang tidak dapat dicegah, sebab arus informasi dan teknologi yang semakin berkembang sehingga manusia secara tidak langsung tidak dapat menutup diri dari adanya kebutuhan dan pemakaian dari efek komputasi kognitif itu sendiri. Terlepas dari pemahaman tersebut, tidak menutup kemungkinan juga jika kedepannya akan menimbulkan beberapa penyakit selain penyusutan otak akibat dari adanya perkembangan komputasi kognitif, dan manusia hanya akan bersiap serta bersigap atas apa yang mengalir secara cepat didalam aktivitas sosialnya. Perenggutan peran manusia pasti akan terjadi, namun jika manusia dapat mengontrol dan melakukan pemetaan aktivitas dengan baik, yang seharusnya terjadi tidak akan terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Lukma. 2022. Peranan Kecerdasan Buatan (Artificial Intellegence) dalam Pendidikan. Jakarta, Kemdikbud.go.id

Kalsum, Umi. 2021. Pengenalan Kecerdasaran Buatan (Artificial Intellegence) Kepada Para Remaja, Palembang, sprints.binadarma.ac.id

Moedjiono, Atika Walujani. 2020. Teruslah Bergerak Agar Otak Tak Menyusut. Jakarta, Kompas.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image