Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asman

Menggugah Kesadaran Umat

Pendidikan dan Literasi | Saturday, 05 Aug 2023, 19:44 WIB

Judul Buku : Muhammadiyah Untuk Semua

Pengarang : Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, MA

Penerbit : Suara Muhammadiyah Tahun 2014

Tebal : X + 188 Halaman

Perkara kesadaran ini seperti makan di waktu lapar. Orang akan mencari makanan untuk memuaskan lambung yang yang sedang dahaga. Semua akan bertindak jika sesuatu yang dikerjakan dapat memberikan keuntungan, baik secara pribadi maupun kelompok.

Kesadaran menurut Paulo Freire seorang intelektual asal Brazil yang selalu menyerukan perlawanan terhadap system yang menindas, ia menyakini manusia itu memiliki tiga jenis kesadaran yaitu kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis.

Kesadaran magis erat kaitannya dengan keadaan masyarakat yang tidak mengetahui apa yang harus ia perbuat dilingkungannya. Ia hanya bisa berpasrah, mengharapkan uluran kedermawanan untuk bisa mengubah keadaannya.

Demikian halnya pada kesadaran naif, manusia yang menyadari keterbatasannya, kekurangannya namun enggan untuk melakukan lompatan agar merubah keadaannya. Manusia kesadaran seperti ini, belum mendapatkan doktrin agama yang baik bahwa “Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang mengubahnya”.

Kesadaran kritis ialah kesadaran yang timbul dari lubuk hati paling dalam seseorang, walaupun ia menyadari bahwa ia tidak memiliki kekuatan untuk mengubah sesuatu, namun dengan tekad yang kokoh ia mampu meyakinkan dirinya dan orang lain bahwa ia bisa berbuat banyak terhadap realitas sosial. Manusia yang memiliki kesadaran kritis akan menggugah banyak orang untuk melakukan perbuatan serupa.

Paulo Freire membagi kesadaran manusia tersebut menjadi tiga bagian tentunya tidak tanpa sebab. Ia sangat menyadari bagaimana kehidupan di zamanya yang penuh tantangan, menjadi sosok manusia yang melawan arus kaum teknokrat. Memutuskan untuk melawan arus kekuasaan adalah jalan ninja yang dijalani Freire hingga hayatnya. Setidaknya, ia sudah meletakan pondasi dasar perlawanan itu dengan menggugah masyarakat di zamanya.

Membaca buku ini, pembaca akan diperhadapkan dengan kesan bahwa Muhammadiyah memiliki segalanya yang bisa di berikan kepada seluruh golongan manusia di negeri ini. Klaim ini jika dilihat dari sisi objektifitas tidak bisa dipungkiri bahwa Muhammadiyah memiliki sumbangsi yang banyak untuk negeri ini.

Hanya saja, klaim seperti ini seakan menafikkan keberadaan organisasi lain yang juga punya gerakan yang sama, walaupun tidak sekomprehensif Muhammadiyah. Keberadaan organisasi sosial sangat membantu tercapainya cita-cita bangsa dan negara.

Misalnya pada 1945 dengan punggawai oleh Mohammad Hatta, Palang Merah Indonesia (PMI) berhasil menyulap dirinya menjadi organisasi sosial kemanusia, sebagaimana hasil konvensi Jenewa tahun 1949. Jauh sebelum itu, peradaban Yunani sekitar 400 tahun SM telah membentuk Lembaga yang menampung anak-anak korban perang. Di Prancis terdapat Lembaga kemanusiaan SOS Enfants en Detresse, sebuah organisasi kemanusiaan asal Prancis yang fokus pada perlindungan anak-anak khususnya korban perang dan konflik.

Keberadaan organisasi kemanusiaan, sosial, keagamaan dan sebagainya memiliki peran yang sangat penting bagi suatu negara. Negara tidak mungkin menyelesaikan begitu banyak masalah dengan waktu yang realitif singkat, pastinya membutuhkan waktu yang Panjang.

Bagi pembaca, buku ini mengingatkan bagaimana perkataan Buya Safii Mar’rif yang sangat geram dengan sikap manusia yang berjalan di atas bumi dengan angkuh. Enggan menolong sesama, apalagi memberikan hartanya untuk kemasalahatan umat manusia.

Buya Safii Ma’rif dalam pengantar sebuah buku menjelaskan bahwa untuk menggugah kesadaran manusia itu, maka berawal dari diri sendiri yang menjadi sosok kearifan bagi seluruh mahkluk di muka bumi ini.

Lebih jauh lagi, buku ini segera mengingatkan kita kepada keluasaan ilmu yang dimiliki Haedar Nashir dalam bukunya Memahami Ideologi Muhammadiyah. Buku ini, membedah ideologi Muhammadiyah yang merupakan organisasi sosial keagamaan, berdasarkan aqidah dalam memanisfestasikan ajaran-ajarannya. Haedar Nashir sendiri mengatakan untuk menjalankan segala perbuatan yang baik, maka dibutuhkan sebuah organisasi untuk menjalankannya.

