Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Kampung Moderasi, Benarkah Demi Toleransi?

Info Terkini | Friday, 04 Aug 2023, 17:38 WIB

Oleh: Tri Maya (Aktivis Muslimah Balikpapan)

Beberapa daerah di Kalimantan Timur telah ditetapkan sebagai kampung moderasi beragama (KMB). Kelurahan Selili, Kecamatan Samarinda Ilir dan Kelurahan Bukuan, Kecamatan Palaran, Samarinda ditetapkan sebagai salah satu kampung moderasi beragama nasional. Penetapan disampaikan Wakil Menteri Agama H. Saiful Rahmat Dasuki secara daring, di Aula TK Al Huda, Selili, Samarinda, Rabu (26/7).

Penetapan dua kelurahan sebagai Kampung Moderasi Beragama ditandai dengan penandatanganan plakat oleh Kepala Kantor Kemenag Samarinda Dr. H. Baiquni yang disaksikan Wakil Walikota Samarinda Dr. H. Rusmadi Wongso dan Kakanwil Kemenag Kaltim H . Abdul Kholik, MPd. Selain itu Desa Seniung Jaya Kecamatan Pasir Belengkong, Kabupaten Paser ditetapkan sebagai model kampung moderasi beragama oleh Kementerian Agama RI.

Filosofis KMB

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI telah menerbitkan Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 137 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembentukan Kampung Moderasi Beragama KMB Tahun 2023. KMB Tahun 2023 diterbitkan untuk menguatkan implementasi moderasi beragama dan mendukung pencapaian sasaran penguatan program moderasi beragama, sehingga perlu pembentukan KMB. Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai Bhineka Tunggal Ika.

Keragaman suku, ras, budaya, bahasa, maupun agama; merupakan suatu kekayaan dan potret pluralisme Indonesia. Kebhinekaan ini menjadi identitas penting Indonesia yang harus dijaga oleh seluruh masyarakat. Ketua Pokja Kampung Moderasi Beragama Kota Samarinda H. Ikhwan Saputera, S.Kom., M.Sos., mengatakan ada lima tujuan dari program Kampung Moderasi Beragama. “Meningkatkan kerukunan antar-umat beragama, memperkuat toleransi dan saling pengertian, meningkatkan kesadaran tentang kebebasan beragama, membangun dialog antar-agama serta menyebarkan pendidikan tentang keberagaman agama,” kata Ikhwan.

Benarkah KMB demi Toleransi?

Didalam Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 137 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembentukan Kampung Moderasi Beragama KMB Tahun 2023, yang dikeluarkan oleh kementerian agama RI. Ada 3 tantangan utama yang patut diwaspadai Indonesia sebagai sebuah negara majemuk. Pertama, berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama berlebihan (ekstrim) yang mengesampingkan martabat kemanusiaan.

Kedua, berkembangnya klaim kebenaran subjektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik. Ketiga, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sini pemerintah merasa perlu membentuk KMB.

Sejatinya kemajemukan dan keberagaman suku, adat istiadat dan agama adalah sebuah hal yang lumrah. Islam pun telah menegaskan demikian didalam Q.S Al hujurat 13. Namun demikian Islam tak menafikan adanya toleransi yang harus senantiasa dijaga. Toleransi (tasamuh) sejak awal telah dibangun oleh Rasulullah, dan para sahabat. Baik toleransi kepada sesama muslim ataupun toleransi kepada non-Muslim (kafir).

Sistem Islam (khilafah) telah mencatat rekor sebagai sebuah institusi yang paling toleran kepada warga kafir dzimniy. Sebut saja di Spanyol selama 800 tahun warga Muslim, Yahudi, dan Nasrani hidup berdampingan, damai dan tenang dibawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah. Tidak ada paksaan kepada kaum kafir untuk memeluk Islam. Begitupun mereka (kafir) dalam menjalankan ajaran agamanya, begitu dihormati dan dihargai oleh kaum muslimin. Itulah definisi toleransi didalam islam. Bagimu agamamu, bagiku agamaku.

Polesan KMB atas nama toleransi yang saat ini dihembuskan. Sejatinya bukanlah demi mencapai makna toleransi itu sendiri. Namun lebih kepada sebuah upaya untuk mendeskriditkan ajaran Islam dan semakin meliberalkan kaum muslimin. Embracing diversity (merangkul keberagaman) seolah menjadi pembenaran isu isu yang bertentangan dengan ajaran Islam, misal LGBT.

Keberagaman tak lagi mengenal batas syariah didalamnya. Apa saja boleh berbeda, termasuk orientasi seksual ataupun cara (sesat) dalam menjalankan ajaran agama. Perbedaan harus dirangkul bukan dipukul. Akhirnya masyarakat awam akan memiliki standart pemakluman atas semakin massifnya kemaksiatan yang bertentangan dengan ajaran islam. Naudzubillah min dzalik. Kita sejatinya tidaklah membutuhkan KMB dalam wujudkan toleransi. Yang kita butuhkan adalah sebuah institusi Khilafah, yang nyata mampu menyatukan keberagaman dan wujudkan kesejahteraan selama 13 abad lamanya. Institusi yang Allah ridhoi dan berkahi insya Allah.

Wallahu a’lam bish showab.

Tri Maya

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image