Masa Depan Artificial Intelligence (AI) dan Daya Dukung Sistem
Lomba | 2023-08-28 19:48:14
Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sudah jamak dalam berbagai perangkat dan bermacam bidang. AI adalah mesin kecerdasan buatan yang dirancang meniru kecerdasan manusia, misalnya dalam hal pengambilan keputusan, analisis data, prediksi tren, hingga memudahkan pekerjaan. Seiring dengan perkembangan teknologi berbasis AI, akankah kehidupan manusia di masa depan akan lebih baik? Ataukah justru berpeluang mengancam eksistensi manusia? Diskursus inilah yang sepertinya masih akan terus menjadi perbincangan, termasuk diantara pakar dan peneliti AI sendiri.
Salah satunya mengemuka pada pertemuan yang dihadiri oleh lebih dari 350 peneliti, pakar dan tokoh AI pada Mei 2023 lalu. Pada pertemuan tersebut disampaikan pernyataan untuk mendiskusikan dan membangun pemahaman bersama tentang ancaman dan peluang penggunaan AI di masa depan. Para ahli memprediksi bahwa sekalipun AI dapat mendorong efektivitas kerja manusia, namun di sisi lain berpotensi mengancam otonomi, pekerjaan dan kemampuan jika tidak diantisipasi sejak awal. Mereka membicarakan kemungkinan skala luas seperti kemampuan mesin yang setara atau bahkan melebihi kemampuan manusia dalam hal semacam pengambilan keputusan yang kompleks, analisis yang lebih canggih, ketajaman visual, hingga pengenalan berbicara dan bahasa.
Pew Research Center pada tahun 2018 mempublikasikan hasil wawancara kepada 979 pioner teknologi, inovator, developer, pengampu kebijakan, peneliti dan aktivis seputar pendapat mereka tentang perkembangan AI di masa depan. Sebanyak 63% menyatakan harapannya akan kondisi yang lebih baik di masa depan dan sebanyak 37% menyatakan kekhawatiran kondisi akan lebih buruk. Kekhawatiran senada pernah diungkapkan oleh Geoffrey Hinton yang disebut-sebut sebagai 'Bapak AI'. Hinton menyatakan AI bisa mengaburkan pandangan manusia terhadap kebenaran dan kebohongan. Bahaya AI juga dipicu oleh kompetisi para raksasa teknologi yang ingin cepat-cepat menghadirkan inovasi AI terbaru. OpenAI, Google, Microsoft, kini menjadi 3 perusahaan yang paling kencang mengembangkan AI. Lebih lanjut, Ia juga mengkhawatirkan kemungkinan AI akan jadi jauh lebih pintar dari manusia, jika tidak dibarengi dengan regulasi dan pengawasan yang ketat.
Salah satu narasumber dalam wawancara tersebut, Danah Boyd, seorang ketua peneliti untuk Microsoft dan presiden dari Data and Society Research Institute menyatakan bahwa AI adalah alat yang bisa digunakan oleh manusia untuk berbagai tujuan, termasuk mengejar dan mempertahankan kekuasaan. Penyalahgunaan kekuasaan yang melibatkan AI, hanya bisa dilawan dengan penguasaan dan pengembangan AI juga, yang dapat berdampak pada peningkatan instabilitas. Senada dengan itu, Mark Surman, direktur eksekutif Mozilla Foundation menyatakan AI akan semakin mengkonsentrasi kekuatan dan kekayaan ditangan sebagian kecil monopoli utamanya oleh negara besar semacam AS dan Cina, dan bagi yang lain menyebabkan kondisi semakin buruk.
Kekhawatiran AI dan Lemahnya Sistem
Beberapa kekhawatiran dampak penggunaan AI sudah terasa sejak sekarang, diantaranya: 1) Teknologi AI mudah mengumpulkan dan menganalisis data personal dalam skala besar, yang sering menimbulkan persoalan keamanan data; 2) Dampak etik terkait implikasinya terhadap moral dan efek sosial yang negatif. Sudah terjadi bagaimana konten AI dapat berkontribusi pada persebaran false information dan manipulasi opini publik. Polarisasi politik salah satu dampaknya, yang banyak memicu konflik di tengah masyarakat; 3) Ketika AI semakin canggih, maka risiko potensi kejahatan juga meningkat dan semakin canggih; 4) Risiko ketika pengembangan AI didominasi oleh sejumlah kecil korporasi besar yang dapat memperburuk kesenjangan. AI potensial menciptakan ketimpangan ekonomi karena akumulasi kekayaan yang semakin dikuasai oleh segelintir orang.