Muhammadiyah Terdepan

Keberadaan Muhammadiyah saat ini, akan menjadikan kita semakin mafhum bagaimana Din Syamsuddin menuliskan tulisannya ini. Tulisan Pidato Din Syamsuddin yang dikumpulkan oleh Redaksi Muhammadiyah. Tulisan ini menjadi menarik, karena menggunakan judul yang bisa dikategorikan menyentil berbagai kalangan.

Muhammadiyah secara realitas, memang tidak bisa dipungkiri memiliki konsistensi dalam mencerahkan peradaban umat. Terhitung saat ini Muhammadiyah berada di abad kedua kelahirannya, sejak K.H. Ahmad Dahlan meletakkan pondasi dasar bagi gerakan Muhammadiyah di Kauman Yogyakarta.

Dimasa lalu, Nusantara yang dikuasai oleh kolonialisme dan imperealisme menjadikan rakyat Indonesia begiru menderita. Hanya untuk sekadar mendapatkan sesuap nasi, ia harus menghilangkan harga dirinya, apalagi ingin mendapatkan fasilitas menunjang kemajuan rakyat Indonesia.

350 Tahun terhitung Indonesia belum menjadi sebuah negara yang berdaulat dijajah oleh Belanda, tentunya tidak secepat itu menghilangkan karakteristik yang telah tertanam pada setiap rakyat Indonesia.

Mental-mental penjajah, mengambil hak orang lain, tidak bersikap adil dan merata masih menjadi karakter yang mandarah daging di setiap tubuh orang Indonesia.

Pikiran orang beragamalah khsusnya umat Islam yang pertama kali bangkit. Terhitung sejak tahun 1912 Muhammadiyah telah memulai perubahan secara terstruktur itu dengan Teologi Al-Ma’un. Menyatukan pikiran untuk membangun peradaban.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Bung Tomo, Serikat Islam, dan sebagainya. Din Syamsuddin melihat kekuatan umat Islam yang besar, jika diorganisir dengan baik akan menghasilkan peradaban yang baik.

Peradaban Baru

Buku ini adalah kumpulan tulisan pidato yang disampaikan oleh Din Syamsuddin di setiap kegiatan Muhammadiyah baik di pusat maupun di daerah-daerah. Yang menarik dari tulisan ini ialah, bagaimana Din Syamsuddin menyerukan agar setiap gerakan keumatan itu berbasis pada keberpihakan. Keberpihakan kepada mereka yang lemah, tertindas, termarjinalkan oleh system.

Buku ini memiliki pembahasan yang holistic, terlihat Din Syamsuddin mengambarkan kiprah Muhammadiyah dalam menyikapi dan menebarkan pencerahan pada semua aspek kehidupan.

Sehingga buku ini, secara tidak langsung sedang menggambarkan peran sebuah ideologi, internalisasi, dan transformasi gerakan yang dilakukan. Buku ini seperti apa yang dikatakan oleh Ali Syariati seorang intelektual memiliki tugas untuk menjadi kaum pencerah di tengah masyarakat.

Titik penting dalam tulisan Din Syamsuddin ialah transformasi pemaknaan setiap Tindakan yang dilakukan Muhammadiyah agar mampu meningkatkan kapasitan dan keunggulan dalam merawat peradaban manusia yang serba dinamis ini.

Memerangi kejumudan berpikir, juga diikuti dengan memerangi seluruh penindasan melalui system yang politik yang menyesatkan. Mansour Fakih Sendiri menyarankan untuk meningkatkan taraf kualitas kehidupan manusia, maka jangan menggunakan pendekatan pembagunan, melainkan gunakanlah pendekatan pemberdayaan masyarakat.

Buku ini menggugah seluruh pembaca untuk menjadi khalifah yang benar-benar menjadi wakil Allah yang berbuat keadilan dan tidak mengikuti hawa nafsunya. Buku ini mengajak pembacanya untuk melakukan transformasi kesadaran dan berpikir lebih jauh lagi.

Buku ini mengisyaratkan agar pemaknaan kaum fakir dan miskin bukan lagi di maknai sebagai orang yang tidak memiliki harta benda apa-apa. Namun jauh dari itu, pemaknaanya mereka orang fakir dan miskin politik, ekonomi, budaya, Pendidikan dan sebagainya.

Membaca buku ini, diharapkan kita orang-orang yang memiliki keimanan untuk segera berbenah dalam pikiran dan tindakan. Sudah saatnya, keberpihakan itu dijadikan sebagai konsep dasar sebagai manusia beriman dan secara struktural untuk berbenah untuk menggugah kesadaran seluruh umat manusia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image