Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Penghormatan terhadap Perempuan

Politik | 2023-08-13 11:37:59
Perjuangan perempuan di era sebelum kemerdekaan sungguh berat.

Perempuan mendapatkan tempat terhormat dalam peradaban manusia. Meski pada awalnya, kepemimpinan didominasi oleh laki-laki. Namun, pada perkembangannya, perempuan makin banyak menempati posisi-posisi strategis, baik dalam pengelolaan negara bahkan hingga posisi panglima perang. Laki-laki yang dianggap tegas perlahan luntur digantikan sosok perempuan yang cenderung cerdik dan terstruktur.

Sejarah Indonesia diwarnai dengan tampilnya figur perempuan yang cerdas, berani, dan memiliki akhlak yang mulia. Mereka ditempa oleh penderitaan, air mata dan darah akibat kolonialisasi Belanda dan negara lain. Sebut saja RA Kartini, Cut Meutia, Fatmawati, Cut Nyak Dhien, Martha Christina Tiahahu, Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika hingga Rasuna Said. Mereka adalah perempuan-perempuan pilihan tonggak perjuangan nasional.

Tidak heran jika kemudian Pemerintah menobatkan mereka sebagai pahlawan nasional. Perjuangan perempuan di era sebelum kemerdekaan sungguh berat. Ketika perempuan dianggap manusia kelas dua, belum mengenal istilah kesetaraan gender. Pada saat itu, perempuan mengalami subordinasi, marjinalisasi dan diskriminasi yang menyebabkan perempuan tidak memiliki akses terhadap apapun.

Hadirnya para pahlawan perempuan sejatinya "pemberontakan" terhadap ketidakadilan. RA Kartini adalah sosok yang memperjuangkan posisi perempuan tidak berbeda dengan laki-laki. Keduanya harus memiliki kesempatan dan peran yang sama, di dalam atau luar rumah.

Pengaruh gerakan feminisme datang dari negara-negara barat. Pandangan politik ini kemudian berhembus kencang ke Tanah Air. Betty Friedan, seorang feminis AS, menerbitkan buku yang berjudul The Feminime Mystique yang kemudian melahirkan kampanye emansipasi wanita di seluruh negeri. RA Kartini menilai emansipasi perempuan terwujud melalui gerakan pendidikan. Dia menjadi kunci utama menuju jalan kemerdekaan.

Kemerdekaan perempuan menjadi titik tolak yang menjadikannya sebagai makhluk bebas yang tidak lepas dari lingkungan. Harkat dan martabatnya dilindungi untuk kemanjuan bangsa dan negara. Kenapa? Karena dari rahim mereka lahir generasi penerus bangsa yang menentukan masa depan negara. Perempuan pun menempati posisi strategis untuk banyak hal. Melepaskan diri dari stigma buruk sosial, mengangkat dari lembah kemiskinan dan menjadikan mereka sebagai makhluk sosial berpendidikan yang cerdas.

Kondisi sekarang sungguh tidak sama dengan apa yang diperjuangkan para pahlawan perempuan dahulu. Makna emansipasi dikerdilkan menjadi berbeda. Perempuan dijadikan objek seksualitas semata dengan dalih persamaan hak. Oleh karena itu, muncul ajang kecantikan perempuan yang sejatinya menjadikan perempuan sebagai objek semata.

Hal ini mendapat perhatian di era Presiden Soeharto ketika perempuan dipamerkan dan dipertontonkan karena lekuk tubuh mereka. Ini mendapat respon negatif dari berbagai kalangan. Tentunya, kita berharap perempuan Indonesia mendapat tempat terhormat. Perempuan memiliki hak asasi yang harus dihormati dan dilindungi, khusunya dari pelecehan.

HAM hadir untuk memuliakan kemanusiaan. Itulah nilai yang terpatri dalam sanubari setiap pejuang kemerdekaan dan generasi penerusnya. Bahkan, kesadaran HAM ini sudah lebih dulu dipahami oleh pahlawan bumi pertiwi yang hidupnya diwujudkan dengan pengorbanan. Mereka yang telah berjuang melepaskan diri dari genggaman kolonialisme dan imperialisme Belanda dan Jepang. Kemerdekaan bangsa kita jemput pada 17 Agustus 1945 yang artinya kesadaran dan komitmen para pahlawan terhadap nilai-nilai kemanusiaan jauh mendahului Deklarasi Universal HAM yang digaungkan 10 Desember 1948 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image