Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Retno Septyorini

Geliat Inovasi Jamu dari Pelosok Rewulu

Lomba | Thursday, 22 Sep 2022, 21:14 WIB
Jamu Siap Saji dari Pengrajin Jamu Jati Husada Mulya (JHM) (Dokumentasi Pribadi)

Duduk di plataran Plaza Ngasem sembari menikmati segelas jamu beras kencur dan pementasan Tari Padang Bulan oleh adik Arimbi, dan kawan-kawan menjadi salah satu moment menyenangkan di tengah badai pandemi yang masuk ke Indonesia sejak pertengahan Maret 2020 silam. Semacam menikmati sensasi minuman tempo dulu namun disajikan dengan suasana dan packaging yang lebih kekinian.

***

Siang itu saya mengajak ibu ke sebuah festival besutan Dinas Koperasi dan UKM DIY bertajuk Gelaran Ngombe Jamu. Kebetulan minum jamu sudah menjadi kebiasaan keluarga kami sejak tahun 90-an. Saya ingat betul, sewaktu kecil, kalau nafsu makan sedang merosot tajam, saya akan dibawa menuju kios Jamu Cekok Kerkop yang terletak kawasan Keparakan, Kapanewon Mergangsan itu. Menurut cerita ibu, setelah dicekokke, nafsu makan saya perlahan membaik. Begitu pula dengan adik.

Beranjak remaja, kebiasaan minum jamu di keluarga kami masih tetap berlanjut. Selain langganan jamu keliling, saya kerap diajak bapak mencicipi beberapa kios jamu yang berlokasi tak jauh dari tempat tinggal kami. Dulu, jamu Ambarbinangun menjadi kios jamu favorit saya. Meski jamunya tergolong jenis jamu yang kental, namun rasanya tetap segar dan enak di lidah.

Di luar dugaan, puluhan tahun kemudian jamu menjadi salah satu topik bahasan di mata kuliah Mikrobiologi Dasar yang saya tempuh saat menyelesaikan studi di Fakultas Biologi UGM. “Asalkan dibuat dengan higienis dan dikonsumsi dengan jumlah yang tepat, jamu itu kaya akan manfaat”, begitu kira-kira ungkapan salah satu dosen mikrobiologi yang masih saya ingat hingga saat ini.

Sejak saat itu, selain soal rasa, saya juga memperhatikan perihal kebersihan dari produk jamu yang akan saya konsumsi. Kalau beli jamu di simbok-simbok keliling minimal memilih jamu yang dibawa dengan botol kaca literan. Bukan jamu yang ditempatkan pada botol plastik sekali pakai bekas air mineral. Terlebih kalau produsen jamunya terbilang sudah besar. Selain perihal kemasan yang higienis, saya cenderung memilih jamu yang ada ijin edarnya.

Berbekal kenangan sejak masa kecil inilah saat melihat informasi terkait Gelaran Ngombe Jamu via Instagram, saya langsung berinisiatif mengajak ibu untuk mencicipi sekaligus mengapresiasi kreasi local champion Jogja yang berfokus dalam mengolah aneka empon-empon dan rempah pilihan menjadi minuman kekinian yang tak lekang dimakan jaman.

Aneka Produk Jamu JHM (Dokumentasi Pribadi)

Terik siang itu sedikit terobati usai mencicipi segelas tester jamu beras kencur yang khusus dibawa oleh sekelompok ibu-ibu yang sengaja mengenakan padu padan kaos berwarna hijau dan orange itu. Di luar dugaan, selain terasa segar, rasa manis tester jamu yang satu ini juga pas. Tidak eneg sama sekali. Tidak heran jika ibu juga berucap hal yang senada dengan pendapat saya.

“Jamunya enak, nduk”, ujar ibu usai meneguk tester kunyit asam yang usut-punyabusut merupakan karya kelompok pengrajin jamu bernama Jati Husada Mulya (JHM). Salah satu brand jamu binaan PT. Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Rewulu yang siang itu hadir di helatan Gelaran Ngombe Jamu.

Nama Rewulu biasanya tidak begitu asing di telinga para penikmat jamu di Jogja. Pasalnya Rewulu merupakan nama suatu kelurahan di Kecamatan Sedayu yang dikenal sebagai salah satu sentra jamunya Jogja. Tidak heran kiranya jika teman-teman menemukan ibu-ibu yang secara turun- temurun berprofesi sebagai tukang jamu keliling.

Melihat potensi ekonomi kreatif berbasis rempah lokal pilihan inilah, sejak 2012 silam PT. Pertamina melalui program CSRnya berinisiatif untuk memberikan pelatihan terkait tata cara mengolah dan memproduksi jamu secara higienis untuk ibu-ibu penjual jamu di sekitar kawasan ini. Selain itu, PT. Pertamina juga memfasilitasi agar produk jamu dari daerah ini memiliki standar packaging yang baik sehingga dapat bersaing di tengah jenuhnya pasar jamu tradisional yang kian dinamis.