Melihat beberapa dampak yang sudah terlihat dan membayangi di masa depan, sesungguhnya hal paling mendasar yang perlu dicermati adalah kesiapan sistem dalam mengantisipasinya. Bahkan pada tataran global. Bagaimana peran kekuasaan beserta detil regulasinya, bagaimana batasan peran swasta dan riset pengembangannya, dan bagaimana kesiapan publik menghadapinya. Munculnya kekhawatiran AI di masa depan tidak lebih karena sistem yang ada masih memiliki banyak celah dan kelemahan.
Aspek regulasi misalnya, seringkali lebih lambat dibandingkan kecepatan perkembangan AI itu sendiri, sehingga tidak siap dengan segala dampak dibaliknya. Bagaimana problem keamanan data pribadi misalnya, setelah kebocoran terjadi dimana-mana, baru ada upaya memikirkan regulasinya. Padahal berkejaran dengan perkembangan kecanggihan AI yang bisa jadi regulasi tersebut belum cukup mampu mengawalnya. Oligarki yang semakin kuat bahkan skala global, juga menjadi ancaman nyata karena penguasa menjadikan korporasi termasuk korporasi teknologi sebagai penyokong kekuasaan. Akibatnya posisi penguasa cenderung lebih lemah karena dibawah kendali kepentingan korporasi. Tentu, publik tidak bisa berharap kebaikan pemanfaatan AI selama problem korporatokrasi masih kuat. Terakhir bagaimana sistem belum mampu menyiapkan publik untuk menerima perkembangan AI secara positif. Sebaliknya, publik seringkali menjadi korban algoritma AI, terbawa arus membanjirnya segala macam informasi, maupun ketidaksiapan dengan segala perangkat digital berbasis AI. Belajar dari fakta yang ada saat ini, maka penting menata lemahnya sistem agar mampu menjadi pengawal tangguh perkembangan AI di masa depan.
AI dan Kebutuhan Teknologi Masa Depan
Tak dipungkiri, AI menjanjikan banyak kemudahan yang dibutuhkan manusia dalam menyelesaikan persoalan. Riset-riset medis, pangan, pendidikan, transportasi publik, pelayanan dan pendataan publik, transparansi kebijakan, pengelolaan keuangan semakin efisien dengan dukungan AI. Pemanfaatan AI di masa depan sangat luar biasa dalam mendukung sarana publik yang lebih baik, baik dari aspek presisi, efisiensi, lingkungan, hingga keamanan. Kebutuhan untuk peradaban umat manusia ini mestinya harus dikejar karena kemanfaatannya yang luar biasa. Disamping tentu saja, perkembangan teknologi tak bisa dihindari.
Pada moda transportasi publik misalnya, AI dapat meningkatkan ketahanan dan keamanan, mendeteksi pelanggaran dan pengaturan arus lalu lintas. Hal ini sangat diperlukan untuk mendukung kenyamanan publik dan dapat dengan cepat membantu menganalisis faktor penyebab kecelakaan atau pelanggaran sehingga bisa segera dilakukan evaluasi dengan lebih cepat dan tepat. Pada bidang pertanian, pemanfaatan AI untuk pertanian presisi sangat diperlukan. Dengan bantuan AI, parameter data seperti iklim, kondisi tanah, air, udara dan kesehatan tanaman dapat dianalisis secara real-time sehingga sangat membantu untuk membuat keputusan pengelolaan tanah dan budidaya tanaman dengan lebih tepat. Bukan saatnya lagi menerapkan kebijakan budidaya tanaman secara serampangan, yang ujungnya dapat merusak ekosistem dan membuang-buang tenaga dan anggaran. Proyek food estate contohnya.
Lembaga pengawas kebijakan publik pun sudah seharusnya memanfaatkan generatif AI guna menunjang efektivitas dan efisiensi pekerjaan, baik dalam hal pelaksanaan layanan hingga fungsi pengawasan kepada para penyelenggara pelayanan publik. Pelibatan masyarakat menjadi sangat mungkin untuk mendukung keterbukaan informasi publik, pengawasan kebijakan, hingga peningkatan kualitas layanan. Problem kebijakan salah sasaran, korupsi, atau birokrasi yang berbelit yang selama ini melekat pada pelayanan publik harapannya tidak lagi terjadi. Tentunya, dapat meningkatkan trust kepada penguasa, sesuatu yang sangat penting dalam relasi penguasa dan rakyat.
Kebutuhan akan perangkat teknologi masa depan berbasis AI tentunya masih banyak seperti militer, kesehatan, pendidikan, ekonomi maupun politik. Tentunya potensi tersebut akan mampu mendukung kualitas kehidupan yang lebih baik jika sejalan dengan kepentingan kehidupan manusia yang beradab.
