Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adhyatnika Geusan Ulun

Miskonsepsi Kebijakan Transisi PAUD ke SD Harus Diakhiri

Rembuk | Tuesday, 15 Aug 2023, 13:44 WIB
Sekretaris Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat. (istimewa)

Oleh: DR. H. Rustiyana, ST., MT., M.Pd., M.Ap

Pada tahun 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggulirkan paket kebijakan Merdeka Belajar episode 24, yakni Transisi PAUD ke SD/MI/sederajat yang Menyenangkan. Hal tersebut disambut baik semua pihak.

Seperti diketahui bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan sarana untuk membangun fondasi bagi anak dalam mempersiapkan anak agar nantinya dapat survive di kehidupan bermasyarakat, untuk itu setiap anak memiliki hak untuk dibina agar mendapatkan kemampuan fondasi yang holistik, bukan hanya kognitif melainkan juga kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan tujuan PAUD dalam membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.

Hal di atas selaras dengan tujuan Pendidikan Nasional, seperti tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 3, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sementara itu, berdasarkan Konsensus International (UNESCO), perkembangan otak yang luar biasa pada periode sejak lahir hingga 8 (delapan) tahun berada dalam 1 (satu) fase yang sama dan mengalami perkembangan motorik, sosial- emosional, kognitif, dan bahasa yang sangat pesat. Sehingga, kegiatan PAUD perlu dipastikan untuk mengembangkan kemampuan anak yang holistik dan berkualitas dengan memberikan pedagogi yang sesuai usia dan konteks anak secara bertahap agar dapat mengantarkan anak untuk mengembangkan keterampilan fondasi yang diperlukan di Sekolah Dasar hingga kelas 2 SD.

Miskonsepsi kebijakan

Namun dalam praktiknya, masih ditemukan miskonsepsi di lapangan, antara lain: (1) Masih ditemukan praktik PPDB serta pembelajaran yang belum mencerminkan pemahaman bahwa membangun kemampuan fondasi (kematangan sosial emosional, kemampuan literasi dan numerasi dasar, serta kemampuan fondasi lainnya) merupakan suatu proses bertahap dan berkelanjutan yang dibangun sejak PAUD hingga SD kelas awal; (2) Kebingungan dari sejumlah PAUD untuk mendapat kepercayaan orang tua dan sekolah sekitar dengan harapan anak bisa membaca sebelum masuk SD, atau mengikuti peraturan/kebijakan PAUD yang tidak mewajibkan anak bisa membaca; (3) Orang tua yang ingin anaknya bisa calistung (membaca,menulis, dan berhitung) sebelum SD dengan cara meminta PAUD mengajarnya, membeli buku untuk belajar di rumah, atau mengikuti kursus (bimbingan belajar), apalagi dengan metode drilling, (4) Pendidik SD juga menilai tes calistung sulit dihindari karena ingin memudahkannya dalam melakukan pembelajaran yang lebih menggunakan buku teks dengan tulisan atau yang tidak sesuai dengan karakteristik anak usia dini.

Atas hal tersebut, miskonsepsi di lapangan harus dihilangkan dengan cara: Pertama, dipastikan penerimaan peserta didik baru terutama di jenjang SD tidak ada tes baca, tulis dan berhitung (calistung) sebagai dasar penerimaan peserta didik baru yang berasal dari satuan PAUD, atau belum pernah mengikuti PAUD, seperti yang diatur dalam Permendikbud No 14 Tahun 2018 Pasal 12 ayat (4) dan Permendikbud No 1 Tahun 2021 Pasal 30 ayat (3). Selanjutnya, dipastikan untuk jenjang PAUD dan SD pada dua minggu di tahun pertama mengikuti pendidikan harus diadakan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), diharapkan siswa dapat mengetahui lingkungan sekolah, pengenalan guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya, mengetahui proses pembelajaran, tata tertib dan lain-lain, sehingga siswa akan senang dan merasa nyaman di sekolah.

Kedua, dipastikan Satuan PAUD mengikuti aturan, bahwa PAUD tidak mewajibkan anak untuk bisa calistung. Ketiga, adanya sosialisasi yang masiv kepada masayakat atau orang tua siswa. Keempat, membuat forum komunikasi Transisi PAUD-SD yang dibentuk Dinas Pendidikan sehingga adanya satu pemahaman terakit transisi PAUD ke SD dari semua pihak, juga jika terjadi kendala-kendala yang muncul di lapangan dapat diselesaikan oleh forum komunikasi transisi PAUD-SD tersebut.

Simpulan

Kebijakan Eposide 24 tentang Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan harus kita dukung karena PAUD merupakan fondasi bagi anak dalam mempersiapkan anak agar nantinya dapat survive di kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, setiap anak memiliki hak untuk dibina agar mendapatkan kemampuan fondasi yang holistik, bukan hanya kognitif melainkan juga kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan lainnya. Miskonsepsi terutama di PAUD harus sudah dapat Calistung harus dihapuskan dan ini akan berhasil jika ada pemahaman dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. ***

Penulis adalah Sekretaris Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image