Disrupsi Karier dalam Kepungan AI: Dampaknya Terhadap Perkembangan Karier Generasi Muda
Eduaksi | 2023-08-25 09:25:34Konsep perkembangan karier telah banyak digariskan oleh pakar-pakar teori perkembangan karier seperti Donald E. Super, Holland, dan Anne Roe. Mereka menyatakan berbagai konsep mengenai pilihan karier, keputusan karier hingga pengembangan dan perkembangan karier itu sendiri. Holland misalnya, beliau berpendapat bahwa karier yang paling baik merupakan perpaduan antara tipe kepribadian dengan lingkungan yang sesuai. Hal ini akan menghasilkan kecocokan serta konfirmasi atas pilihan vokasional pada remaja sehingga dapat mengembangkan diri dalam lingkungan karier untuk mencapai kepuasan diri. Holland menekankan bahwa individu memilih kariernya sesuai dengan sifat, tipe dan karakteristik kepribadian mereka dengan model lingkungan yang terdiri dari lingkungan intelektual, lingkungan realistis, lingkungan konvensional, lingkungan sosial, lingkungan usaha dan lingkungan artistik. Jadi, pilihan karier individu selalu berbicara tentang nyaman tidak nyaman, atau cocok tidak cocoknya seseorang pada sebuah pekerjaan (Sari & Hidayat, 2022).
Dewasa ini teori-teori perkembangan karier banyak bermunculan sebagai alternatif lain dari konsep Holland. Ada yang mengatakan bahwa individu memutuskan pilihan kariernya berdasarkan gaji yang ditawarkan dari pekerjaan tersebut tak peduli apakah ada kecocokan antara pekerja dengan pekerjaannya, ada yang mengatakan pula bahwa seseorang memilih sebuah pekerjaan berdasarkan tingkat kesulitan pekerjaan tersebut, dan ada pula yang mengatakan bahwa pekerjaan dipilih karena keadaan terpaksa atau tidak ada pilihan lain selain itu. Hal ini tentu berbeda dengan apa yang digariskan oleh Holland, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Fenomena ini muncul karena tuntutan ekonomi dan perkembangan industri yang tumbuh seiring dengan perkembangan teknologi. Saat para pemilik modal mencari pilihan mekanisme produksi yang cepat, murah dan efisien, maka di saat itu pula ancaman hadir untuk para pekerja yang selama ini bekerja secara manual. Hal inilah yang digambarkan oleh Francis Fukuyama (1999) dalam bukunya “The Great Disruption: Human Nature and the Reconstitution of Social Order” sebagai pergeseran nilai-nilai yang ditangkap secara tidak sempurna oleh data-data empiris generasi-generasi akhir sekarang ini. Dengan kata lain, remaja atau generasi muda kita hari ini harus segera sadar tentang dampak dari disrupsi akibat perkembangan teknologi.
Clayton M. Christensen adalah orang yang mempopulerkan istilah disrupsi dalam bukunya “The Innovator’s Dilemma: When Technologies Cause Great Firms to Fail” yang terbit pada tahun 1997. Berbeda dengan apa yang dipahami oleh Fukuyama, Christensen memandang disrupsi sebagai sesuatu yang cenderung positif. Christensen (Denning, 2016) menyebut disrupsi sebagai teori respon kompetitif. Bagi Christensen, disrupsi adalah proses, bukan peristiwa sehingga inovasi akibat disrupsi hanya dapat terjadi pada hal-hal tertentu saja, bukan pada keseluruhan. Disrupsi dipahami sebagai respon atas situasi baru yang muncul akibat adanya perkembangan yang kemudian menghasilkan inovasi. Utamanya pada dunia industri sebagai pelaku dalam persaingan usaha. Hal ini rupanya memberikan efek berantai hingga pada situasi perkembangan karier generasi muda sekarang ini.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Muqarrama, Razak, & Hamid (2022) menggambarkan tentang fenomena kecemasan karier mahasiswa tingkat akhir dalam menghadapi era disrupsi menemukan bahwa adanya kecemasan karier yang dirasakan oleh responden. Hal tersebut dapat dilihat dari perilaku mereka yang menghindari pembahasan tentang hal-hal yang menyangkut masa depan, hingga pada aspek kognitif mereka yang menunjukkan rasa takut dan juga bingung dalam menghadapi situasi dunia kerja di masa yang akan datang. Persaingan dalam mendapatkan pekerjaan menjadi salah satu faktor mereka memiliki kecemasan dalam menghadapi era disrupsi. Kompetensi menjadi kunci dalam setiap persaingan. Hal ini tidak linier dengan kepercayaan diri mereka saat melihat situasi yang semakin hari semakin cepat berkembang. Dimana seorang individu dengan keterampilan khusus akan lebih berpeluang dari mereka yang hanya bermodalkan ijazah saja. Kecemasan ini dikhawatirkan menjadi semakin parah dengan hadirnya variabel baru yang sedang hebat-hebatnya diterapkan pada hampir seluruh sektor, termasuk sektor industri atau pekerjaan. Hal tersebut dikenal dengan istilah AI (Artificial Intelligence).
