Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Jafar Elly

Menyikapi Imbas Kemajuan Kecerdasan Artifisial Terhadap Pekerjaan Manusia di Masa Depan

Teknologi | 2023-08-23 20:44:29
Ilustrasi robot kecerdasan buatan yang mengambil alih pekerjaan manusia (sumber:google.com)

Menarik apa yang dikatakan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir beberapa setahun lalu tentang fenomena menghilangnya sejumlah pekerja-an manusia di masa mendatang. Erick ungkapkan sedikitnya ada sembilan jenis pekerjaan yang biasanya dilakukan tenaga manusia akan hilang dan digantikan dengan teknologi digital. Jenis-jenis pekerjaan itu adalah jasa penyiapan makanan, administrasi perkantoran, jasa transportasi, produksi manufaktur non-auto, konstruksi dan ekstraksi. Selain itu, pekerjaan pertanian, perikanan dan kehutanan yang bersifat tradisional akan digantikan oleh teknologi. Penjualan dan bidang-bidang terkait dengannya, pengelola media sosial serta jasa pengamanan pun tak luput dari kekhawatiran tersebut.

Menariknya lagi, Erick mengungkapkan ada 17 juta pekerjaan baru berbasis teknologi digital yang akan muncul seiring menghilangnya pekerjaan-pekerjaan yang mempekerjakan tenaga manusia itu. Apa yang membuat sang Menteri itu yakin bahwa pekerjaan yang berbasis tenaga manusia itu akan lenyap dalam beberapa tahun ke depan dan munculnya pekerjaan baru yang berbasis teknologi digital? Suatu pertanyaan yang menggelitik pikiran penulis untuk mencoba manganalisis fakta dan kondisi terkini seputar perkembangan teknologi digital dan imbasnya terhadap pekerjaan manusia di masa depan.

Pernyataan sang menteri itu sesungguhnya tidaklah mengherankan. Jauh sebelumnya seorang ilmuan komputer, Raymon Kurzweil telah memprediksi kemungkinan munculnya kondisi tersebut. Ray kemukakan sejumlah kemungkinan itu akan terjadi melalui riset yang berkelanjutan dalam bidang sains komputer. Hal yang menunjukkan kemungkinan itu bisa terjadi antara lain tampak dari kemajuan teknologi komputer dan informasi saat ini yang berbasis kecerdasan artifisial termasuk produk robot yang di dalamnya tertanam beragam cabang ilmu kecerdasan artifisial.

Fenomena kecerdasan artifisial ini akan semakin disorot ketika muncul kemungkinan-kemungkinan lain yang sulit dinalar oleh logika tetapi bisa terjadi satu abad ke depan, antara lain ada kecenderungan kuat untuk membuat gabungan antara pemikiran manusia dengan kecerdasan mesin, tidak ada lagi perbedaan yang jelas antara manusia dan mesin serta sebagian besar entitas tidak mempunyai kehadiran fisik yang permanen. Semua prediksi itu dilakukan secara bertahap seiring berkembangnya ilmu kecerdasan artifisial sampai jelang abad 22 mendatang.

Sebagian prediksi pada tahap pertama sudah berhasil diwujudkan. Contohnya perangkat komputer yang diproduksi semakin kecil dalam genggaman dan banyak digunakan secara komersil dengan harga terjangkau. Terwujudnya produk-produk ‘smart’ yang memadukan teknologi komputer, informasi dan komunikasi untuk melayani kebutuhan manusia. Sebut saja perangkat smart phone, smart card, smart home, smart tv, dan smart-smart lainnya. Belum lagi maraknya produk layanan online belakangan ini yang semakin canggih dan kehadiran robot-robot cerdas yang dapat melayani, membantu dan meringankan pekerjaan manusia.

Menghilangnya Lapangan Kerja

Perkembangan ilmu kecerdasan artifisial yang kemudian melahirkan produk-produk berbasis teknologi digital saat ini tak ayal menimbulkan kecemasan tersendiri bagi dunia lapangan kerja. Beberapa negara di dunia antara lain Australia dan Inggris mulai khawatir dengan ancaman transformasi lapangan kerja yang akan didominasi teknologi cerdas dalam satu hingga dua dasawarsa ke depan. Kemajuan teknologi ini diperkirakan bisa mengambil alih sekitar 40 persen pekerjaan yang dilakukan manusia di Australia. Laporan committee for Economic Development of Australia (CEDA) menyebutkan, sekitar 5 juta lapangan kerja sangat tinggi peluang-nya tergantikan oleh robot dalam 10 hingga 20 tahun ke depan.