Membangun Daya Dukung Sistem
AI sejatinya adalah teknologi, yang memiliki potensi seperti teknologi lainnya. Apakah dapat membawa kebaikan atau keburukan tergantung siapa dan untuk kepentingan apa digunakan. Maka mestinya yang menjadi konsen adalah bagaimana membangun sistem kontrol yang baik, yang dengan sistem itu dapat menjamin penggunaan teknologi pada potensi yang positif. Perlu kiranya mendiskusikan daya dukung sistem tersebut pada aspek:
1. Penguasa yang bervisi melayani kepentingan publik, bukan sekedar korporasi
Penguasa yang bervisi melayani kepentingan publik akan mengeluarkan regulasi yang mendukung terciptanya riset pengembangna dan pemanfaatan AI untuk menyelesaikan problem masyarakat. Kebijakan di bidang informasi misalnya, disaat semua menggunakan gawai, maka penting menciptakan iklim informasi publik yang bermutu melalui kebijkan algoritma AI yang berpihak pada kepentingan publik. Bayangkan output masa depan umat manusia yang lebih baik ketika gawai ini mampu mentuning kebaikan pada masyarakat secara tidak langsung, dengan dibombardir informasi yang tidak toksik, gaya hidup yang berkualitas, konten-konten yang bermanfaat, dan segala macam sarana pembelajaran digital yang mudah dan murah diakses. Tentu saja, dengan dukungan infrastuktur digital yang memadai dan kebijakan riset pengembangan yang sejalan.
Selain regulasi tentunya adalah aspek pengawasan dan ketegasan hukum. Regulasi sebagus apapun, tak akan ada gunanya tanpa dukungan lembaga pengawasan yang berfungsi dan sistem hukum yang tegas. Kita belajar banyak bagaimana ketika lembaga hukum hanya berpihak pada kepentingan orang kuat, sarana digital akhirnya digunakan untuk menyebarkan ketidakadilan, meraih dukungan publik dan menekan pihak-pihak yang bertanggungjawab. Mungkin sekilas ini langkah yang efektif bagi masyarakat, namun sesungguhnya ketika hal seperti ini terus berlangsung dapat membuka peluang tekanan massa yang lebih besar. Apalagi ketika ketidakadilan semakin terekspos. Tentu ini bukanlah iklim hubungan penguasa-rakyat yang sehat, karena rentan memicu konflik baik vertikal maupun horisontal.
2. Pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang bervisi problem solver, bukan trouble maker
Berpijak pada poin sebelumnya, maka dukungan kualitas SDM menjadi mutlak. SDM bervisi problem solver dicapai melalui serangkaian sistem yang mendukung. Dari berjalannya fungsi keluarga, fungsi pendidikan, fungsi informasi publik dan fungsi kekuasaan. Jangan fokuskan target pendidikan generasi sekedar demi ekonomi. Lebih dari itu, pendidikan harus melahirkan output generasi bervisi masa depan peradaban, generasi problem solver, peka terhadap persoalan, generasi kritis dan generasi yang bertanggungjawab. Jika tidak, maka ketidaksiapan generasi menghadapi tantangan jaman, dimana AI sudah semakin berkembang, justru bisa menciptakan problem sosial yang semakin kompleks. Ingat bahwa dampak problem sosial justru bisa lebih buruk dan lebih merugikan secara ekonomi.
3. Menempatkan korporasi/swasta sebagai mitra publik, bukan penyokong penguasa
Saat mindset penguasa adalah sebagai pelayan kepentingan publik, maka begitupun ketika memandang peran korporasi atau swasta. Swasta dijadikan sebagai mitra penguasa dalam mencapai tujuan pelayanan publik, termasuk dalam aspek pengembangan dan pemanfaatan AI. Mereka diperbolehkan mengembangkan untuk meraih keuntungan selama tidak mengancam dan membahayakan kepentingan publik. Disinilah peran penguasa harus kuat dan independen. Posisi penguasa sebagai pengatur dan pengawas, tidak berada dibawah kendali pemodal atau korporasi yang akhirnya tidak punya taji untuk menindak tegas penyimpangan yang dilakukan.
Sebagai penutup, AI mengancam atau tidak tergantung bagaimana daya dukung sistem mampu berperan untuk kepentingan publik. Daya dukung kekuasaan dengan segala regulasi, pengawasan dan ketegasan hukumnya semata untuk kepentingan publik. Daya dukung korporasi pengembang sistem AI yang berjalan dibawah kendali penguasa, bukan sebaliknya. Tentunya, daya dukung kesiapan publik dalam menghadapi tantangan AI di masa depan.
Referensi
https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2023/06/02/the-15-biggest-risks-of-artificial-intelligence/
https://www.pewresearch.org/internet/2018/12/10/artificial-intelligence-and-the-future-of-humans/
https://www.cloudcomputing.id/berita/ekosistem-ai-dukung-pengembangan-transportasi-indonesia
https://lp2m.uma.ac.id/2023/03/20/revolusi-pertanian-bagaimana-ai-mengubah-industri-pertanian/
https://dinkes.tegalkota.go.id/berita/detail/10-contoh-penggunaan-teknologi-ai-di-dunia-kesehatan
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