Merasa cocok dengan citarasa dan kualitas yang diusung oleh JHM, saya langsung berinisiatif "mengamankan" persediaan jamu untuk keluarga di rumah. Saking larisnya, siang itu saya hanya kebagian dua botol saja. Tidak heran juga sih soalnya rasa jamunya benar-benar otentik. Persis dengan jamu simbok-simbok yang kerap saya minum sewaktu kecil.

Selain membeli jamu botolan, saya juga tertarik membawa pulang varian Jamu Putri Singset Instan. Sebutan untuk salah satu inovasi jamu racikan JHM yang diolah dengan mengkombinasikan empon-empon, rempah, buah dan sayuran lokal seperti kunir mangga, wortel, apel hijau, rosella hingga seledri. Harap maklum, memiliki badan yang singset dan sehat masih menjadi idaman sebagian kaum hawa, tidak terkecuali dengan saya.

Menariknya, selain rasanya yang terbilang segar dan ringan, aroma wangi Jamu Putri Singsetnya JHM ini juga cukup menenangkan. Semacam mendapat sensasi baru saat menikmati jamu. Senang rasanya dapat menikmati inovasi dari tangan ibu-ibu Rewulu ini. Selain bisa berdaya dari desa, keuletan mereka juga turut menjaga kearifan lokal sekaligus melestarikan produk budaya warisan nenek moyang kita.

Ditambah lagi empon-empon merupakah bahan pangan lokal kaya manfaat yang mudah tumbuh dan dibudidayakan di berbagai pelosok nusantara. Dengan berbagai inovasi menarik dari para produsen, tidak heran jika selama pandemi Covid-19 pamor jamu kian hari kian menarik di hati. Bagi saya pribadi, mengkonsumsi jamu di era kiwari semacam menemukan momentum yang pas untuk membantu membangkitkan sekaligus mendongkrak pamor berbagai produk made in Indonesia.

Beberapa Merk Jamu di Stand JHM (Dokumentasi Peibadi)

Usai menghabiskan dua per tiga isi jamu yang saya beli, ada fakta menarik yang cukup menarik untuk diulik. Pasalnya saya menemukan ada beberapa merk jamu yang dijual di stand JHM. Usut punya usut, selain mendapat pelatihan dari PT. Pertamina, kelompok pengrajin jamu Jati Husada Mulya juga menerima pelatihan dari Dinas Koperasi dan UKM DIY. Merk yang berbeda-beda ini merupakan hasil implementasi pelatihan yang telah mereka jalani. "Branding besar dan resepnya sama kok mbak, cuma merk-nya kami buat sendiri-sendiri".

Menarik memang menemukan kolaborasi yang baik antara BUMN dengan instansi pemerintah terkait. Semacam sinergi yang saling melengkapi sehingga produk UMKM dapat naik kelas dengan cepat dan efektif. “Packaging jamu JHM dibuat sesuai dengan target konsumen yang tengah kami bidik”, tutur Ibu Yuli, salah satu anggota JHM yang sedang bertugas menjaga stand di Gelaran Ngombe Jamu siang itu.

“Jamu godhog langsung minum dibuat sendiri-sendiri sebagai sediaan jamu keliling dan pemenuhan pesanan via COD. Jamu godhog dan jamu seduh instan kemasan tenteng diperuntukkan untuk konsumen lokal. Sedangkan jamu instan versi celup dan kotak berlapis plastik ini dibuat khusus untuk pemasaran yang bekerja sama dengan toko oleh-oleh yang bermitra dengan kami. Selain soal rasa dan packaging yang menarik, produk kami juga sudah dilengkapi dengan ijin PIRT, Mbak”, imbuhnya kemudian.

Disadari ataupun tidak, produsen jamu di era milenial memang harus berinovasi sedemikian rupa sehingga produk mereka tidak kian berjarak dengan generasi muda. Bahwa inovasi produk, kualitas, packaging, branding, legalitas dan strategi pemasaran memang harus dipelajari dan dipraktekkan sembari "jalan". Di sisi lain, ada baiknya jika produsen jamu juga mengelola akun media sosialnya dengan baik sehingga dapat melakukan edukasi yang tept pada konsumen untuk mengenal jamu dari sisi medis, termasuk dosis konsumsi yang dianjurkan.

Selain untuk meminimalisir overclaim terkait konsumsi jamu, sharing session semacam ini penting dilakukan sebagai bahan edukasi akan manfaat herba dan rempah bagi kesehatan. Dengan edukasi yang benar, tentu UMKM dan konsumen akan sama-sama mudah untuk naik kelas. Kalau sudah sampai di level ini, bukankah langkah jamu tradisional kita terasa lebih ringan untuk diperkenalkan pada dunia?

Salam hangat dari Jogja,

-Retno Septyorini-

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image