Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Munawar Khalil N

Romansa Budaya dalam Film Mappacci

Sastra | Saturday, 26 Aug 2023, 08:43 WIB

Bagaimana perasaanmu ketika menjelang Hari bahagia, engkau akan segera berubah status menjadi seorang suami atau seorang istri, tiba-tiba mendapat kabar bahwa pasanganmu tidak bisa hadir di malam Mappacci (malam pacar) karena kecelakaan, dan diberitakan meninggal dunia. Hati siapa yang tidak hancur, terlebih jika itu adalah pernikahan yang diimpi-impikan.

Adegan dalam Film Mappacci

Seorang gadis Makassar bernama Tenri larut dalam duka mendalam di malam Mappaci, begitu mendapat kabar perahu yang ditumpangi Iwan, calon suaminya, terbalik dan tenggelam dalam perjalanan ke Makassar dari daerah tugasnya sebagai dokter di Papua.

Waktu seolah tak berkenan memulihkan luka hatinya. Berbilang hari ia larut dalam kesedihan. Suatu waktu ia memutuskan untuk bunuh diri, namun takdir masih membuatnya hidup. Lalu seseorang berkata , "Hanya karena seorang laki laki yang baru kau kenal setahun, kau tega menyakiti hati ibu dan ayahmu?"

Pertanyaan itu membuatnya tersentak, dan bangkit melawan kesedihannya. Ia teringat, Iwan pernah bilang, menulis bisa menyembuhkan luka. Maka, ia pun bangkit, menyingkirkan selimut, membuka laptop dan pada akhirnya ia sembuh karena menulis dan menjadi penulis terkenal.

Tenri telah move on dan menemukan tambatan hati lainnya bernama Erwin, hingga mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Namun waktu rupanya tak betah menorehkan luka. Jelang hari pernikahan mereka, Tenri mendapat kabar bahwa Iwan rupanya terdampar di pulau terpencil. Ia selamat dan kini sedang dirawat di sebuah rumah sakit di Makassar.

Kisah film Mappacci (Malam Pacar) yang masih tayang di bioskop ini mungkin lekat dengan peristiwa sehari-hari kita. Bahkan mungkin lebih dramatis. Namun sebuah film bermakna atau tidak itu ditentukan oleh penonton. Sebab meminjam penjelasan Roland Barthes terkait semiotika, makna tidak dikirimkan kepada kita namun kitalah yang secara aktif menciptakan makna berdasarkan kode-kode yang ada. Jadi bagaiamanpun interpretasi terhadap film ini tentu latar belakang budaya, bacaan, dan lingkungan penonton tentu memengaruhi pandangannya terhadap film tersebut.

Namun simbol-simbol dan identitas budaya yang ditampilkan dalam film itu menjadi sesuatu yang unik dan membuka insight baru mengenai keragaman budaya di tanah air. Mappacci adalah nama sebuah adat yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan. Upacara Mappacci atau Mappaccing berasal dari kata "Paccing" yang berarti bersih, yang bertujuan untuk membersihkan diri dari semua hal yang dapat menghambat pernikahan.

Bagi saya, selain identitas budaya yang kental, ada dua hal yang menarik dari film ini. Pertama, bagaimana kita harus move on dari situasi yang membuat kita terpuruk. Kata orang, sesuatu yang tidak membunuhmu, justru akan membuatmu lebih kuat. Itu apabila kita bisa bangkit dan melawan rasa sakit itu. Seperti orang berolahraga, memang otot atau badan akan sakit, tapi dampaknya tubuh menjadi lebih sehat dan kuat.

Kedua, menulis bisa menjadi terapi untuk menyembuhkan luka batin. Ekspresi kesedihan bisa tersalurkan dengan baik sehingga beban-beban psikologis itu terangkat. Memang tidak akan bisa sepenuhnya hilang. Seperti kata Ustadz Abdul Somad, ketika bercanda mengingat "kekerasan" gurunya di masa sekolah, "sudah tidak marah, tapi ingat aja".

Film Mappaci sarat dengan nuansa budaya lokal Sulsel terkait dengan pernikahan. Dulu saya pernah menulis tentang Film Uang Panai yang rilis tahun 2016, bahwa film yang cukup menarik perhatian publik tersebut menjadi milestone kebangkitan sineas di wilayah Indonesia Timur.

Dan hari ini, film Mappaci kembali mengisi perfilman nasional dengan kekentalan budayanya. Masih berkaitan dengan romansa anak muda yang dibalut dengan komedi. Kisahnya relate dengan kondisi hari ini, dan saya pikir selalu relate karena hubungan muda mudi akan selalu punya dinamikanya sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image