Awal tahun 2015 kita banyak gandrung dengan sebuah istilah ikonik yang disebut dengan Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan. Artificial Intelligence merupakan kecerdasan buatan yang menjadi pemodelan dari sebuah kecerdasan manusia yang kemudian diaplikasikan ke dalam sebuah mesin untuk menjadi mesin cerdas (Tjahyanti, Saputra, & Gitakarma, 2022). Ketika teknologi AI ini diterapkan pada sektor-sektor vokasi maka akan banyak menghasilkan inovasi dan kemajuan dalam hal efisiensi produksi barang maupun jasa. Namun, sebagaimana yang telah diungkap oleh Fukuyama, hadirnya AI akan menggeser sektor pekerjaan yang selama ini dilakukan secara manual oleh manusia, menjadi otomatisasi yang dikerjakan melalui algoritma AI. Keberadaan Artificial Intelligence pada dunia industri akan mendisrupsi beberapa jenis pekerjaan. Ada yang hilang tenggelam, ada pula yang akan muncul sebagai produk inovasi. Hal ini selaras dengan hasil temuan Rachmadana, Putra, & Difinubun (2022) yang menyimpulkan bahwa munculnya AI berdampak pada setidaknya tiga hal; (1) pertama, teknologi baru yang mengarah pada subtitusi langsung sebuah pekerjaan, (2) kedua, meningkatnya keterampilan karyawan dalam menggunakan AI, (3) ketiga adalah efek terhadap produktivitas.
Setidaknya, ada 8 dampak yang akan terjadi terhadap perkembangan karier generasi Muda sekarang ini. (1) pilihan karier akan semakin beragam dan terkonsentrasi pada sektor-sektor yang berhubungan dengan teknologi, (2) generasi Muda akan menghadapi iklim kompetisi karier yang tidak hanya memerlukan ijazah sebagai bukti kompetensi tetapi juga kemampuan terhadap penguasaan teknologi, (3) generasi Muda akan didorong untuk terlibat dalam bisnis digital yang lebih terbuka dan penuh dengan kreativitas, (4) perkembangan karier sedikit banyaknya akan dipengaruhi oleh kemampuan literasi digital generasi Muda, (5) karier akan dipandang luas, tidak terbatas pada sebuah pilihan jabatan atau menjadi seorang pegawai, (6) kompetisi usaha (UMKM) generasi muda akan terkonsentrasi pada kemampuan mereka memainkan media sosial, (7) munculnya influencer dari kalangan generasi Muda akan dipandang sebagai sebuah karier socialpreneur yang mampu memberikan dampak pada perspektif karier netizen, dan (8) hilangnya beberapa jenis pekerjaan yang tergantikan oleh hadirnya teknologi AI yang secara efektif lebih dapat diandalkan oleh industri.
Timbul tenggelamnya sebuah karier atau pekerjaan akan terus berlangsung seiring dengan perkembangan teknologi dan kehidupan sosial di masyarakat. Beberapa hal termasuk pekerjaan harus menjalani redefinisi sesuai dengan faktor dan dampak yang ditimbulkannya pada sektor-sektor perekonomian. Generasi Muda tidak boleh larut sebagai konsumen dalam dunia perkembangan teknologi. Mereka harus mampu menjadi bagian yang mengembangkan dan memberikan garis-garis besar mengenai batasan terhadap hadirnya Artificial Intelligence dalam tatanan industri hari ini. Fakta bahwa Artificial Intelligence adalah hal yang tidak bisa kita tolak secara nyata kehadirannya membawa kita harus berpikir untuk lebih melihat peluang yang ada di dalamnya dengan terlebih dahulu memberikan batasan yang jelas pada beberapa hal terkait dengan pengaplikasian AI itu sendiri pada ranah-ranah sosial.
Referensi:
Christensen, C. M. (1997). The Innovator’s Dilemma: When Technologies Cause Great Firms to Fail. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press.
Denning, S. (2016). Christensen Updates Disruption Theory. Strategy & Leadership, 44(2), 10 - 16. http://dx.doi.org/10.1108/SL-01-2016-0005
Fukuyama, F. (1999). The Great Disruption: Human Nature and the Reconstitution of Social Order. London: Profi le Books.
Rachmadana, S. L., Putra, S. A. A., & Difinubun, Y. (2022). Dampak Artificial Intelligence Terhadap Perkonomian. FAIR UNIMUDA, 2(2), 71-82.
Razak, A., & Hamid, H. (2022). Fenomena Kecemasan Karir pada Mahasiswa Tingkat Akhir di Era Disrupsi 4.0. Sultra Educational Journal, 2(1), 28-33.
Sari, M. P., & Hidayat, D. R. (2022). Implementasi Teori Kepribadian Karir Holland di SMK, dalam Sistematika Kajian Pustaka. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(1), 259-265.
Tjahyanti, L. P. A. S., Saputra, P. S., & Santo Gitakarma, M. (2022). Peran Artificial Intelligence (AI) Untuk Mendukung Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. KOMTEKS, 1(1).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.