Saat mengisi kuliah umum di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Erick bahkan menyebutkan hasil studi terbaru di tiga negara, yakni Amerika, Jerman dan Australia termasuk negara-negara yang akan kehilangan 6,1 juta pekerjaan. Pernyataan Erick tersebut tak jauh berbeda dengan hasil penelitian The World Economic Forum (WEF) beberapa tahun lalu yang menyebutkan bahwa ada sekitar 5 juta pekerjaan dari segala profesi akan digantikan oleh robot dalam kurun waktu empat sampai lima mendatang.

Negara-negara seperti Cina, Jerman, Perancis, Jepang dan Amerika bahkan telah menyatakan minatnya untuk mengadopsi teknologi cerdas (dibaca ‘robot) untuk menjadi pekerja. Sementara itu, pekerjaan di Inggris pun terancam digantikan oleh robot cerdas.

Sekitar 11 juta pekerjaan terutama tenaga kerja di sektor ritel dan transportasi akan diambil alih oleh mesin cerdas. Pekerjaan lain yang paling beresiko diambil alih itu antara lain staf administrasi, pekerja manual, pekerjaan pengolahan data, pemandu wisata, penjual ritel, pemungut pajak, telemarketer, akuntan dan juru tulis. Menurut Bank of Amerika, 90% pekerjaan itu akan dilakukan oleh mesin otomatis pada beberapa tahun mendatang. Pekerjaan lain seperti resepsionis hotel dan pengemudi taksi juga tak luput dari resiko kehilangan itu.

Ancaman dan Tantangan

Prediksi pakar yang didukung hasil penelitian sebagaimana dideskripsikan di atas pelan tapi pasti kini melanda Indonesia. Fakta lapangan saat ini cukup memberikan alasan kuat yang memungkinkan kondisi lapangan kerja di Indonesia ikut terlibas oleh teknologi cerdas tersebut. Secara ekonomis, manajemen perusahaan akan berpikir efisiensi dan efektifitas produk untuk mendatangkan keuntungan yang besar tanpa melibatkan banyak tenaga kerja manusia.

Beberapa pekerjaan yang saat ini sudah mulai menerapkan teknologi digital yang super cerdas itu, antara lain layanan pembelian makanan dan minuman yang menggunakan mesin vending, mesin layanan pembelian koran dan sebagainya. Layanan karcis jalan tol pun akhirnya tidak menggunakan tenaga manusia melainkan mesin elektronik otomatis menggunakan kartu cerdas dan sensor.

Munculnya generasi digital saat ini juga makin mempercepat penetrasi teknologi digital di dalam masyarakat. Segala sesuatu yang dibutuhkan, ingin dilayani secara cepat menggunakan berbagai perangkat digital, teknologi informasi dan komuni-kasi. Lambat laun lapangan kerja di sektor formal dan informal akan menutup peluang masuknya tenaga kerja manusia karena dapat digantikan dengan mesin-mesin cerdas tersebut.

Menjadi benarlah apa yang diungkapkan oleh Menteri Erick di atas. Kondisi ril di lapangan tak dapat dipungkiri. Boleh jadi, tujuh tahun dari sekarang atau tahun 2030 mendatang, resiko hilangnya sembilan jenis pekerjaan sebagaimana ia ungkapkan bisa menjadi kenyataan. Di satu sisi, kemajuan teknologi kecerdasan artifisial bisa menjadi ancaman bagi tenaga kerja manusia. Di sisi lain, kemajuan teknologi canggih tersebut juga bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi manusia untuk terus berkreatifitas menghasilkan inovasi-inovasi baru yang berbasis teknologi cerdas.

Menyikapi Perkembangan

Siapapun tak bisa mencegah perkembangan suatu teknologi termasuk teknologi kecerdasan artifisial. Oleh karena itu, hal yang bisa dilakukan untuk menyikapi perkembangan tersebut adalah meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia (SDM). Dalam konteks ini, lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi harus mengambil peran lebih besar di sini. Mengapa? Karena dari sinilah kapabilitas SDM itu digodok untuk mengantisipasi kondisi pekerjaan yang akan lenyap di masa depan.

Perguruan tinggi sudah semestinya melakukan adaptasi ilmu pengetahuan untuk menghadapi tantangan pekerjaan di masa depan khususnya yang berhubungan dengan penggunaan teknologi digital. Dalam kaitan ini, Menteri Erick menyebutkan sedikitnya ada sembilan (9) jenis kebutuhan tenaga manusia di masa depan, yakni analist dan ilmuan data, ahli kercerdasan artifisial, pengembang perangkat lunak dan game, analist big data, pengembang rantai blok (block chain), riset pasar, pemasaran digital, bioteknologi dan konten digital.

Nah, inilah seyogyanya yang menjadi perhatian semua pihak, agar ke depan transformasi pekerjaan dari tenaga manusia ke mesin tidak menimbulkan pengangguran secara masif. Wallaahu a’alam bissawaf.

*)Penulis adalah praktisi dan pemerhati perkembangan teknologi informasi, Staf Pranata Komputer Ahli Muda, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image