Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

UUD 1945 di Tengah Kepungan Neokolonialisme Neoliberalisme

Politik | Friday, 18 Aug 2023, 03:05 WIB

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia yang baru berumur sehari sudah berhasil merumuskan dan menetapkan Undang-Undang Dasarnya: UUD 1945 dalam Sidang PPKI. Ia dengan segera menjadi pelengkap berdirinya negara Republik Indonesia itu.

Pada saat pembuatannya, sebagian besar gagasan yang membentuknya adalah anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Para perumusnya pun adalah para pendiri bangsa yang sangat anti-kolonialis dan anti-liberalis.

Tidak salah kemudian jika di dalam UUD 1945 terdapat semangat anti-kolonialisme dan anti-imperialisme yang kuat. UUD itu menegaskan berdirinya negara baru di tanah bekas kekuasaan Hindia-Belanda. Dalam bagian pembukaannya, terdapat sebuah deklarasi untuk menghapuskan segala bentuk penjajahan di atas dunia dan hak setiap bangsa untuk merdeka.

Di dalam batang tubuhnya, UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang sangat progresif-revolusioner, seperti jaminan kebebasan beragama, berkumpul, berserikat dan menyatakan pendapat, serta jaminan terhadap hak-hak dasar setiap warga negara.

Dalam salah satu pasalnya, yaitu pasal 33 UUD 1945, ditetapkan azas perekonomian Indonesia merdeka dan bagaimana proses perekonomian semestinya diselenggarakan. Di situ dikatakan, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Tetapi, sejak 78 tahun yang lalu sampai sekarang, UUD 1945 belum pernah dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Apalagi Pada masa orde baru, UUD 1945 selalu disebut oleh pejabat dan dihafalkan oleh murid-murid di sekolah, tetapi praktek penyelenggaraan negara sama sekali bertolak belakang dengan UUD 1945. Sekarang, nasib UUD 1945 mengalami nasib lebih naas lagi. Selama kurun waktu 1999-2004, UUD 1945 sudah empat kali amandemen. seharusnya amandemen terhadap UUD 1945 saat itu hanya bersifat addendum. Artinya, amandemen tidak melakukan perubahan, melainkan melakukan penambahan-penambahan. amandemen terhadap UUD 1945 telah berusaha melucuti semangat Progresif-Revolusioner dan anti-kolonialismenya dan juga anti-liberalismenya. Apalagi, ada keterlibatan lembaga asing, dalam hal ini NDI (National Democratic Institute), dalam proses amandemen itu.

Intervensi asing dalam amendemen UUD 1945 tercium dalam lusinan Letter Of Intent (LOI) dan Memorandum of Understanding (MOU) antara pemerintah Indonesia dengan International Monetery Fund (IMF).

Lalu, melalui peran aktif Bank Dunia dan lembaga asing lainnya, DPR telah menghasilkan puluhan produk Perundang-Undangan yang membawa semangat (Neo) liberalisme dan sangat bertentangan dengan UUD 1945. Anehnya, baik amademen UUD 1945 maupun penyusun UU yang pro-neoliberalisme itu, tidak satupun yang melalui konsultasi dengan rakyat dalam hal ini betul betul menggunakan prinsip musyawarah untuk mufakat atau referendum. Semuanya dilakukan secara sepihak, yakni melalui parlemen.

Situasi itu kian diperparah hari ini oleh kehadiran Omnibus Law yang prosesnya tidak demokratis dan sangat, sangat, sangat bertentangan dengan UUD 1945. Hari ini, 18 Agustus 2023, di tengah kepungan neokolonialisme dan neoliberlaisme, bangsa Indonesia merindukan konstitusi nasionalnya yang asli : UUD 1945. Kalaupun ada bagian dalam UUD 1945 yang tidak sesuai dengan napas zaman, maka kita dapat saja mengubahnya tetapi harus dengan proses partisipasi rakyat yang penuh (referendum).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image